Tiga nelayan berinisial EHT, YAD, dan SYD ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Kepolisian Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Para nelayan asal Desa Pukuafu, Kecamatan Landu Leko, Kabupaten Rote Ndao, NTT itu menjadi tersangka lantaran melakukan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak.
"Kami sudah naikkan status hukum tiga nelayan itu menjadi tersangka," ujar Dirpolairud Polda NTT Kombes Irwan Deffi Nasution kepada detikBali, Rabu (24/1/2024).
Nasution mengungkap para tersangka itu dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang (UU) Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak juncto Pasal 53 dan Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Mereka terancam hukuman mati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ancaman hukuman mati dan hukuman penjara setinggi-tingginya 20 tahun penjara," ungkapnya.
Nasution mengimbau kepada masyarakat NTT agar tidak menangkap ikan dengan bahan peledak karena merusak biota laut. Dia menegaskan akan menindak tegas para pelaku yang menangkap ikan dengan bahan peledak.
"Kami tidak main-main, siapa yang menangkap ikan menggunakan bahan peledak, akan ditindak tegas sesuai peraturan yang berlaku," imbuhnya.
Ditpolairud Polda NTT sebelumnya menangkap EHT, YAD, dan SYD tiga nelayan saat mengebom ikan di perairan Tanjung Oepao, Kabupaten Rote Ndao, NTT. Mereka ditangkap pada Selasa (23/1/2024).
Adapun barang bukti yang diamankan antara lain, satu unit kapal motor dan dua buah jeriken ukuran lima liter berisi serbuk pupuk dengan berat masing-masing empat kilogram.
Polisi juga menyita satu botol fanta berisi serbuk korek api, satu unit kompresor, satu buah selang kompresor ukuran panjang 90 meter, dua buah dakor, tiga buah kacamata selam, dan satu buah perahu dayung berbahan fiber.
Disita juga dua buah dayung kayu, dua buah waring, dua buah gulung pemberat, satu buah senter kepala, tiga buah korek api gas, satu buah pipet, dan delapan buah coolbox.
(hsa/hsa)