Permohonan itu ia sampaikan saat membacakan nota pembelaan atau pledoi pribadi dalam persidangan yang berlangsung pada Selasa (16/8/2022).
"Saya akhiri nota pembelaan ini dengan memohon kepada Majelis Hakim agar membebaskan saya dari segala tuntutan Penuntut Umum atau memohon keputusan yang seadil-adilnya," kata Eka Wiryastuti.
Ia bahkan sempat terdengar menangis saat menyampaikan nota pembelaan sebanyak empat halaman itu. Dalam nota pembelaan itu, ia tidak memungkiri soal perintahnya untuk melakukan koordinasi mengenai penyebab pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK).
"Memang betul itu adalah koordinasi saya untuk mengetahui jalannya anggaran serta mencari tahu apa penyebab Kabupaten Tabanan tidak mendapatkannya," tegasnya.
Baginya, rekaman pembicaraan itu wajar dan normatif dalam kapasitasnya sebagai bupati saat itu untuk fokus dalam mengurus anggaran daerah.
Mantan Bupati Tabanan dua periode ini juga membenarkan telah mengangkat Dewa Nyoman Wiratmaja sebagai staf khusus bidang ekonomi dan pembangunan.
Namun terkait dengan posisinya yang dipandang sebagai representasi dirinya, menurutnya, itu dari sudut pandang orang lain karena melihat kedekatan Dewa Wiratmaja sebagai sepupunya.
"Yang jelas saya tidak pernah mengenalkan yang bersangkutan (Dewa Wiratmaja) sebagai representasi saya sebagai Bupati Tabanan," imbuhnya.
Eka Wiryastuti juga mengaku tidak mengetahui adanya pengumpulan dana dari Dewa Wiratmaja untuk kepentingan mengurus DID. Karena sepengetahuannya, DID bersifat murni berdasarkan capaian kinerja.
"Apabila ada beberapa kesempatan saya dan Dewa Nyoman Wiratmaja kebetulan bersama di luar daerah dikarenakan saya mempercayainya untuk menyelesaikan dan mengurus perceraian saya dengan mantan suami di Jakarta," tegasnya.
Dalam nota pembelaan itu, Eka Wiryastuti menegaskan ia murni hanya mengabdi dan berusaha melakukan yang terbaik untuk daerah yang dipimpinnya saat menjadi Bupati Tabanan.
"Saya hanya seorang Ibu Eka yang memiliki keyakinan dan niat baik untuk membangun Tabanan sampai dengan dua periode," ujar Eka yang saat itu suaranya terbata-bata karena sudah menangis.
Eka Wiryastuti menambahkan, perkara yang tengah dihadapinya sebagai cobaan terberat dalam hidupnya setelah mengabdi kepada daerahnya selama sepuluh tahun.
"Di mana telah dituduh melakukan suap dalam tindak pidana korupsi. Di mana saya merugikan negara? Dana mana yang sudah saya ambil untuk keperluan pribadi," tegasnya.
Selain beberapa hal itu, ia juga menyebut soal ketidakpantasan soal buku agenda berisi ketentuan proyek, fee, pembayaran DID, arahan-arahan, dan sebagainya. Baginya, buku agenda tidak seharusnya masuk ke dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Secara tegas saya sampaikan buku agenda tersebut bukan milik saya. Dan saya tidak mengetahui siapa pemiliknya," tegasnya.
Ia juga meminta agar rekaman percakapan antara mantan staf khususnya, Dewa Nyoman Wiratmaja, dan mantan Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa, Dewa Ayu Sri Budiartini, dikonfrontir ulang.
"Tentang rekaman antara Dewa Nyoman Wiratmaja dan Dewa Ayu tentang 80 dan 20 persen, murni saya tidak paham dengan pembicaraan itu dan saya mohon agar rekaman tersebut dikonfrontir ulang kembali agar tidak menjadi fitnah. Karena ini sama saja dengan pemerasan," pungkasnya.
Selain disampaikan secara pribadi, nota pembelaan Eka Wiryastuti juga disampaikan tim penasihat hukumnya yang dikoordinir Gede Wija Kusuma.
Dalam nota pembelaan tersebut, tim penasihat hukum Eka Wiryastuti berfokus pada dakwaan alternatif pertama yang dipilih Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat tuntutannya.
Pada dakwaan alternatif pertama, Eka Wiryastuti didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi beserta perubahannya yang dimuat pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(nor/nor)