Lembaga Advokasi Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) Bali mendesak Polresta Denpasar segera menuntaskan kasus penyegelan kantor LABHI Bali oleh preman. Sebab, sejak penyegelan tersebut terjadi pada Mei lalu, polisi tidak kunjung mengungkap orang yang bertanggungjawab atas kejadian itu.
"Proses penegakan hukum ini menurut kami terkesan agak lama," ujar Wayan Purwita selaku
kuasa hukum Direktur LABHI Bali, I Made Suardana, Selasa (19/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal senada disampaikan Suardana. Dia baru mengakui kinerja Polresta Denpasar jika para pelaku yang menyegel kantor LABHI Bali yang berlokasi di Jalan Badak Agung Blok C1, Desa Sumerta Kelod, Denpasar, itu dihukum.
"Kinerja Polresta Denpasar baru dianggap sempurna apabila pelakunya segera ditahan karena persoalan ini sudah masuk penyidikan," tutur Suardana. Dia juga mengingatkan agar polisi tidak terbawa terduga pelaku penyegelan sehingga mengulur waktu pemeriksaan.
Kantor LABHI Bali disatroni preman pada Mei lalu. Mereka diduga melakukan pemerasan terhadap LABHI Bali.
Suardana lantas melaporkan dugaan penyegelan kantor dan pemerasan tersebut ke polisi. Para penyegel yang diduga preman itu kembali berulah pada 23 Mei 2023 dengan menyegel permanen kantor tersebut menggunakan kayu dan papan.
Penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Denpasar menyita barang bukti terkait penyegelan kantor LABHI Bali pada Selasa lalu (12/9/2023). "Penyitaan barang bukti merupakan langkah penting dalam proses hukum agar penyidikan kasus ini berjalan dengan adil dan barang bukti juga dapat mendukung kebenaran terhadap laporan tersebut," katanya Rabu (13/9/2023).
Sukadi menjelaskan barang bukti yang disita dari kantor LABHI Bali yakni dua papan triplek, tiga kayu siku, dan lima kayu balok. Berbagai barang bukti itu disita karena digunakan oleh preman untuk menutup pintu kantor LABHI Bali.
Artikel ini ditulis oleh Ni Kadek Restu Tresnawati peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(gsp/iws)