Terkuak Sertifikat Keahlian Palsu di Korupsi Proyek Rumah Subsidi Buleleng

Round Up

Terkuak Sertifikat Keahlian Palsu di Korupsi Proyek Rumah Subsidi Buleleng

Sui Suadnyana, Rizki Setyo - detikBali
Selasa, 25 Mar 2025 08:01 WIB
Kejati Bali tetapkan Pejabat Fungsional Penata Kelola Bangunan Gedung dan Kawasan Permukiman Bidang Tata Bangunan Dinas PUTR Buleleng Ngakan Anom Diana Kesuma alias NADK sebagai tersangka, Senin (24/3/2025).
Foto: Kejati Bali tetapkan Pejabat Fungsional Penata Kelola Bangunan Gedung dan Kawasan Permukiman Bidang Tata Bangunan Dinas PUTR Buleleng Ngakan Anom Diana Kesuma sebagai tersangka, Senin (24/3/2025). (Dok. Kejati Bali)
Denpasar -

Fakta baru terungkap dalam kasus proyek rumah subsidi atau rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Buleleng, Bali. Fakta itu adalah adanya sertifikat keahlian palsu yang dipakai pejabat fungsional di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng.

Penggunaan sertifikat keahlian palsu ini terkuat setelah Kejaksaan Tinggi (Bali) menetapkan tersangka kedua dalam kasus tersebut. Tersangka baru itu adalah Pejabat Fungsional Penata Kelola Bangunan Gedung dan Kawasan Permukiman Bidang Tata Bangunan Dinas PUTR Buleleng, Ngakan Anom Diana Kesuma.

Berdasarkan hasil penyidikan, Anom diketahui menggunakan Sertifikat Kompetensi Ahli (SKA) palsu. Ia menduplikasi SKA milik orang lain menggunakan alat pemindai (scanner) guna menyusun kajian teknis gambar Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anom juga bekerja sama dalam mempersiapkan gambar teknis pengurusan PBG dengan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Buleleng, Made Kuta, yang ditetapkan sebagai tersangka sebelumnya. Sebagai staf teknis pada Dinas PUTR Buleleng, Anom turut serta dalam kesepakatan pembagian hasil dari uang yang diminta kepada pengembang.

"Atas peranan tersangka tersebut, ia mendapatkan pembagian Rp 700 ribu per surat PBG," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana Putra, dalam siaran pers, Senin (24/3/2025).

ADVERTISEMENT

Eka Sabana mengungkapkan Anom ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyidikan maraton serta penggeledahan dan penyitaan di beberapa lokasi. Penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejati Bali menemukan minimal dua alat bukti yang sah.

Kejati Bali menjerat Anom dengan Pasal 12 huruf e dan huruf g juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Terhadap tersangka NADK, penyidik melakukan penahanan selama 20 hari ke depan," terang Eka Sabana.

Tim penyidik pada Bidang Tipidsus Kejati Bali terus mendalami kasus ini guna mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat dalam praktik korupsi dalam tata kelola proses perizinan. Penyelidikan diharapkan dapat mencegah praktik pemerasan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses perizinan di masa mendatang.

61 Pengembang Akan Diperiksa

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Ketut Sumedana, mengungkapkan ada 61 pengembang di Buleleng yang akan diperiksa atas kasus pemerasan rumah MBR atau rumah bersubsidi.

"Ini kan baru satu developer (pengembang), ada 61 developer yang akan kami periksa lagi di Buleleng juga. Kemungkinan di tempat lain ada juga karena yang menerima subsidi nggak semua daerah," kata Sumedana di kantornya, Denpasar, Senin (24/3/2025).

Sumedana mengatakan setelah Idul Fitri besar kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus tersebut. Sebelumnya sudah dua orang menjadi tersangka. Yakni, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) I Made Kuta (IMK) dan staf Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Buleleng, Anom.


Untung hingga Rp 20 Juta per Rumah

Menurut Sumedana, Kuta mendapatkan keuntungan sekitar Rp 10-20 juta per rumah. Pemerasan tersebut diduga mulai dilakukan sejak 2021.

"Sejak itu mereka melakukan, bukan hanya satu developer ya ada beberapa developer akan memberikan keterangan, rata-rata Rp 10-20 juta per rumah," jelasnya.

Di Buleleng, ada tiga lokasi perumahan yang dilakukan pemerasan. "Di kabupaten lain ada, ya kami akan pelajari juga kalau di sana ditemukan, ya kami susul juga," ucap Sumedana.

Menurut Sumedana, jaksa melihat kasus ini bukan semata-mata untuk memburu pejabat yang terlibat. Namun, hal yang lebih substansial adalah membantu MBR. Mereka yang seharusnya berhak mendapatkan rumah bersubsidi.

"Karena ini program pemerintah 3 juta rumah untuk seluruh Indonesia dan tidak semua daerah di Bali mendapatkan. Kerugiannya ini miliaran," jelas mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung itu.


Duit Hasil Pemerasan Diduga untuk Pemkab Buleleng

Sementara itu, Kuta yang mengaku menggunakan uang hasil pemerasan untuk kegiatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng. Pengakuan Kuta itu disampaikan kepada penyidik Kejati Bali.

Namun, Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra membantah pengakuan itu. Sutjidra sendiri menjabat Wakil Bupati (Wabup) Buleleng periode 2017-2022 bersama Bupati Putu Agus Suradnyana. Menurut Sutjidra, semua program pemerintah sudah dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Tidak ada. Kami memang betul-betul menggunakan APBD sesuai program yang direncanakan. Jadi, tidak ada lagi dari dana-dana itu (uang pemerasan)," tegas Sutjidra, Senin (24/3/2025).

Sutjidra telah menunjuk Asisten Administrasi Umum Pemkab Buleleng (Asisten III) Gede Sugiarta Widiada sebagai Pelaksana Harian (Plh) Kepala DPMPTSP. Penunjukan itu dilakukan agar tugas-tugas Kuta di DPMPTSP Buleleleng dapat tetap dikerjakan.

"Ini bertujuan agar kegiatan perizinan di Mal Pelayanan Publik (MPP) Buleleng tidak terhambat," imbuh bupati asal PDIP itu.




(hsa/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads