Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Bali mencatat sebanyak 361 kasus kekerasan terhadap anak terjadi di Bali sepanjang tahun 2024. Kekerasan seksual menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan.
"Kami nggak tahu mungkin ada yang nggak dilaporkan. Nah, yang dilaporkan ada 361 dan memang paling banyak adalah kekerasan seksual," ujar Ketua KPPAD Ni Luh Gede Yastini saat ditemui di kantor KPPAD Bali, Denpasar, Jumat (17/1/2025).
Selain kekerasan anak, KPPAD juga mencatat tingginya angka perkawinan anak di Bali. Pada 2024, tercatat sebanyak 368 kasus perkawinan anak, meningkat dari 335 kasus pada tahun 2023.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan yang mengkhawatirkan bagi kami adalah anak yang mengajukan dispensasi kawin ini paling muda di bawah 14 tahun," ungkap Yastini.
Ia menambahkan, pasangan laki-laki dalam kasus ini rata-rata berusia 20 tahun ke atas.
Menurut Yastini, perkawinan anak berdampak serius pada pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Anak perempuan yang menikah dini berisiko putus sekolah, meningkatkan angka stunting, kemiskinan, serta kematian ibu dan anak.
"Lingkaran kemiskinan akan terjadi karena apa yang misalnya dilakukan oleh mereka yang tidak punya skill, tidak akan sekolah misalnya, apa yang akan dilakukan," katanya.
Kabupaten dengan Angka Perkawinan Anak Tertinggi
KPPAD mencatat kabupaten dengan angka perkawinan anak tertinggi adalah Buleleng dengan 140 kasus, diikuti Jembrana (51 kasus), dan Karangasem (44 kasus).
Yastini mengungkapkan, banyak anak dinikahkan secara adat terlebih dahulu sebelum resmi menikah secara negara. Hal ini menjadi tantangan bagi KPPAD dalam mencegah perkawinan dini.
Usulan Pararem untuk Desa Adat
Untuk menekan angka perkawinan anak, KPPAD mendorong Majelis Desa Adat di Bali untuk membuat pararem (peraturan adat) terkait pernikahan dini. KPPAD telah menyiapkan draf pararem yang diharapkan dapat diterapkan di desa adat.
"Kami berharap selain program-program yang sudah ada, program di Provinsi Bali juga diarahkan untuk menjaga agar perkawinan anak tidak terjadi," jelas Yastini.
(dpw/dpw)