Tiga terdakwa kasus korupsi pengadaan beras bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Tabanan menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis (27/11/2025). Perbuatan mereka menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,85 miliar.
Ketiga terdakwa yakni mantan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Dharma Santika, I Putu Sugi Darmawan; mantan Manajer Unit Bisnis Ritel, I Wayan Nonok Aryasa; dan eks Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Tabanan I Ketut Sukarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ida Bagus Made Ari Suamba, dengan dakwaan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tabanan I Made Santiawan dan tim.
Dalam dakwaan, JPU memaparkan bahwa sejak berdiri, Perumda Dharma Santika mengalami kerugian pada 2017-2019 dengan defisit operasional lebih dari Rp 100 juta per bulan. Untuk menambah pemasukan, I Putu Sugi Darmawan mengusulkan agar Perumda mengelola Program Beras ASN.
"Posisi ekuitas yang mengkhawatirkan dan defisit operasional hingga lebih Rp 100 juta per bulan," ujar JPU Santiawan.
Sugi Darmawan yang saat itu menjabat dirut periode 2017-2021 menunjuk secara lisan Wayan Nonok sebagai Kepala Bagian Umum dan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan staf lainnya untuk merencanakan dan menjalankan Program Beras ASN.
Ketut Sukarta turut aktif dalam perencanaan dan pada 2020 diangkat menjadi Manajer Unit Bisnis Ritel. Namun, JPU menyebut penunjukan tersebut bertentangan dengan tugas pokok dan fungsi I Ketut Sukarta karena kegiatan perencanaan seharusnya tugas untuk Kepala Bagian Perencanaan.
"Kasus korupsi ini perjanjian jual beli beras ASN yang melibatkan Perumda Dharma Santhika dengan DPC Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Tabanan," jelas JPU Santiawan.
I Ketut Sukarta memimpin Perpadi Tabanan selama 2017-2022. Saat rapat koordinasi, disepakati bahwa beras konvensional yang disalurkan harus berjenis golongan C4 Premium. Lalu Sugi Darmawan meminta beras tersebut agar dapat dijual dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 12.800 per kilogram (kg).
Wayan Nonok menyanggupi kesepakatan tersebut meskipun ia menyadari jika seluruh anggota DPC Perpadi Tabanan tidak sanggup menghasilkan beras dengan kualitas tinggi alias premium. Hal itu karena alat dan mesin penggilingan yang digunakan tidak sepenuhnya bisa memenuhi spesifikasi mutu.
Sugi Darmawan juga tidak bisa memastikan kemampuan DPC Perpadi Tabanan untuk memenuhi spesifikasi. Meski demikian, perjanjian tetap ditandatangani, bahkan dengan tanggal mundur setelah pengiriman beras dimulai.
Sejak September 2020 hingga akhir kontrak, beras yang disalurkan tidak pernah sesuai spesifikasi. Putu Sugi Darmawan dan Ketut Sukarta mengetahui hal tersebut tetap memilih melanjutkan kerja sama karena dinilai menguntungkan pihak Perumda.
Ketut Sukarta sebagai manajer ritel dinilai tidak menjalankan fungsi pengawasan mutu. Setelah Putu Sugi Darmawan mengakhiri masa jabatan pada Januari 2021, Wayan Nonok diangkat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirut pada Januari-April 2021, tetapi tetap tidak menyusun standar operasional prosedur (SOP) maupun melakukan kontrol kualitas.
Akibatnya, perbuatan para terdakwa yang menyepakati harga beli jauh di atas batas kewajaran untuk tingkat medium di penggilingan/penyosohan, membuat negara mengalami kerugian sangat besar. Diketahui harga beli beras di DPC Perpadi Tabanan yakni Rp 10.600/kg, terdiri dari Rp 10.300 untuk anggota DPC Perpadi dan Rp 300 sebagai fee untuk DPC Perpadi Tabanan. Harga ini dinilai jauh di atas nilai wajar harga beras medium di tingkat penggilingan.
Perhitungan JPU menyebutkan negara mengalami kerugian Rp 1,85 miliar, yaitu selisih antara pembayaran sebesar Rp 18,21 miliar dan nilai wajar Rp 16,36 miliar.
"Perbuatan diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) kitab UU Hukum Pidana," imbuh JPU.
Tak hanya itu, ada juga dakwaan subsidair seperti dalam Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana Telah Diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(nor/nor)











































