Dua pelaku pemerkosaan remaja yatim berinisial NLP (16) di Kecamatan Melaya, Jembrana, telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Meski begitu, keluarga korban mengaku belum tenang.
"Meski kedua tersangka PN (59) dan GP (57) sudah ditangkap polisi, kami masih belum tenang. Tersangka GP ini masih terus melakukan upaya damai dan tetap tidak mengakui perbuatan kejinya itu terhadap keponakan saya," kata paman korban, KED (42), Minggu (29/1/2023).
Pria yang berprofesi sebagai buruh serabutan ini mengatakan keluarga dari tersangka GP terus mencoba menjalin komunikasi untuk berdamai. "Beberapa kali terus ke rumah minta damai, tapi keluarga tetap meminta proses hukum berlanjut," ujar KED.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terpisah, Ketua Pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) Jembrana Ida Bagus Panca Sidarta menyampaikan proses hukum tidak bisa dihentikan. Menurutnya pelecehan seksual terhadap anak tidak dapat ditoleransi.
"Kalau sudah menyangkut kekerasan terhadap anak oleh orang dewasa, apalagi sampai melecehkan tidak bisa toleransi. Bukan delik aduan juga, laporan tidak bisa dicabut," tegas Panca.
Menurut Panca meskipun tidak ada laporan resmi dari korban maupun keluarga korban, apabila korbannya masih anak di bawah umur tetap bisa diproses hukum. Polisi sudah bisa melakukan penyelidikan jika mendapat pengaduan dari masyarakat bahwa ada anak di bawah umur dicabuli.
"Terpenting ada pengaduan atau informasi. Polisi bisa menindaklanjuti. Makanya masyarakat atau siapapun menutup-nutupi kalau korban di bawah umur," imbuh Panca.
Mengenai kasus yang menimpa NLP, korban mengaku dicabuli dua orang PN dan GP. Bahkan GP diketahui merupakan tetangga dekatnya serta masih ada hubungan keluarga. Hal itu diketahui berdasarkan hasil pendampingan P2TP2A kepada korban bersama dinas terkait.
"Intinya kekerasan terhadap anak tidak hanya dilakukan oleh orang lain," kata Panca.
"Kalau korban anak, dan pelaku dewasa maka harus diproses, tidak bisa diselesaikan secara damai," imbuhnya.
Terkait salah satu tersangka yang masih belum mengakui perbuatannya, Panca menyebut hal itu lumrah terjadi. Menurutnya polisi sudah mengantongi bukti yang cukup kuat untuk bisa menetapkan status tersangka.
"Tersangka GP yang belum mengakui, merupakan residivis kasus yang sama pada tahun 2014. Polisi pasti sudah memiliki alat bukti yang kuat, pembuktian dilakukan di pengadilan dan kami akan kawal sampai selesai," tandasnya.
Modus Pelaku
Sebelumnya, Polres Jembrana menangkap dua pemerkosa remaja yatim inisial NLP (16) di Jembrana. Pelaku berinisial PN (59) dan GP (57) melakukan aksi bejatnya dengan modus iming-iming dibelikan sesuatu dan melakukan pengecekan keperawanan.
"Dia (PN) membujuk, salah satunya dengan modus untuk melakukan pengecekan apakah masih perawan atau tidak, jadi bujukan-bujukan seperti itu," ungkap Kapolres Jembrana AKBP I Dewa Gde Juliana saat melaksanakan pers release di aula Polres Jembrana, Sabtu (28/1/2023).
Kedua pelaku dan NLP masih bertetangga dan sering bertemu saat melakukan aktivitas menyabit rumput di kebun yang hanya berjarak 2 kilometer dari rumah korban. Pelaku kemudian memanfaatkan kondisi sepi untuk mengintimidasi remaja lulusan SD itu.
Pemerkosaan terungkap lantaran NLP sering menyendiri dan mengeluh sakit pinggang. Perilaku tak biasa NLP itu membuat keluarga bertanya-tanya.
NLP awalnya tidak mau mengaku ihwal pemerkosaan yang dialaminya. Setelah diinterogasi keluarga, akhirnya ia mau bercerita. Keluarga kemudian melaporkan kasus pencabulan ke Polres Jembrana pada 12 Januari 2023 dengan surat laporan polisi bernomor STTLP/8/1/2023/SPKT/Polres Jembrana/Polda Bali. Korban pun sudah melakukan visum di RSU Negara.
(iws/hsa)