Isak tangis mengiringi kepergian jenazah AR (14), santri asal Buleleng, Bali, yang menjadi korban pengeroyokan enam seniornya di Pondok Pesantren Nurul Abror Al-Robbaniyin, Alasbuluh. Jenazah diberangkatkan dari RSUD Blambangan, Banyuwangi, menuju kampung halamannya pada Kamis (2/1/2025).
AR mengembuskan napas terakhir pada pukul 13.30 WIB setelah enam hari menjalani perawatan dalam kondisi koma di ICU RSUD Blambangan. Sang ibu terlihat lemah, hanya mampu menatap jasad putranya yang terbujur kaku dibalut kain putih saat dimasukkan ke ambulans.
"Saya mau duduk situ, saya di situ," ujar sang ibu lirih, menunjuk ruang kosong di sisi kiri jenazah di dalam ambulans, dikutip dari detikJatim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah naik ke ambulans, perempuan itu memeluk jasad anaknya. Sementara sang ayah terlihat sibuk berkoordinasi dengan pengurus pondok pesantren dan kerabat keluarga. Setelah semua administrasi selesai, ia duduk di samping istrinya, menggenggam kaki jenazah putranya.
AR mengalami cedera kepala parah dan tubuh penuh lebam saat dilarikan ke RSUD Blambangan. Dokter yang menangani sempat melakukan operasi untuk mengatasi pendarahan otak akibat luka serius yang dialaminya.
"Pasien datang dalam kondisi hampir koma. Hasil CT scan menunjukkan adanya pendarahan otak dari depan hingga belakang," kata Koordinator Pelayanan Publik RSUD Blambangan, Ayyub Erdianto.
"Kami langsung melakukan tindakan pembedahan craniotomy untuk membuka rongga kepala guna mengurangi tekanan akibat pendarahan dan pembengkakan," tambahnya.
Peristiwa pengeroyokan yang menimpa AR terjadi pada Jumat (27/12/2024) pukul 22.00 WIB di lingkungan pesantren. Polisi menetapkan enam santri senior sebagai tersangka, yakni HR (17), IJ (18), MR (19), S (18), WA (15), dan Z (18).
Polisi menjerat keenam tersangka dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan yang menyebabkan kematian, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun.
Artikel ini telah tayang di detikJatim. Baca selengkapnya di sini!
(dpw/dpw)