Rektor Universitas Udayana (Unud) nonaktif I Nyoman Gede Antara menjalani sidang eksepsi dalam perkara dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI). Dalam eksepsinya, Antara 'bernyanyi' dan menyebut sejumlah nama petinggi yang menitipkan mahasiswa ke Unud.
Rektor Antara menjalani sidang pembacaan eksepsi pribadi di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Denpasar. Antara membacakan eksepsi berisi curahan hatinya atas dakwaan dan kasus dugaan korupsi dana Unud setebal 16 halaman.
1. Sebut Perkara Hanya Rekayasa
Baru halaman pertama, Antara sudah memelas meminta belas kasihan majelis hakim atas kasus yang menjeratnya itu. Rektor nonaktif itu mengaku menjadi korban ketidakadilan atas perbuatan yang menurutnya bukan tindak pidana.
"Majelis hakim dan jaksa penuntut umum yang terhormat. Perkenankanlah saya mengungkapkan penderitaan saya, sebagai korban ketidakadilan atas perbuatan yang bukan merupakan tindak pidana. Melainkan merupakan rekayasa dari oknum-oknum tertentu," kata Antara di dalam surat eksepsinya di PN Tipikor Denpasar, Selasa (31/10/2023).
Setelah sedikit mendramatisasi posisinya sebagai terdakwa atas kasus tersebut, Antara mulai mencoba berargumen melawan tuduhan jaksa penuntut umum (JPU). Dia mulai mengkritisi beberapa dalam tuduhan JPU melalui surat dakwaan tersebut.
Pertama, Antara membahas soal pungutan SPI yang didasari oleh Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Pendidikan Tinggi (Permenristek Dikti). Yakni, Permenristek Dikti Nomor 39 Tahun 2017 dan Permenristek Dikti Nomor 25 Tahun 2020.
Sejak awal ditetapkan tersangka hingga sekarang, Antara dan pengacara tetap bergeming menggunakan peraturan tersebut sebagai dasar pungutan SPI. Sementara versi JPU, pungutan SPI seharusnya didasari oleh Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu).
"Dasar hukum program SPI adalah Peraturan Menteri Ristek Dikti Nomor 39 Tahun 2017 dan Permendikbud RI Nomor 25 tahun 2020. Khususnya, Pasal 10 Ayat 1," kata Antara.
Lalu, dia mulai mencerca dan mencacati beberapa poin lain dari dakwaan JPU. Pertama, Antara menyebut bahwa posisinya di Unud tidak tertulis jelas di dalam surat dakwaan. Karenanya, ia menilai dirinya tidak seharusnya disangka melakukan tindak korupsi.
Antara juga menyinggung soal kerugian negara yang juga disebutkan di dalam surat dakwaan. Menurutnya, dana SPI berjumlah Rp 335 miliar itu masuk ke kas Unud sebagai PNBP alias penerimaan negara bukan pajak.
Alih-alih menganggap itu sebagai kerugian, ia menganggap hal itu justru sebagai penerimaan negara. Menurutnya, kekayaan atau penerimaan negara justru bertambah melalui pungutan SPI tersebut.
"JPU semakin ngawur dan sudah tidak memakai logika sama sekali ketika menguraikan dalam Surat Dakwaan di halaman 34 paragraf. JPU mengatakan bahwa penerimaan negara yang tidak sah adalah sebagai kerugian negara," ujarnya.
"Pengertian penerimaan uang negara berarti harta/kekayaan negara bertambah, kerugian Negara artinya harta/ kekayaan Negara berkurang, jadi bagaimana mungkin penerimaan negara adalah kerugian negara?" imbuhnya.
Antara sebut nama Kajati, Pangdam, Kapolda hingga Gubernur Bali. Baca di halaman selanjutnya..
Simak Video "Video Harum Menggoda Kue Laklak, Jajanan Pasar Legendaris Buleleng"
(dpw/gsp)