Warga Bima, Nusa Tenggara Barat, (NTB) memiliki tradisi unik dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri setiap tahun. Salah satunya menyalakan ilopeta di sekeliling hingga pekarangan rumah. Tradisi ini dilakukan pada tiga hari menjelang perayaan Idul Fitri.
Untuk diketahui, ilopeta adalah lilin tradisional khas Bima. Ilopeta hanya dijumpai dan dijual di pasar saat mendekati Hari Raya Idul Fitri. Pembuatannya pun hanya dilakukan dalam setahun sekali.
Bahan utama pembuatan ilopeta yakni dari buah pohon mantau dan biji pohon jarak yang disangrai lalu ditumbuk agar menghasilkan minyak. Kemudian, minyak itu dicampur dengan kapas, lalu ditempelkan ke potongan kayu kecil atau bambu persis seperti tusukan sate.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah seorang warga Bima, Syafruddin (30), mengatakan tiga hari menjelang Idul Fitri, dia selalu menyalakan ilopeta di setiap sudut-sudut hingga di depan pintu rumahnya.
"Tiga hari jelang idul Fitri, sudah menjadi kebiasaan dan tradisi saya menyalakan ilopeta seperti ini," ujarnya kepada detikBali, Jumat, (28/3/2025) malam.
Warga lain, Nurhayati (40), mengungkapkan tujuan menyalakan ilopeta di rumahnya untuk menyambut kedatangan sanak keluarga dari luar daerah yang akan Lebaran di kampung halaman.
"Ilopeta yang dinyalakan ini sebagai simbol kegembiraan dan kebersamaan dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri bersama keluarga besar," ungkapnya.
Selain itu, menyalakan ilopeta juga menghormati arwah sanak keluarga yang sudah meninggal dunia. "Menyalakan ilopeta juga untuk menyambut arwah sanak keluarga yang sudah meninggal. Karena diyakini akan datang untuk melihat kondisi dan suasana rumah," ujarnya.
Meski demikian, tradisi menyalakan ilopeta di Bima sudah mulai terkikis. Bahkan generasi penerus saat ini banyak yang tak mengetahui tentang prosesi dan makna menyalakan ilopeta tiga hari menjelang Idul Fitri.
"Saat ini, ilopeta hanya dinyalakan di rumah tertentu saja. Dulunya, hampir merata di semua rumah," imbuhnya.
(hsa/hsa)