Dua warga Buleleng, Bali, berinisial KA dan NS diduga menjadi korban dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Buleleng dan polisi masih melakukan penyelidikan secara mendalam.
"Dugaan TPPO telah diterima laporannya pada tanggal 4 September 2024," kata Kasi Humas Polres Buleleng AKP Gede Darma Diatmika, Kamis (5/9/2024).
Terlapor kasus dugaan TPPO berinisial KOI. KOI diduga membujuk KA dan NS dengan iming-iming pekerjaan bergaji menggiurkan di Thailand. Namun, setelah tiba di Thailand komunikasi KA dan NS dengan keluarga terputus. Muncul dugaan mereka mengalami penyiksaan serta ancaman kekerasan jika tidak memenuhi target pekerjaan.
"Saat ini kasus sedang dalam penanganan Satreskrim Polres Buleleng untuk dilakukan penyelidikan secara mendalam lebih lanjut untuk dapat nantinya memulangkan para korban ke Indonesia dan menindak para pelaku yang diduga berada di luar negeri," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darma menerangkan polisi telah memeriksa sejumlah saksi. Berdasarkan keterangan saksi diketahui keduanya berangkat ke luar negeri menggunakan visa liburan yang dibuatkan oleh terlapor.
Perwakilan tim kuasa hukum keluarga dari KA, Putu Sugiarta, mengatakan KA awalnya dijanjikan bekerja sebagai pelayan restoran di Thailand. Dia berangkat pada 5 Agustus 2024 ke Jakarta kemudian transit di Malaysia.
KA sempat menghubungi keluarganya di Buleleng pada 6 Agustus 2024 saat masih berada di Malaysia. Kemudian, pada 9 Agustus 2024, keluarga di Buleleng mendapat kabar dari KA lewat pesan WhatsApp (WA) jika dirinya sudah bekerja di Thailand.
Namun, KA mengaku HP-nya disita. Setelah itu, KA tidak bisa dihubungi lagi oleh keluarga.
Belakangan, Sugiarta berujar, muncul video memperlihatkan warga negara indonesia (WNI) yang disebut-sebut berada di Myanmar. Mereka mengaku ditawari bekerja di Thailand, tetapi malah dibawa ke Myanmar.
Mereka mengatakan tidak diperbolehkan ke mana pun alias disekap. Tak hanya itu, mereka disuruh kerja 15 jam sehari tanpa digaji. Apabila tidak mencapai target, mereka mengaku mengalami penyiksaan dengan cara dipukul sampai disetrum.
Melalui video tersebut, para korban pun meminta tolong kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo agar bisa dipulangkan.
Keluarga menduga KA dan NS juga berada di Myanmar. Sebab selain video juga terdapat beberapa foto salah satunya foto kartu tanda penduduk (KTP) dari KA dan NS.
"Di video tidak kelihatan. Cuma dikirim satu data ada video ada foto. Ada salah satu foto KTP-nya dan kelihatan itu adiknya bapaknya niki sebagai korban," terang Sugiarta.
Penjabat (Pj) Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengatakan berdasarkan informasi yang diperoleh, dua warga tersebut diduga berangkat bekerja ke luar negeri melalui jalur ilegal. Ia telah menginstruksikan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Buleleng untuk segera menelusuri berbagai pihak yang terlibat dalam pengiriman tenaga kerja ilegal tersebut.
"Kita harus tahu siapa yang menjadi dalang di balik kasus ini. Kemungkinan besar, masih ada jaringan lain yang belum terungkap," kata Lihadnyana.
Lihadnyana menegaskan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng telah berupaya keras dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait bahaya dan dampak negatif dari pengiriman tenaga kerja secara ilegal. Namun, Lihadnyana mengakui masih ada sejumlah pihak yang memanfaatkan situasi untuk mengirim tenaga kerja ke luar negeri tanpa sesuai prosedur.
Lihadnyana menekankan pentingnya peran desa dan keluarga dalam memberikan pemahaman yang komprehensif kepada warga terkait bekerja di luar negeri. Ia meminta pemerintah desa untuk aktif memberikan informasi kepada masyarakat terkait dampak buruk dari TPPO dan risiko yang dihadapi jika berangkat ke luar negeri melalui jalur tidak resmi.
"Pencegahan dimulai dari tingkat desa. Orang tua harus paham betul risikonya jika anak-anak mereka bekerja di luar negeri secara ilegal. Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk memberikan pemahaman yang benar," tegas Lihadnyana.
(hsa/gsp)