Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali terus mendalami kasus pungutan liar (pungli) pada jalur cepat atau fast track di terminal internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali. Kasus pungli tersebut diduga tak hanya dilakukan oleh eks Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Bandara I Gusti Ngurah Rai Hariyo Seto yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kasi Penkum Kejati Bali Putu Eka Sabana menuturkan Hariyo Seto bukan satu-satunya kepala seksi di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai. Menurutnya, ada tiga kepala seksi lain yang bertugas di divisi yang sama dengan Hariyo.
"Ada grup yang lain lagi. Bravo, Charlie, Delta. Seperti itulah. Nah, penyidik sekarang sedang mendalami itu," kata Eka kepada detikBali, Jumat (17/11/2023).
Tiga pejabat yang setara Hariyo itu bekerja pada waktu atau sif yang berbeda. Hanya saja, petugas hanya menemukan Hariyo dan anak buahnya yang sedang bertugas saat penggerebekan pada Selasa malam (14/11/2023).
Eka tidak memungkiri kemungkinan ada tersangka baru dari hasil penyidikan. "Nanti kami kembangkan dari keterangan para saksi. Apakah di grup yang lain itu juga melakukan hal (pungli) yang sama. Tentunya berbekal dengan hasil penyidikan saat ini," kata Eka.
Sebelumnya, Kejati Bali menahan dan menetapkan Hariyo sebagai tersangka dugaan pungli di layanan fast track Bandara Ngurah Rai. Hariyo diduga terlibat pungutan liar (pungli) pada proses pemeriksaan imigrasi jalur fast track yang bertujuan mengurai antrean di bandara internasional tersebut.
Jaksa juga mengamankan uang Rp 100 juta yang diduga hasil pungli. Hariyo kemudian dinonaktifkan sebagai Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai sejak Rabu (15/11/2023). Kini, ia dijerat dengan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 12 huruf b juncto Pasal 64 KUHP dan terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
(iws/gsp)