Cikal Bakal Tradisi Mekotek Desa Adat Munggu, Hanya Digelar Saat Kuningan

Badung

Cikal Bakal Tradisi Mekotek Desa Adat Munggu, Hanya Digelar Saat Kuningan

Agus Eka - detikBali
Sabtu, 14 Jan 2023 17:18 WIB
Warga Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali, semarakkan tradisi ngerebeg mekotek tepat di Hari Raya Kuningan, Sabtu (14/1/2023) sore. (Agus Eka)
Foto: Warga Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali, semarakkan tradisi ngerebeg mekotek tepat di Hari Raya Kuningan, Sabtu (14/1/2023) sore. (Agus Eka)
Badung -

Ribuan warga tumpah ruah memadati jalanan Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, tepat pada Hari Raya Kuningan, Sabtu (14/1/2023). Masyarakat Adat Munggu bersiap mengikuti kirab untuk melaksanakan Mekotek atau tradisi ngerebeg mekotek.

Bendesa Adat Munggu I Made Rai Sujana menjelaskan upacara Mekotek digelar setiap enam bulan sekali. Tepatnya 210 hari atau tepat pada Sabtu Kliwon Kuningan atau Hari Raya Kuningan.

"Sampai saat ini kami tidak berani meniadakan ritual ini. Selain sebagai penghormatan bagi jasa leluhur kami, ritual mekotek sebagai penolak bala. Apalagi tradisi Ngerebeg Mekotek sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada 2016 dan ini sebagai ikon desa wisata Munggu," jelas Sujana ditemui detikBali di sela-sela mekotek.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tradisi ngerebeg mekotek atau biasa dikenal mekotek adalah kepercayaan masyarakat adat setempat untuk menolak bala sekaligus memohon keselamatan. Ini terkait peristiwa wabah atau gerubuk agung yang pernah melanda warga desa hingga menimbulkan korban jiwa.

Mekotek juga sebagai simbol kemenangan bagi masyarakat Munggu saat pertempuran bersama pasukan Kerajaan Mengwi dalam mempertahankan wilayah kekuasaan di Blambangan (Banyuwangi). Kala itu pasukan Taruna Munggu berhasil pulang dengan kemenangan.

ADVERTISEMENT

Cikal Bakal Tradisi Mekotek

Ritual Ngerebeg Mekotek diperkirakan sudah ada sejak tahun 1700. Tradisi ini bermula dari kisah masa jaya Kerajaan Mengwi yang mampu menguasai wilayah hingga Blambangan (Banyuwangi).

Keterlibatan masyarakat Munggu pun diakui karena menjadi penyangga keberadaan istana Kerajaan Mengwi yang juga berdiri di desa tersebut. "Selain kerajaan Mengwi berpusat di Desa Mengwi saat ini, satu istananya juga berada di desa kami," ungkap Sujana.

Masyarakat Desa Munggu pun mendapat kepercayaan oleh kerajaan sebagai penggawa pasukan. Pada saat Raja Mengwi mendengar akan ada perlawanan Blambangan dalam perebutan wilayah, masyarakat Munggu juga diturunkan sebagai prajurit yang dinamai Taruna Munggu.

"Taruna Munggu kemudian diutus untuk bertempur mengamankan wilayah di Blambangan. Sebelum berangkat, raja melakukan semedi di Pura Dalem Kahyangan Wisesa Munggu, tepat padi hari suci Tumpek Kuningan. Ini yang menjadi cikal bakal pelaksanaan Mekotek," jelas Sujana.

Singkat cerita, pasukan Taruna Munggu membawa pulang kemenangan. Praktis rakyat dan kerajaan menyambut baik hasil itu. Sebagai penghormatan, kebiasaan ini yang kemudian terus dilaksanakan hingga dikenal sebagai tradisi mekotek.

Ia menjelaskan, dahulu perayaan Mekotek menggunakan tombak besi. Karena dianggap membahayakan, wujud tombak sebagai simbol semangat juang itu diganti dengan kayu pulet yang dikenal lentur dan kuat hingga 15 tahun jika disimpan baik.

Kayu pulet diperoleh warga dari lahan-lahan desa setempat maupun desa tetangga. Seperti Desa Nyanyi dan Buwit di Tabanan, sampai ke Pererenan di Badung.

Rentetan Prosesi Mekotek

Setiap Kuningan, para lelaki berusia antara 12 hingga 50 tahun lebih mengenakan pakaian adat keliling desa membawa kayu pulet yang kulitnya sudah dikupas setinggi 2 sampai 3,5 meter. Kayu pulet itu nantinya diadu hingga membentuk sebuah piramida.

Sebelumnya, beberapa peserta mekotek melakukan persembahyangan di Pura Puseh dan Desa Munggu. Warga menghaturkan sesaji sekaligus memohon keselamatan agar pelaksanaan ngerebeg mekotek berjalan lancar.

Usai sembahyang, peserta berjumlah kurang lebih sekitar 3.000 orang ini telah menunggu di beberapa titik. Mereka berjalan menuju selatan ke Pura Luhur Beten Bingin. Di sana mereka akan membagi diri dalam beberapa kelompok terdiri atas 50 orang.

Mereka tersebar di beberapa titik terutama di perbatasan desa dan ujung selatan desa. Sambil menunggu, salah satu pemangku memercikkan air suci sebelum prosesi dimulai.


Alunan tabuh atau gamelan Baleganjur yang menggelegar kian menambah semarak prosesi Mekotek. Muda-muda terlihat semangat saat menyatukan seluruh kayu pulet yang dihiasi sampian atau rangkaian janur itu jadi mengerucut membentuk piramida.

Kemudian beberapa orang naik ke puncaknya berperan sebagai komando. Sementara orang yang memegang kayu pulet terus bersorak. Satu kelompok akan beradu dengan kelompok lain. Suasana menjadi cair kala para pemuda bekerja sama satu sama lain.

Masyarakat kemudian pergi menuju Pura Dalem di ujung barat desa untuk ikuti serangkaian prosesi. Kemudian ritual penolak bala Mekotek kembali dilakukan di persimpangan desa. Ribuan orang ini kemudian berjalan keliling desa ke utara yang dinamai prosesi ngerdhi buana.




(nor/hsa)

Hide Ads