Polresta Mataram menyelidiki dugaan korupsi masker itu bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKB) Nusa Tenggara Barat (NTB). Penyidik telah menerima petunjuk dari BPKP NTB agar menyerahkan bukti tambahan.
Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama mengatakan bukti tambahan tersebut sudah berbeda dari kesimpulan ekspose perkara yang dilakukan dengan BPKP NTB pada Februari 2024. Pihaknya kemudian berkirim surat ke BPKP RI.
"Itu makanya kami tunggu jawaban dari Deputi Bidang Investigasi BPKP RI karena surat permintaan kejelasan itu juga kami tembuskan ke deputi," ujar Yogi saat ditemui di salah satu hotel kawasan Lombok Barat, Senin (10/6/2024).
Yogi mengatakan, dalam penanganan kasus ini, polisi sejak penyelidikan sudah melakukan koordinasi dengan BPKP NTB. Namun, Yogi menyesalkan lambannya pergerakan BPKP NTB.
"Biar matang dalam kasus ini, kami dari awal penyelidikan sudah membangun koordinasi dengan BPKP NTB. Tetapi seperti orang ditinggal di tengah jalan," tegasnya.
dugaan korupsi masker penanggulangan COVID-19 pada 2020. Hasil ekspose perkara di tahap penyidikan bersama BPKP, disimpulkan terdapat penyimpangan yang mengakibatkan berpotensi merugikan negara sementara sebesar Rp 1,94 miliar.
Direktur Investigasi I BPKP RI Evenri Sihombing mengatakan potensi kerugian keuangan negara senilai Rp1,94 miliar hasil ekspose BPKP NTB dengan penyidik Polresta Mataram belum bisa menjadi rujukan untuk menerbitkan surat tugas penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN).
"Bukan menghambat ya, kalau terkait kerugian itu domainnya auditor, dan kerugian itu kan jangan katanya-katanya, tetapi buktinya harus valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena teman-teman auditor akan bersidang, akan diuji di persidangan, jadi bukti versi penyidik itu harus diperkuat lagi," ucap dia.
Evenri hanya mengatakan, secara prosedur, BPKP dapat meminta bukti tambahan apabila merasa bukti dari penyidik kepolisian belum lengkap untuk menjadi bahan audit.
"Ekspose itu bisa dilakukan berulang-ulang sampai buktinya cukup, baru bisa dihitung (kerugian keuangan negara). Tidak bisa langsung begitu diminta, langsung turun audit, butuh pendalaman bukti, biar hasilnya valid," katanya.
(hsa/hsa)