Kasus reklamasi di Pantai Melasti, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Bali, memasuki babak baru. Kepolisian Daerah (Polda) Bali menetapkan Bendesa Desa Adat Ungasan I Wayan Disel Astawa alias IDWA (52) sebagai salah satu tersangka.
Sosok Disel tak asing lagi bagi warga Bali. Dia juga dikenal sebagai anggota DPRD Bali sekaligus Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Badung. Sebelum bergabung dengan Gerindra, Disel merupakan kader PDI Perjuangan. Ia kembali menjadi bakal calon legislatif (bacaleg) DPRD Bali untuk Pemilu 2024.
"Jadi dari gelar perkasa tersebut telah diambil kesimpulan, yang tadinya terlapor menjadi tersangka," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Bali Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto saat konferensi pers di kantornya, Senin (29/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain Disel, polisi juga menetapkan empat tersangka lainnya terkait reklamasi Pantai Melasti, yakni seorang karyawan swasta berinisial GMK (58); seorang pegawai swasta MS (52); KG (62) pengusaha dari Surabaya; dan T (64) karyawan swasta dari Surabaya.
Kasus reklamasi Pantai Melasti diterima oleh Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali pada 28 Juni 2022. Sebelum menetapkan kelima tersangka, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali telah melakukan gelar perkara pada Jumat (26/5/2023).
Berikut fakta-fakta reklamasi di Pantai Melasti yang berujung penetapan lima orang tersangka:
Tersangka Dijerat Pasal Berlapis
Polda Bali menjerat lima tersangka reklamasi Pantai Melasti, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, dengan pasal berlapis. Kelimanya terancam maksimal tiga tahun penjara.
"Sementara ini memang belum dilakukan penahanan terhadap para tersangka dan mungkin juga tidak ditahan karena di bawah lima tahun," jelas Satake Bayu.
Diketahui, tersangka GMK dan MS merupakan Direktur Utama PT Tebing Mas Estate yang berperan sebagai pelaku utama reklamasi di Pantai Melasti. Sementara itu, tiga tersangka lainnya yakni Disel, KG, dan T berperan dalam mengizinkan pengerukan lahan dan menerima sumbangan dana.
Kasubdit II Ditreskrimum Polda Bali AKBP I Made Witaya mengatakan telah memeriksa saksi ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Basuki Wasis terkait kasus reklamasi di Pantai Melasti. Dari pemeriksaan itu, diketahui aktivitas reklamasi itu menyebabkan kerusakan lingkungan dan ekosistem biota laut.
"Ahli Kementerian Lingkungan Hidup Prof Basuki mengatakan bahwa ini sudah reklamasi, ada kerusakan lingkungan dan biota laut," kata Witaya saat konferensi pers di kantornya, Senin (29/5/2023).
"Ada kerusakan pemanfaatan daerah pesisir termasuk lahan-lahan yang tadinya ada biota-biota laut yang tumbuh dan berkembang di sana," tambah Witaya.
![]() |
Berawal dari Laporan Satpol PP Badung
Kasus reklamasi Pantai Melasti bermula dari laporan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Badung I Gusti Agung Ketut Suryanegara ke Polda Bali. Pengurukan laut itu diduga berlangsung tanpa izin.
Suryanegara menyebut aktivitas reklamasi tanpa izin atas nama PT Tebing Mas Estate di Pantai Melasti merupakan bentuk kesewenang-wenangan. Ia pun mengapresiasi penetapan tersangka tersebut.
"Kami mengapresiasi Polda Bali serta jajaran. Prinsipnya telah terjadi kesewenang-wenangan (reklamasi) oleh orang yang bukan berwenang dan terjadinya di Badung. Apalagi itu terkait dengan pidana, wajib kami laporkan," tegas Suryanegara, Senin (29/5/2023).
Suryanegara melayangkan laporan dugaan reklamasi ilegal di Pantai Melasti kepada Polda Bali pada 28 Juni 2022. Adapun, mulanya saat petugas mengecek pesisir Melasti pada Juni 2022. Di kawasan tersebut, petugas melihat adanya material batu kapur yang menjorok ke perairan.
Di sebelah utara lokasi tersebut juga ditemukan bekas pengerukan tebing. Diduga, material itu dipakai untuk menguruk pesisir. Adapun luasan area reklamasi telah mencapai 2,2 hektare berdasarkan hasil pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Badung.
Sementara itu, Kasubdit II Ditreskrimum Polda Bali AKBP I Made Witaya menjelaskan reklamasi di Pantai Melasti telah dimulai pada Februari 2018 dengan beberapa kelompok nelayan. Reklamasi tersebut sempat disetop dan tidak diizinkan lagi oleh desa adat.
"Awal penyetopan itu karena ada sidak dari desa dan prajuru desa setempat, bahwa ada dugaan pengurukan ilegal," ujar Witaya.
Saat ini, jelas Witaya, area reklamasi Pantai Melasti itu di-status quo-kan. Ia juga tengah berkoordinasi dengan jaksa terkait kasus tersebut.
"Sementara kami masih tahap satu (dalam) proses pemberkasan ke kejaksaan. Sambil koordinasi dengan jaksa, apabila nanti ada yang mengarah ke tersangka lain akan diberitahukan lebih lanjut," tegasnya.
Dugaan Aliran Dana Rp 5 Miliar ke Desa Adat Ungasan
Polda Bali mengendus aliran dana ke Desa Adat Ungasan terkait reklamasi ilegal di Pantai Melasti. Desa Adat itu diduga menerima duit Rp 5 miliar dari pengembang reklamasi PT Tebing Mas Estate.
"Dari pihak perusahaan yang melakukan reklamasi," ujar Kabid Humas Polda Bali Kombes Satake Bayu Setianto. Adapun PT Tebing Mas Estate belum memberikan klarifikasi terhadap hal tersebut.
Kasubdit II Ditreskrimum Polda Bali AKBP I Made Witaya mengatakan reklamasi tanpa izin di Pantai Melasti menghabiskan dana sekitar Rp 4 miliar. "Sesuai dengan data yang kami dapatkan, sementara ini ada Rp 4 miliar untuk reklamasi dan Rp 5 miliar untuk sumbangan ke desa adat," katanya saat konferensi pers di kantornya, Senin (29/5/2023).
Witaya melanjutkan penyidik saat ini tengah menyelidiki terkait dugaan aliran dana tersebut. Ia menambahkan, pemilik proyek reklamasi berjanji pada nelayan setempat akan membangun beach club. "Di sana dijanjikan akan dibangun beach club," tandasnya.
Disel Tercatat Sebagai Bacaleg DPRD Bali di Pemilu 2024
Bendesa Ungasan I Wayan Disel Astawa alias IWDA yang ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus reklamasi di Pantai Melasti juga tercatat sebagai bacaleg DPRD Bali untuk Pemilu 2024. Ia ditetapkan sebagai tersangka saat tahapan Pemilu sedang berjalan.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Badung I Wayan Semara Cipta menyatakan bakal caleg yang terjerat kasus hukum hingga menjadi tersangka masih memungkinkan untuk dilantik. Dia menegaskan tahapan Pemilu tetap berjalan.
"Saat verifikasi administrasi dokumen, KPU tidak melihat apakah seseorang dalam (jalani) proses hukum ditetapkan jadi tersangka, sampai diputuskan pengadilan. Tahapan tetap berjalan dan yang kami verifikasi adalah dokumen persyaratan bakal calon," kata Semara, Senin (29/5/2023).
Semara menjelaskan regulasi KPU tidak mengatur tentang bacaleg yang tersangkut kasus hukum, apakah akan dikeluarkan dari proses pencalonan. Ia juga menegaskan peserta pemilu adalah partai politik bukan perseorangan.
"Bukan jadi ranah KPU dalam kasus ini. Misalnya kondisi terburuk, proses tersangka hingga terpidana, terpilih, dan dilantik, tugas KPU ya sampai di situ (pelantikan). Begitu dia diputuskan (pengadilan), itu jadi ranah badan kehormatan di DPRD," tandasnya.
(iws/gsp)