Mengungkap Mitos Danau Tiwusora: Cerita dari Pulau Flores

Mengungkap Mitos Danau Tiwusora: Cerita dari Pulau Flores

Anastasya Evlynda Berek - detikBali
Kamis, 15 Agu 2024 10:48 WIB
Danau Tiwusora di Desa Tiwusora, Kecamatan Lepembusu Kelisoke, Kabupaten Ende, NTT. (Facebook Berita Desa/Humas Ende/Helen Mei)
Foto: Danau Tiwusora di Desa Tiwusora, Kecamatan Lepembusu Kelisoke, Kabupaten Ende, NTT. (Facebook Berita Desa/Humas Ende/Helen Mei)
Ende -

Danau Tiwusora merupakan destinasi wisata yang baru dikembangkan melalui branding 'Ende Eksplore The Mystical'. Danau ini berlokasi di Desa Tiwusora, Kecamatan Lepembusu Kelisoke, Kabupaten Ende, NTT.

Pengunjung akan menempuh perjalanan sekitar 5-6 jam dari Kota Ende menuju Danau Tiwusora. Danau Tiwusora memiliki cerita mitos tersendiri.

Berikut mitos dan legenda yang terkenal di Danau Tiwusora yang detikBali rangkum dari berbagai sumber untuk Anda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Legenda Woda Sora

Legenda ini menceritakan tentang kamung yang tenggelam dan menjelma menjadi danau. Bermula dari tragedi hidup seorang laki-laki bernama Woda Sora yang bermata pencaharian sebagai seorang petani yang memiliki lahan luas dekat kali.

Setiap pagi sebelum berangkat ke kebun, Sora selalu memasang perangkap di Kali Lado untuk menangkap udang, ikan, ataupun belut.

Pada suatu ketika Sora membuka lahan baru yang ditanami aneka tanaman. Seperti padi, jagung dan talas.

Tanaman tersebut pun tumbuh subur dan sampai pada suatu waktu Sora memeriksa tanaman talas yang ia tanam, ia terkejut karena mendapati tanaman talas yang rusak dan banyak tercabut. Sora mengira itu adalah perbuatan babi hutan.

Lalu Sora pun memasang perangkap untuk mengetahui hewan apakah yang merusak tanaman talas miliknya. Ia terkejut ketika didapatinya belut besar yang menyerupai ular terperangkap di perangkap yang dibuatnya.

Seketika itu Sora mengikat membawanya untuk ditunjukkan kepada warga hewan yang merusak tanamannya. Dan diikatkan belut tersebut ke pokok sebatang kayu di depan rumahnya kemudian ia berpesta 7 hari 7 malam.

Di saat mereka berpesta, turun hujan deras. Air mulai menggenangi kampung termasuk lokasi tempat mereka berpesta. Perlahan-lahan air mulai naik dan menggenangi seluruh kampung dan menenggelamkan mereka yang sedang berpesta, sehingga kampung tersebut berubah menjadi danau.

Saat berusaha menyelamatkan diri, beberapa warga kampung berlari namun sempat berpaling ke belakang, sehingga mereka berubah menjadi batu. Kampung yang sudah tenggelam itu dipercaya merupakan kutukan dari belut tersebut oleh masyarakat sekitar hingga kini.




(nor/nor)

Hide Ads