Mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi menjalani sidang perdana kasus korupsi suap dan gratifikasi pada pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota (Pemkot) Bima periode 2019-2022, Senin (22/1/2024). Ia didakwa menerima uang suap proyek sebesar Rp 1,95 miliar.
Dalam sidang dakwaan tersebut terungkap beberapa fakta. Di antaranya keterlibatan sang istri Muhammad Lutfi, Ellya dan adik ipar Muhammad Lutfi, Muhammad Maqdis; hingga pejabat Pemkot Bima yang ikut terseret dalam kasus korupsi tersebut. Berikut rangkumannya.
Keterlibatan Istri dan Adik Ipar
Dalam sidang dakwaan, Muhammad Lutfi didakwa menerima uang suap proyek sebesar Rp 1,95 miliar dari Direktur Cabang PT Risalah Jaya Kontruksi, Muhammad Maqdis, pada proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima tahun anggaran 2019-2020. Muhammad Maqdis adalah adik kandung istri Muhammad Lutfi, Ellya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uang tersebut, kata JPU Andi, sebagai fee proyek pada pengerjaan pelebaran Jalan Nungga Toloweri serta pengadaan listrik dan penerangan jalan umum di Perumahan Oi'Foo, Kecamatan Rasanae, Kota Bima.
Andi mengatakan selama Muhammad Lutfi menjabat sebagai Wali Kota Bima periode 2018-2023, Ellya disebut sebagai orang yang berpengaruh dan orang yang memberi fasilitas atau pengatur proyek yang diberikan kepada adik kandungnya, Muhammad Maqdis, selaku Kepala Cabang PT Risalah Jaya Kontruksi.
"Bahwa pengaruh yang diberikan terdakwa bersama Ellya agar Muhammad Maqdis bisa mengerjakan paket-paket pekerjaan tersebut diawali dengan terdakwa meminta list paket proyek pekerjaan langsung maupun melalui tender kepada beberapa kepala dinas di Pemkot Bima," ujar Andi.
Bahkan JPU mengungkap beberapa nama yang diduga terlibat dalam pengaturan beberapa proyek di Pemkot Bima. Seperti Kepala Dinas PUPR Kota Bima, Muhammad Amin; Kepala Bagian Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa Pemkot Bima, Iskandar Zulkarnain; Kepala Bagian Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemkot Bima tahun 2021-2022, Agus Salim; dan Kepala Bidang Cipta Karya PUPR Pemkot Bima, Farhad.
Pada awal Januari 2019, kata Andi, Ellya mengenalkan Muhammad Maqdis ke beberapa orang yang berpotensi memberikan proyek di Pemkot Bima. Ellya mengenalkan Muhammad Maqdis kepada nama-nama tersebut di rumah dinas Muhammad Lutfi di Kelurahan Raba, Kecamatan Raba, Kota Bima.
"Bahkan Muhammad Maqdis sempat mendatangi kantor LPBJ Pemkot Bima dan kantor PUPR Kota Bima untuk melakukan pemufakatan jahat pengadaan dan jasa yang dilakukan atas perintah Elly," kata Andi.
"Istri terdakwa (di sana) melakukan pengaturan pengadaan langsung atau melalui lelang di beberapa dinas Pemkot Bima. Sebagian juga ditugaskan terdakwa bersama Muhammad Amin," imbuh Andi.
JPU mengatakan PT Risalah Jaya Kontruksi menerima pembayaran proyek dari Dinas PUPR dengan nomor kontrak 07.03/3.3/PPK.pn/PUPR/VII/2019 senilai Rp 2,7 miliar pada 1 November 2019. PT Risalah Jaya Kontruksi kemudian memberikan Rp 1,85 miliar ke Muhammad Lutfi dan Umi Ellya dalam tiga termin.
Termin pertama diberikan pada 5 November 2019 sebesar Rp 1 miliar. Pada 6 November 2019, uang sebesar Rp 350 juta dari PT Risalah Jaya Rekonstruksi diberikan kepada Ellya. Kemudian pada 11 November 2019, Muhammad Lutfi kembali menerima uang sebesar Rp 500 juta dari PT Risalah Jaya Rekonstruksi berupa cek.
"Uang tersebut diberikan ke terdakwa untuk membeli mobil Toyota sebagai hadiah ulang tahun kepada Umi Ellya," beber JPU.
Muhammad Lutfi Kendalikan 15 Proyek
Andi juga mengungkap peran Muhammad Lutfi dalam perkara dugaan korupsi suap dan gratifikasi pada sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari anggaran daerah. Muhammad Lutfi didakwa mengatur atau mengendalikan 15 proyek senilai Rp 32,6 miliar di dinas-dinas Pemkot Bima tahun anggaran 2019-2020.
"Terdakwa dalam jabatan Wali Kota Bima telah memperkaya diri dan orang lain dengan menerima gratifikasi senilai Rp 1,95 miliar pada sejumlah pelaksanaan proyek pengadaan barang dan jasa pada Pemkot Bima," kata Andi.
Andi menyampaikan bahwa sebagian besar proyek-proyek yang berada di bawah kendali Muhammad Lutfi juga turut melibatkan Ellya dan Muhammad Maqdis. 15 proyek fisik pada Dinas PUPR, DP3AKB, Dinas BPBD, dan Dinas Perindustrian Kota Bima berada di bawah kendali Muhammad Lutfi.
"Bukan hanya Dinas PUPR saja, ada juga dinas lain yang diatur atas perintah Ellya, istri terdakwa," beber Andi.
15 proyek yang dikendalikan Muhammad Lutfi melalui Ellya, dengan memberikan ploting proyek kepada Muhammad Maqdis di antaranya pekerjaan pembangunan Jalan Lingkungan Oi Fo'o II di Dinas BPBD Kota Bima nilai kontrak Rp 10,2 miliar menggunakan PT Risalah Jaya Kontruksi; pelebaran Jalan Enunngga Olo Wedi, Bidang Bina Marga Dinas PUPR dengan nilai kontrak sebesar Rp 6,7 miliar menggunakan PT Risalah Jaya Kontruksi, pekerjaan pembangunan Jalan Lingkungan Oi Fo'o I di Dinas BPBD Kota Bima dengan nilai kontrak Rp 5,3 miliar menggunakan PT CV Nawi Jaya, pengerjaan jalan lingkungan Perumahan Jati Baru dengan di Dinas BPBD Kota Bima dengan nilai kontrak Rp 1,36 miliar menggunakan CV Zhafira Jaya; pengadaan listrik dan penerangan jalan umum (PJU) di jalan Lingkungan Oi Fo'o 2, Kecamatan Rasanae, di Dinas BPBD Kota Bima dengan nilai kontrak Rp 1,9 miliar menggunakan PT Bali Lombok Sumbawa.
Lalu ada pengadaan listrik dan penerangan jalan umum (PJU) Perumahan Oi Fo'o I, Kecamatan Rasanae, di Dinas BPBD Kota Bima dengan nilai kontrak Rp 912 juta menggunakan CV Buka Layar; pengadaan listrik dan PJU perumahan Jati Baru di Dinas BPBD Kota Bima dengan nilai kontrak Rp 615 juta menggunakan CV Buka Layar; pengadaan lampu jalan Kota Bima di Dinas PUPR Kota Bima dengan nilai kontrak Rp 1,4 miliar menggunakan CV Cahaya Berlian yang juga milik adik kandung Ellya, Nasuhan; proyek SPAM Kelurahan Paruga di Dinas PUPR Kota Bima dengan nilai kontrak Rp 571 juta menggunakan CV Nawi Jaya; pengerjaan SPAM Kelurahan Tanjungan Rasanae Barat di Dinas PUPR Kota Bima dengan nilai kontrak Rp 476 juta menggunakan CV Temba Nae; pengerjaan SPAM Kelurahan Pane di Dinas PUPR Kota Bima dengan nilai kontrak Rp 286 juta menggunakan CV Indo Bima Mandiri.
Berikutnya pengerjaan SPAM Rasanae di Dinas PUPR Kota Bima dengan nilai kontrak Rp 384 juta menggunakan CV Mutiara Hitam; pengadaan mobil unit penerangan MUPEN di Dinas DP3AKB Kota Bima dengan nilai kontrak Rp 787 juta menggunakan CV Voni Perdana; pengadaan sarana dan prasarana sidang tera di Dinas Perindustrian Kota Bima dengan nilai kontrak Rp 562 juta menggunakan CV Yuanita; dan pekerjaan rehabilitasi BI di Dinas PUPR Kota Bima dengan nilai kontrak Rp 990 juta menggunakan CV Brilian.
Alasan Kuasa Hukum Tak Ajukan Eksepsi
Kuasa Hukum Muhammad Lutfi, Abdul Hanan, tidak mengajukan nota pembelaan atau eksepsi dalam sidang kasus korupsi suap dan gratifikasi pada pengadaan barang dan jasa di Pemkot Bima periode 2019-2022. Hanan membeberkan alasannya.
"Jadi saya jelaskan eksepsi atau keberatan itu di luar pokok perkara. Sekarang biarkan saja, silakan buktikan saja jaksa penuntut umum (JPU) dalam surat dakwaannya," kata Hanan seusai sidang, Senin.
Hanan meminta JPU menghadirkan semua saksi dan bisa membuktikan semua dakwaan di depan persidangan agar perkara tersebut jelas dan terang. "Kami minta juga saksi tidak dihadirkan secara online. Jadi seluruh saksi dihadirkan langsung ke persidangan karena tidak ada dasar hukumnya," katanya.
Di sisi lain, Hanan belum bisa berkomentar terkait pokok perkara yang dihadapi oleh kliennya. Hanan mengaku belum bisa menjabarkan uang yang diterima Muhammad Lutfi versi KPK senilai Rp 8,6 miliar berbeda dengan dakwaan yang dibacakan JPU senilai Rp 1,95 miliar.
"Kalau belum masuk dalam persidangan saksi, kami belum bisa berkomentar," ucap Hanan.
Muhammad Lutfi bungkam saat ditanyai terkait dakwaan jaksa. Dia hanya bisa tersenyum menyapa puluhan simpatisan dan keluarga yang hadir mengikuti persidangan.
KPK Hadirkan 92 Saksi
JPU KPK akan menghadirkan 92 saksi dalam sidang perkara korupsi dan gratifikasi Muhammad Lutfi. Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi akan digelar Senin (29/1/2024).
"Jadi ada 92 saksi yang dihadirkan. Terkait teknis nanti pihak keluarga juga ada pihak yang jadi saksi berkas perkara. Saya harap tidak masuk ke ruangan sidang saat pemeriksaan berkas perkara," kata Andi, Senin .
Pada sidang lanjutan, Andi dan tiga JPU KPK lainnya akan menghadirkan lima saksi secara langsung.
Ketua Majelis Hakim Putu Gde Hariadi mengatakan jika ada pihak terkait yang menjadi saksi dari pihak keluarga terdakwa tidak boleh mengikuti persidangan jika belum memberikan keterangan.
"Kalau ada saksi yang berkaitan dengan perkara kita minta keluar dari persidangan, begitu," kata Putu.
Putu meminta kepada jaksa KPK membuat tabel atau catatan nama-nama saksi yang dihadirkan dalam persidangan.
"Setelah itu majelis akan memutuskan apakah sidang dua kali dalam seminggu. Kalau memungkinkan sidang ketiga kita agendakan dua kali sidang dalam satu minggu," ujar Putu.
(nor/iws)