Upacara mabiyukukung merupakan salah satu ritual unik di Bali. Upacara ini tertuju pada sektor agraria dengan makna permohonan terkait kesuburan padi dari para petani.
Berikut kami bagikan informasi mengenai pengertiqan, fungsi, dan sarana upacara mabiyukukung. Informasi ini dilansi dari artikel jurnal UPACARA BIYUKUKUNG (Kearifan Lokal Masyarakat Bali dalam Menjaga Teo-Agrikultur) karya Ni Nyoman Suastini.
Pengertian Mabiyukukung
Upacara mabiyukukung atau biyukukung berasal dari kata "upacara dan biyukukung". Kata "upacara" berasal dari akar kata "upa" yang berarti 'berhubungan dengan' dan "cara" dari akar kata "car" yang berarti gerak. Sehingga upacara diartikan sebagai gerakan (pelaksanaan) serangkaian upakara-upakara dalam suatu yadnya guna memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan kata "biyukukung" berasal dari kata 'beya' dan 'kukung'. Kata 'beya' berarti biaya dan 'kukung' berasal dari kata 'kung' dengan arti asmara atau cinta. Sehingga upacara mabiyukukung ini memiliki makna permohonan kepada manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar padi yang sedang mengandung di sawah atau pertemuan asmara antara kepala putik dengan tepung sari dan berlanjut terjadinya pembuahan, berhasil, dan selamat. Asmara ini ditujukan sebagaimana Bhatara Sri dengan Bhatara Wisnu.
Adapun upacara mabiyukukung ini juga didasari sebagaimana upacara padi yang terdapat dalam Lontar Bhagawan Sukra dengan bunyi sebagai berikut:
Nyan tingkahing nandur pari ring sawah, yayan nuasen iki wilangan bulih..., iki mantranya "Ong anasira Rsi Gana rupa kadiliman matadumilah angilangakena sasab merana wigenaning pari. Ong Ung Pat, iki bantenya cawu petik 6 (nenem), cawu mumbul 1 (asiki)". Sampun matuwuh duang puluh dina; nasin pulung 4 (papat), ketipat pandawa 2 (dadua), matuwuh duanglek blayag 6 (nenem), katipat genep 1 (asiki), asem, punyan phala, klungah kinasturi, matuwuh tiganglek majerimpen abyukukung ngaranya..., iki mantran banten mabyukukung "Pakulun Bhatara Sri sangayusa maduning dukut ira nini angirutaken Sri kabeh, Ong Sanghyang Sika tan koya langgana irutaken parisawah angetana paraknarigaga sawah ingulun, Sang Metri tan koya langgana angirutakena parisawah anglone parakena rigaga sawah inghulun, Sang Kurusya tan koya langgana irutakena parisawah anglone parakna rigaga sawah ingulun, ri madya Sang Pretenjala araningulun ong astu swaha (Lontar Bhagawan Sukra, Nomor: 3b).
Artinya:
Kalau hendak bercocok tanam padi di sawah inilah hal-hal yang harus diperhatikan; pada saat mulai menanam padi (nuasen) ini jumlah bibit yang harus di tanam..., ini mantranya "Ong anasira Rsi Gana rupa kadiliman matadumilah angilangekena sasab merana wigenaning pari, ong ung pat. Ini banten/ upakaranya; cawu petik 6 (enam), cawu mumbul 1 (satu)". Sesudah padi berumur duapuluh hari, ini upakaranya; nasi pulung 4 (empat), ketupat pandawa 2 (dua), berumur dua bulan, ini upakaranya; blayag 6 (enam), ketupat genep 1 (satu), asem, pohon phala, klungah kinasturi, dan sesudah padi di sawah berumur 3 bulan (hamil) upacara abyukukung/mabyukukung namanya; ini mantranya "Pakulun Bhatara Sri sangayusa maduning dukut ira nini angirutaken Sri kabeh, Ong Sanghyang Sika tan koya langgana irutaken parisawah angetana paraknarigaga sawah ingulun, Sang Metri tan koya langgana angirutakena parisawah anglone parakena rigaga sawah inghulun, Sang Kurusya tan koya langgana irutakena parisawah anglone parakna rigaga sawah ingulun, ri madya Sang Pretenjala araningulun ong astu swaha".
Fungsi Upacara Mabiyukukung
Upacara mabiyukukung memiliki fungsi utama sebagai sarana memohon agar padi yang sedang ditanam mendapatkan kerahayuan dan kesuburan sehingga dapat berbuah lebat. Selain itu, upacara ini juga berfungsi sebagai bentuk ungkapan terima kasih dan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas berkat dan karunianya sehingga padi yang ditanam oleh para petani bisa tumbuh dengan subur. Namun selain itu, terdapat beberapa fungsi luas upacara mabiyukukung, diantaranya sebagai berikut:
- Fungsi Religius
Melalui upacara ini, kita dapat menilai bagaimana nilai-nilai agama selalu dijadikan pedoman dalam setiap ritual yang dilakukan sebagai pedoman berkehidupan masyarakat Bali. Upacara ini merupakan wujud penghargaan dari masyarakat terhadap beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat sakral dan suci, sehingga dapat dijadikan pedoman bagi tingkah laku beragama warga masyarakat bersangkutan (Wikarma, 1995).
- Fungsi Sosial
Melalui upacara ini, dapat dilihat seberapa besar pengaruh ritual keagamaan terhadap pranata-pranata sosial (individu, keluarga, dan masyarakat). Adanya ritual keagamaan dalam wujud upacara-upacara mengharuskan masyarakat Bali untuk saling berinteraksi satu sama lain karena kegiatan upacara memang biasanya dilakukan secara gotong-royong. Biasanya kegiatan gotong-royong mengerjakan berbagai persiapan upacara ini disebut dengan istilah ngayah. Hal ini, karena tindakan tersebut harus dilakukan secara tulus ikhlas tanpa mendapatkan bayaran apapun.
Sarana Upacara Mabiyukukung
Dalam melakukan upacara mabiyukukung, terdapat beberapa banten persembahan yang digunakan sebagai sarana atau medianya, antara lain sebagai berikut:
- Banten Sorohan
- Banten Penguritan
- Sampiyan Banten Jerimpen di Wakul
- Banten Cau
- Banten Temuku
- Sayut Pabersihan
- Canang Gede
- Penjor Biyukukung
Upacara mabiyukukung dilakukan pada area persawahan, tepatnya pada bagian pintu air atau lubang air yang menjadi tempat (hulu) masuknya air di tiap petak-petak sawah garapan. Berbeda dari upacara pada umumnya, pamuput atau penyudahan upacara tidak harus dilakukan oleh pemangku, melainkan dapat dilakukan sendiri oleh pemilik sawah.
Demikianlah informasi mengenai upacara mabiyukukung beserta pengertian, fungsi, dan sarana upacaranya. Semoga informasi ini dapat berguna dan menambah wawasan detikers mengenai tradisi dan ritual-ritual yang ada di Bali.
(iws/iws)