Dua terdakwanya yakni mantan Bendesa Adat Sunantaya yang juga mantan anggota DPRD Kabupaten Tabanan dua periode, I Gede Wayan Sutarja, dan mantan Sekretaris LPD Sunantaya, Ni Putu Eka Suandewi, pada Kamis malam, (2/60/2022) menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan.
Sidang tersebut diikuti kedua terdakwa secara virtual di tempat yang berbeda. Terdakwa I Gede Wayan Sutarja mengikuti sidang dari ruang tahanan (rutan) di Lapas Kelas II B Tabanan. Sedangkan terdakwa Ni Putu Eka Suandewi mengikuti sidang dari ruang video conference di Kejari Tabanan.
Seperti diungkapkan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Tabanan, I Gusti Ngurah Anom Sukawinata, dalam sidang yang berlangsung secara virtual dan dengan majelis yang diketuai hakim Heriyanti tersebut, kedua terdakwa dituntut berbeda.
Mengutip amar tuntutan, Anom menyebutkan, terdakwa I Gede Wayan Sutarja dalam kapasitasnya sebagai mantan panureksa atau pengawas LPD Sunantaya, dituntut dengan hukuman selama empat tahun penjara.
Sedangkan Ni Putu Eka Suandewi selaku mantan Sekretaris LPD Sunantaya dituntut lebih berat lagi yakni lima tahun penjara.
"Tim penuntut umum menuntut terdakwa I Gede Wayan Sutarja dengan hukuman selama empat tahun penjara dikurangi masa tahanan sementara. Sementara terdakwa Ni Putu Eka Suandewi dituntut lima tahun penjara," jelas Anom Sukawinata, Jumat, (3/6/2022).
Selain dituntut empat tahun penjara, I Gede Wayan Sutarja juga dituntut dengan pidana denda sebesar Rp 300 juta dengan ketentuan bila denda itu tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
"Terdakwa I Gede Wayan Sutarja juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1.164.657.500 paling lama dalam waktu satu bulan setelah perkaranya memperoleh kekuatan hukum tetap dan apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar maka dipidana dengan pidana penjara selama dua tahun," imbuhnya.
Selain itu, jaksa juga menuntut majelis hakim agar menetapkan Sutarja terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan primer. Yakni melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tim JPU, sambungnya, juga menuntut aset berupa tanah dan bangunannya di Perumahan Griya Multi Jadi Blok C, Desa Banjaranyar, Kecamatan Kediri dengan sertifikat hak milik nomor 5431 seluas 99 meter persegi dan 5432 seluas 105 meter persegi atas nama terdakwa disita untuk dikembalikan ke pihak LPD Sunantaya.
"Dan dari pihak LPD Sunantaya dapat melelang sesuai prosedur yang berlaku dan hasil pelelangan itu dapat diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian keuangan negara," jelasnya.
Tuntutan serupa juga dilakukan tim JPU kepada terdakwa Ni Putu Eka Suandewi. Dalam amar putusannya, penuntut umum menyebutkan perbuatan Ni Putu Eka Suandewi terbukti melanggar pasal yang sama seperti diterapkan kepada terdakwa I Gede Wayan Sutarja.
Meski sama dari sisi pasal yang dilanggar, penuntut umum hanya menuntut Ni Putu Eka Suandewi dengan pidana denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan bila denda itu tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Selain itu, terdakwa Ni Putu Eka Suandewi juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 226.220.000 paling lama dalam satu bulan setelah perkaranya memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar maka dipidana dengan pidana penjara selama dua tahun enam bulan," jelas Anom seraya menyebutkan kedua terdakwa mengajukan pledoi atau pembelaan yang akan disampaikan dalam sidang berikutnya pada 16 Juni 2022 mendatang. (*)
(nor/nor)