Suri Ikun dan Dua Burung merupakan cerita rakyat yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Cerita ini menceritakan kisah dari seorang anak yang memiliki sifat baik hati.
Dalam cerita rakyat ini, Suri Ikun dikenal sebagai anak yang jujur, penuh kasih, dan selalu siap membantu untuk menghadapi berbagai tantangan besar ketika kebun keluarga mereka diserang oleh babi hutan.
Penasaran dengan ceritanya? Berikut detikBali sajikan cerita rakyat SuriIkun dan Dua Burung. Yuk, simak!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cerita Rakyat Suri Ikun dan Dua Burung
Di sebuah desa di Pulau Timor, hiduplah sepasang suami istri yang dikaruniai 14 anak. Tujuh laki-laki dan tujuh perempuan. Keluarga ini hidup harmonis di tengah kebun yang luas, tempat mereka menanam berbagai tanaman.
Di antara anak-anak mereka, Suri Ikun adalah anak yang paling menonjol. Ia dikenal sebagai anak yang jujur, baik hati, dan selalu siap membantu, baik kepada kedua orang tuanya maupun saudara-saudaranya. Berbeda dengan Suri Ikun, keenam saudara laki-lakinya cenderung pemalas dan penakut.
Suatu hari, kebun mereka diserang oleh babi hutan yang merusak banyak tanaman, sehingga membuat kebun mereka gagal panen. Ayah mereka sangat khawatir tentang bagaimana ia akan memenuhi kebutuhan keluarganya. Melihat kecemasan orang tuanya, Suri Ikun merasa terpanggil untuk membantu.
Suri Ikun kemudian mengusulkan agar ia dan saudara-saudaranya bergantian menjaga kebun setiap malam untuk mencegah serangan babi hutan. Ayahnya terharu mendengar usulan tersebut dan menyetujui rencana itu.
Namun, saudara-saudaranya merasa kesal karena harus turut serta menjaga kebun. Pada akhirnya, mereka mengelabui Suri Ikun agar ia yang terus-menerus bertugas menjaga kebun sendirian.
Meski dibiarkan berjaga seorang diri, Suri Ikun tetap setia menjalankan tugasnya. Suatu malam, ia berhasil memanah babi hutan yang berusaha merusak kebun mereka. Namun, ketika membawa pulang hasil buruannya, keenam saudaranya hanya memberinya bagian kepala babi saja, sementara mereka menikmati dagingnya.
Suri Ikun yang terus menunjukkan sikap baik hatinya semakin disayang oleh kedua orang tuanya. Hal tersebut memicu rasa iri di hati saudara-saudaranya.
Mereka akhirnya merencanakan sesuatu yang licik, yaitu membujuk Suri Ikun untuk pergi berburu di hutan, dengan tujuan meninggalkannya di sana agar menjadi mangsa hantu-hantu hutan.
Tanpa curiga, Suri Ikun mengikuti ajakan mereka. Saat malam tiba, ia menyadari bahwa ia telah ditinggalkan sendirian di hutan yang gelap. Setiap kali Suri Ikun berteriak memanggil kakaknya, hantu-hantu hutan selalu menjawab, mempermainkannya dan membuatnya semakin tersesat di dalam hutan yang gelap. Tanpa tahu arah pulang, Suri Ikun menjadi mangsa yang mudah bagi hantu-hantu itu.
Namun, karena tubuhnya yang kurus, para hantu tidak jadi memakannya. Mereka malah memutuskan untuk menyembunyikan Suri Ikun di sebuah gua dan berencana menggemukkannya terlebih dahulu.
Di dalam gua, Suri Ikun menemukan dua ekor burung kecil yang terluka. Dengan penuh kasih sayang, ia merawat mereka hingga sembuh. Setelah sembuh, kedua burung itu merasa berutang budi dan menawarkan bantuan kepada Suri Ikun untuk keluar dari hutan.
Mereka kemudian membawa Suri Ikun melintasi bukit-bukit dan lautan, hingga tiba di sebuah istana yang megah. Sebagai tanda terima kasih atas kebaikan hati Suri Ikun, kedua burung tersebut memberinya istana itu serta seorang permaisuri yang cantik. Tak hanya itu, bahkan ia juga diberikan pengawal yang gagah berani dan rakyat yang ramah.
Suri Ikun merasa sangat bahagia. Ia akhirnya hidup bahagia di istana itu hingga akhir hayatnya, dikelilingi oleh keindahan dan kebaikan yang tak ternilai harganya.
(nor/nor)