Arya bungah. Musababnya, tahun ini, sanggarnya, Sanggar Hung Bali, menjadi pendamping rekasadana (pergelaran) palegongan klasik dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) 2024. "Kami mendapat kesempatan untuk merekonstruksi gending-gending lawas karya para maestro kesenian Bali agar bisa didengarkan kembali oleh masyarakat," tuturnya, saat ditemui detikBali di sanggarnya yang berlokasi di Jalan Plawa, Denpasar, Bali, Minggu (2/6/2024).
Pria kelahiran 6 Desember 1990 itu menuturkan keterlibatan Sanggar Hung Bali dalam PKB tahun ini untuk memberi penghormatan kepada tiga seniman palegongan asal Denpasar, yakni Ni Polok, I Nyoman Kaler, dan I Gusti Putu Made Geria. Menurut dia, ketiga maestro seni palegongan tersebut telah memberi pengaruh terhadap perkembangan seni tradisi maupun kreasi di Bali.
Arya sangat antusias ketika ditunjuk untuk menggali repertoar atau gending-gending klasik gamelan Bali itu. Terlebih, dia mengaku lebih nyaman memainkan karya-karya karawitan klasik seperti palegongan.
"Kami berproses (menggali gending palegongan) sudah sejak lama. Saat ditunjuk oleh Provinsi Bali, kami sudah siap," klaim pria yang juga melayani jasa servis gamelan Bali itu.
Sanggar Hung Bali, Arya melanjutkan, membawakan empat gending palegongan pada PKB 2024. Salah satu karya palegongan klasik yang direkonstruksi bertajuk Tari Legong Bapang Durga. Ia berkolaborasi dengan seniman tari senior, Ni Ketut Ariani.
Arya bersyukur mendapat kesempatan merekontruksi tari klasik itu bersama Ariani. Sebab, Ariani dianggap sebagai salah satu sosok yang berjasa melestarikan Tari Legong Bapang Durga yang pernah ditarikan oleh Ni Polok pada masa lalu.
"Ibu Arini adalah orang yang berperan dalam menyelamatkan kesenian legong. Beliau rela mengeluarkan uangnya mencari penabuh untuk merekonstruksi kembali tarian ini," kata Arya.
Rekonstruksi kesenian klasik itu sejalan dengan tema PKB 2024, yakni Jana Kerthi Paramaguna Wikrama atau yang berarti 'Harkat Martabat Manusia Unggul'. Pemprov Bali memaknai tema tersebut sebagai upaya peningkatan kualitas hidup dengan meneladani prinsip dan laku hidup para insan unggul.
Sebanyak 13 ribu seniman dari 290 sanggar tampil di PKB ke-46 yang digelar sejak 15 Juni hingga 13 Juli mendatang. Para seniman diharapkan dapat menampilkan pusparagam kebudayaan dengan menggali nilai-nilai luhur yang tumbuh di masyarakat.
Cetak Regenerasi Penabuh Gamelan Bali
Arya tak ingin seni karawitan Bali tenggelam. Karena itulah, ia mendirikan Sanggar Hung Bali. Lewat sanggar itu, Arya melestarikan gamelan Bali dan mencetak regenerasi penabuh-penabuh belia.
Seniman yang sudah belajar memainkan gamelan Bali sejak kelas 5 SD itu kini memiliki anak didik sebanyak 40 orang. "Anak-anak berusia di atas sembilan tahun sudah bisa bergabung menjadi peserta sanggar," kata Arya.
Sanggar Hung Bali merupakan salah satu dari ribuan sanggar seni yang ada di Pulau Dewata. Menurut data dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, jumlah sanggar/komunitas seni atau sekaa di Pulau Seribu Pura pada 2023 mencapai 12.386 kelompok.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali kerap melibatkan sanggar-sanggar seni tersebut untuk melestarikan kesenian dari Pulau Dewata. Salah satunya melalui ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) yang pertama kali dicetuskan pada 1979 oleh Gubernur Bali ke-6 Ida Bagus Mantra.
Arya membuka kelas makendang (bermain kendang) untuk anak-anak sanggarnya. Jadwal latihan megamel (menabuh gamelan) dilaksanakan setiap Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat.
Adapun, biaya pendaftaran sebagai peserta sanggar milik Arya Rp 50 ribu. Setelah itu, peserta dapat memilih mengikuti kelas privat dengan biaya Rp 300 ribu per bulan atau kelas kelompok Rp 100 ribu per bulan.
"Itu sudah bisa mengikuti delapan kali pertemuan per bulannya," imbuh pria yang dinobatkan sebagai penata musik termuda dalam Festival Nasional Musik Tradisi Anak-anak 2014 itu.
Di tengah kesibukannya mengelola sanggar karawitan, Arya berencana menggarap album bertajuk Kuno-Kini. Seperti namanya, album itu semacam upaya Arya untuk menyandingkan hasil rekonstruksi karya-karya karawitan klasik (kuno) dengan garapan karawitan kreasi (kini).
Bagi Arya, gending-gending klasik tersebut telah mengajarkannya berkesenian menggunakan rasa. "Jangan lupakan tradisi meski era modern. Kesenian tradisi adalah sumber inspirasi bagi kesenian kreasi," pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh Desak Made Diah Aristiani, Husna Putri Maharani, dan Rio Raga Sakti, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(iws/iws)