Kuasa hukum MA, Andre Safura, mengungkapkan modus yang dilancarkan oleh IWAS (22) untuk melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi salah satu kampus di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Polisi sudah menetapkan IWAS yang merupakan seorang pria difabel tunadaksa itu sebagai tersangka.
Menurut Andre, IWAS menggunakan segala tipu daya untuk memengaruhi hingga melecehkan korban secara fisik pada Senin (7/10/2024). Saat itu, MA tengah membuat konten video di Taman Udayana, Mataram.
"Saat itu korban membuat video di area jogging Taman Udayana sekitar pukul 08.00 Wita. Dihampiri IWAS, lalu berkenalan dengan korban," ujar Andre kepada detikBali, Minggu malam (1/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
IWAS Bikin MA Terpojok
IWAS lantas mengajak korban ke arah utara, lokasi yang biasa digunakan para muda-mudi berpacaran. Tak sengaja mereka melihat ada pasangan yang berciuman.
Menurut Andre, MA yang melihat adegan itu langsung syok. Dia menangis mengingat kejadian yang dialaminya bersama mantan kekasihnya.
"Korban tiba-tiba syok dan menangis. Pelaku lalu menanyakan kamu menangis karena ada masa lalu dengan mantan kekasihmu. Di sana pelaku lalu memojokkan korban dengan mengulik masa lalu korban dengan tebakan-tebakan pelaku," ujar Andre.
Bermodal tebakan-tebakan itu, IWAS terus memojokkan MA hingga membuat dia makin terpukul dan terpojok. Saat itulah IWAS mulai mengancam MA.
"Secara psikologi korban merasa terpojok. Setelah korban terpojok, IWAS mengajak korban ke gedung belakang Teras Udayana," ujarnya.
MA Diminta Mandi Suci
Sampai di sana, IWAS terus melancarkan intimidasi dan memanipulasi korban. Muslihatnya mulai jalan. Dia lantas menawarkan MA untuk mandi suci untuk membersihkan diri dari hal buruk dan ketakutan masa lalu.
"Kata IWAS ke korban 'Karena kamu sudah terikat dengan saya, kamu tidak bisa kemana-mana'. Dengan hal itu korban takut. Kamu harus mandi wajib, harus disucikan," kata Andre melanjutkan.
Selain itu, pelaku mengancam korban akan melaporkan apa yang dialami MA dengan mantan kekasihnya kepada keluarganya. Karena ketakutan, korban mengiyakan ajakan pelaku untuk mandi suci ke sebuah homestay atau penginapan di Mataram.
"Korban awalnya menolak. Setelah itu dia berupaya mengajak korban ikut dengan pelaku ke homestay. Pelaku terus mengancam di sana," tutur Andre.
Apabila ajakan pelaku ditolak, pelaku kembali mengancam akan melaporkan peristiwa yang sudah menimpa MA ke keluarganya. "Kalau tidak ikuti saya, saya akan laporkan ke orang tuamu," kata Andre mengutip ancaman IWAS ke MA.
Setelah itu, MA langsung membonceng pelaku ke sebuah homestay. Sesampainya di depan penginapan, MA awalnya menolak masuk ke kamar yang sudah dipesan IWAS.
MA Bayar Kamar Rp 50 Ribu
Bahkan IWAS meminta korban untuk membayar kamar sebesar Rp 50.000 ke resepsionis. Setelah itu, IWAS membuka kunci homestay menggunakan bibir dengan cara menggigit kunci kamar. Di dalam kamar homestay MA sempat terdiam mendengar perintah IWAS untuk mandi suci.
"Setelah itu korban dibacakan mantra dalam bahasa Bali oleh pelaku. Di sana pelaku sempat meminta korban membuka celana pelaku, tapi korban menolak. Setelah itu pelaku mendorong korban menggunakan badan pelaku," ungkap Andre.
Jika korban menolak membuka pakaian, pelaku kembali membuat ancaman-ancaman ke korban. "Korban sempat akan berteriak, tapi pelaku mengancam jika kamu teriak kita akan dinikahkan kalau ketahuan berduaan di dalam kamar," ujarnya.
Beberapa menit kemudian, pelaku memaksa membuka celana korban menggunakan kaki. Setelah itu, pelaku memaksa korban dibukakan celana dengan terus mengancam MA.
"Korban lalu ditindih oleh pelaku lalu memerkosa korban. Korban sambil membaca Ayat Kursi dan pelaku membaca mantra-mantra dari bahasa Bali," ungkap Andre.
MA syok dan menangis di kamar mandi. Setelah aksi itu, IWAS kemudian meminta MA untuk mengantarkannya ke Islamic Center Mataram.
"Awalnya korban menolak, tapi dengan ancaman tersebut pelaku akhirnya diantar," katanya.
Setelah mengantar pelaku ke Islamic Center, korban lalu memberitahukan rekannya telah disetubuhi oleh IWAS. IWAS sempat diinterogasi oleh teman MA, tapi dia tidak mengakui perbuatannya.
"Lalu di sana korban melapor ke Polda NTB. Setelah itu, pelaku mengaku tidak melakukan apa pun dan melaporkan soal pencemaran nama baiknya ke Ditreskrimsus Polda NTB, Selasa (8/10/2024)," tandas Andre.
Sebelumnya, Kepala Subdirektorat Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) IV Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujewati mengatakan pelaku telah ditetapkan menjadi tersangka berdasarkan dua alat bukti dan keterangan dua saksi ahli.
"Ya sudah menjadi tersangka. Dalam perkara ini, satu orang korban," singkat Pujewati, Sabtu malam (30/11/2024).
Tahanan Rumah
Polda NTB menyatakan IWAS berstatus tahanan rumah. "Saat ini IWAS merupakan tahanan rumah," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Syarif Hidayat saat konferensi pers di Mapolda NTB pada Senin (2/12/2024).
Syarif menuturkan polisi tak menahan IWAS karena pria tersebut difabel. Alasan lainnya, fasilitas di Polda NTB belum memadai bagi tahanan difabel.
"Kedua karena kami di Polda belum memadai terkait penempatan disabilitas," ungkap Syarif.
Menurut Syarif, IWAS kooperatif dalam pemeriksaan terkait pelecehan seksual yang terjadi pada Oktober lalu. Polisi menjerat IWAS dengan Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Sebelumnya, ibunya IWAS, GAA menyanggah jika putranya dituduh melecehkan MA. "Anak saya ini kan tidak bisa buka baju, bagaimana cara memerkosa korban?" ujar GAA, ibu dari IWAS, kepada detikBali, Minggu (1/12/2024).
(hsa/hsa)