Cuntaka atau sebel adalah kondisi seseorang dianggap tidak suci menurut pandangan agama Hindu. Istilah ini juga memiliki arti cemer atau letuh yang tertuang dalam kamus Kawi-Indonesia. Adapun berdasarkan Pesamuan Agung PHDP Nomor 015/Tap/PA.PHDP/1984, istilah cuntaka merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan keadaan kotor (tidak suci) secara niskala pada seseorang.
Terdapat dua jenis cuntaka yang dibedakan berdasarkan sumbernya. Cuntaka internal merupakan keadaan kotor yang disebabkan oleh diri sendiri. Sedangkan cuntaka eksternal, yaitu keadaan kotor yang disebabkan oleh seseorang dan berimbas pada orang lain. Kedua jenis cuntaka tersebut menyebabkan umat Hindu dilarang untuk memasuki tempat suci (pura) dan mengikuti upacara keagamaan.
Lantas kondisi seperti apa saja ya yang menyebabkan masyarakat Hindu Bali cuntaka? Dikutip dari berbagai sumber, berikut kondisi-kondisi yang menyebabkan masyarakat Hindu Bali dikatakan cuntaka (tidak suci).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kematian
Orang yang terkena cuntaka pada peristiwa kematian adalah keluarga terdekat hingga jauh dari almarhum atau almarhumah. Selain itu, juga pada orang-orang yang mengantarkan jenazah beserta alat-alat yang digunakan dalam prosesi pemakaman tersebut.
Keguguran Kandungan
Orang yang terkena cuntaka pada peristiwa keguguran adalah calon ibu yang mengalami keguguran, suaminya, dan rumah yang ditempati. Cuntaka dialami hingga 42 hari dan berakhir jika sudah memperoleh tirtha (air suci) pembersihan.
Menstruasi
Orang yang terkena cuntaka pada haid atau menstruasi adalah yang mengalami itu sendiri dengan kamar tidurnya. Cuntaka akan berakhir ketika orang tersebut sudah berhenti mengeluarkan darah dan melakukan pembersihan.
Perkawinan
Orang yang cuntaka pada perkawinan adalah kedua mempelai yang melangsungkan pernikahan. Cuntaka dalam kondisi ini akan berakhir ketika kedua mempelai telah melakukan upacara penyucian dan mendapatkan tirta pabeakaonan.
Sehabis Bersalin
Orang yang mengalami cuntaka sehabis melahirkan adalah ibu yang melakukan persalinan, suaminya, dan rumah yang ditempati. Cuntaka akan dialami selama 42 hari dan akan berakhir ketika mendapat tirta pembersihan serta khusus pada suami akan berakhir ketika pusar bayinya lepas.
Agamya Gamana (Mempersuami atau Istri Orang yang Tidak Pantas)
Kategori tidak pantas di sini seperti ibu kandung sendiri, ayah kandung sendiri, saudara (kakak atau adik), dan yang masih memiliki hubungan keluarga. Orang yang cuntaka pada kondisi ini adalah semua orang yang terlibat dalam hubungan salah dan terlarang tersebut.
Kehamilan di Luar Nikah
Kondisi hamil dan melahirkan yang tidak didahului oleh upacara pernikahan dalam agama Hindu niscaya akan memengaruhi keharmonisan keluarga. Untuk itu, cuntaka akan dialami sampai dilakukan upacara beakaon.
Salah Timpal (Bersetubuh dengan Binatang)
Perbuatan melakukan hubungan seks dengan hewan adalah ketidakseimbangan alam menurut agama Hindu. Untuk itu, dampak yang ditimbulkan begitu besar hingga yang mengalami cuntaka adalah masyarakat adat setempat.
Mitra Ngalang
Kondisi ini adalah ketika seseorang melakukan hubungan seks sebelum melalui upacara pernikahan. Dalam hal ini yang terkena cuntaka adalah orang yang melakukannya dan kamar tidur yang digunakan. Cuntaka selesai apabila sudah melalui upacara beakaon.
Melakukan Sad Atatayi
Sad Atatayi adalah enam perbuatan buruk yang harus dijauhi manusia, yakni membakar (agnida), meracuni (wisada), berilmu hitam (atharwa), mengamuk (sastraghna), memerkosa (dratikrama), dan memfitnah (raja pisuna). Cuntaka akan dialami oleh seseorang yang melakukan perbuatan buruk tersebut.
Demikianlah informasi mengenai berbagai kondisi yang menyebabkan masyarakat Hindu Bali mengalami cuntaka (keadaan tidak suci). Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi wawasan dan pengetahuan detikers mengenai budaya Bali.
(hsa/hsa)