Lombok tidak hanya kaya akan alamnya yang indah, tetapi juga budaya dan seni tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat setempat. Salah satunya adalah Tari Suling Dewa yang dipercaya oleh masyarakat Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), sebagai tarian memohon hujan.
Tari Suling Dewa merupakan kebudayaan yang berhubungan dengan alam, manusia, dan Tuhan. Sebelum dikenal dengan sebutan Tari Suling Dewa, masyarakat dahulu menyebutnya Tari Mendewa.
Tarian ini memiliki sejarah yang panjang, di mana masyarakat percaya ketika suling ditiup dapat menurunkan air hujan dan memberikan kehidupan di bumi. Dalam pelaksanaanya, tarian ini dibawakan oleh penari pria dan perempuan dengan diiringi alunan seruling yang merdu.
Berikut ulasan mengenai Tari Suling Dewa, asal-usul, makna filosofi dan proses pelaksanaan yang dirangkum dari berbagai sumber.
Asal Mula Tari Suling Dewa
Tarian ini tercipta dalam upaya yang dilakukan oleh masyarakat Bayan untuk mengatasi kemarau panjang melanda Desa Bayan. Saat itu masyarakat Bayan panik, segala jenis tumbuhan yang ditanam mati dan tidak bisa tumbuh. Selain itu, mereka juga kekurangan air bersih. Fenomena Kemarau Panjang ini mereka alami selama 3 tahun.
Fenomena menyengsarakan masyarakat bayan karena hidup mereka bergantung pada bersawah dan berkebun. Melihat kesengsaraan yang dialami oleh masyarakat Bayan, para tetua adat melakukan ritual berupa Tari Mandewa atau Tari Suling Dewa. Tarian ini hanya ditampilkan saat desa mengalami kemarau panjang.
Makna filosofi
Bagi masyarakat Bayan Tari Suling Dewa memiliki makna filosofi yang dipegang teguh oleh masyarakatnya. Sebagian masyarakat percaya bahwa tarian ini sebagai jembatan untuk menyampaikan pesan dan harapan yang dimiliki oleh masyarakat Bayan kepada dewi Gunung Rinjani yaitu Dewi Anjani.
Tarian ini juga bentuk rasa syukur atas keselamatan dan kesuburan tanah bayan yang diberikan oleh Tuhan Maha Esa dan leluhur masyarakat Bayan. Selain itu, Makna yang terkandung dalam tarian ini adalah untuk mengenang perjuangan para nenek moyang yang sudah terlebih dahulu melaksanakan ritual ini.
Proses pelaksanaan
Tari Suling Dewa ini biasa dilakukan di bawah pohon besar yang rindang atau di tempat sumber mata air. Para penari menggunakan kemben, kain sarung dan selendang untuk penari putri. Sedangkan penari putra hanya menggunakan kain sarung dan kain pengikat pinggang saja.
Dalam pelaksanaanya, diawali dengan tetua adat memasuki bale adat bersama para penari beserta inan gending dan amaq gending. Selanjutnya para masyarakat menyiapkan sesajen yang terdiri dari piranti beras kuning, uang bolong, ayam berbulu hitam, gula merah, bokor sirih, air kembang dan empat telur ayam. Kemudian tetua adat akan membacakan sebuah mantra untuk memohon hujan. Dalam lantunan mantranya juga terdapat ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Setelah melakukan pembacaan doa, lalu penari keluar dari rumah adat dengan membawa sesajen. Para penari membentuk formasi satu barisan dengan penari yang membawa sesaji berada paling depan. Lalu mereka menunduk seperti memberikan salam penghormatan dan dilanjutkan dengan memulai tarian. Selama pertunjukan akan diiringi dengan suling sebagai instrumen penting dalam tarian ini. Tarian ini juga diiringi dengan lantunan syair yang dinyanyikan olehinan gending.
Simak Video "Membuat Gerabah Menarik di Desa Banyumulek, Lombok"
(nor/nor)