Empat terdakwa korupsi aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT), Thelma Debora Sonya Bana, Heri Pranyoto, Lydia Chrisanty Sunaryo, dan Bahasili Papan, divonis bebas. Mereka disidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang, Rabu (3/3/2024).
Para terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan hukum. Selain itu, harkat dan martabatnya juga harus dikembalikan seperti sedia kala. Termasuk barang bukti yang disita pun segera dikembalikan.
"Memerintahkan penuntut umum untuk membebaskan terdakwa dari tahanan," ujar Ketua Majelis Hakim Sarlota Marselina Suek di Pengadilan Negeri Kupang dikutip detikBali, Kamis (4/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para terdakwa diadili dalam berkas perkara terpisah. Majelis hakim membacakan putusan bergantian secara berurutan, mulai dari terdakwa Thelma, Heri, Lydia, dan Bahasili.
Majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan dakwaan primair Pasal 2 Ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor tidak terbukti. Begitu juga dalam dakwaan subsidair Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.
Menurut majelis hakim, proses pelelangan yang berujung penunjukan langsung kepada PT Sarana Investama Manggabar (SIM) sudah sesuai dengan prosedur. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)Nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
"Nilai kontribusi yang ditetapkan merupakan nilai wajar yang sudah ditentukan dalam peraturan tersebut sekalipun tidak menggunakan appraisal independen, melainkan oleh tim penilai yang ditetapkan oleh gubernur. Sehingga penggunaan appraisal independen menggunakan kata dapat, jadi sifatnya tidak wajib," kata Sarlota.
Sarlota menilai unsur melawan hukum dalam Pasal 2 Ayat (1) dan unsur penyalahgunaan kewenangan dalam Pasal 3 tidak terbukti. Sehingga unsur memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi tidak terbukti.
Menurut majelis hakim, upaya terdakwa justru menguntungkan Pemprov NTT dengan mendapatkan kontribusi tahunan, retribusi daerah, dan pajak pendapatan oleh Pemkab Manggarai Barat dengan adanya PT SIM.
"Bahkan, Pemprov NTT terbukti sudah menguasai fisik bangunan Hotel Plago melalui pengambilalihan sepihak dari PT SIM," ungkap Sarlota.
Menanggapi putusan itu, kuasa hukum para terdakwa dari tim advokasi Peduli dan Selamatkan Pantai Pede, Khresna Guntarto, menyambut baik putusan majelis hakim.
Menurut Khresna, putusan itu sudah tepat dan sesuai ketentuan hukum yang menjadi kepastian hukum bagi para investor yang sudah rela mengorbankan uang, waktu dan tenaga untuk melakukan pembangunan dengan skema bangun guna serah (BGS).
"Jangan sampai terjadi lagi kriminalisasi investor dengan skema BGS. Jika terulang, seluruh investor akan kabur dan ragu-ragu untuk membantu proyek pemerintah," kata Khresna.
Sebelumnya, penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT menyita tanah dan bangunan Hotel Plago di Pantai Pede, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Sabtu (9/9/2023). Penyitaan dilakukan dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemanfaatan aset Pemprov NTT.
"Tanah itu seluas 31,670 meter persegi yang di atasnya ada bangunan Hotel Plago," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati NTT AA Raka Putra Dharmana.
(hsa/dpw)