Jalanan Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, dijejali ribuan warga yang ikut prosesi mekotek tepat pada Hari Raya Kuningan, Sabtu (5/10/2024) petang. Masyarakat adat dari berbagai usia tidak pernah absen mengikuti tradisi ngerebeg mekotek.
Para lelaki berpakaian adat serba putih sudah menyiapkan sebatang pohon pulet setinggi 3,5-4 meter yang sudah dikuliti. Kayu pulet diperoleh di lahan warga dan di desa tetangga. Kayu yang dihias sedemikian rupa itu akan dibentur-benturkan saat mekotek.
Kelian Desa Adat Munggu I Made Suwinda menjelaskan, ada sejumlah rentetan prosesi yang mesti dilalui warga adat sebelum mekotek digelar. Satu di antaranya prosesi penjemputan atau mendak Ida Batara Shangyang Kolem di Pura Dalem Khayangan Wisesa Munggu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selanjutnya seluruh warga desa adat menuju ke Pura Puseh. Di pura itu warga kembali melakukan prosesi persembahyangan," jelas Suwinda.
Pada pukul 14.00 Wita, mekotek siap digelar. Seluruh peserta mekotek yang sudah menunggu di pinggir jalan, secara serempak membentuk iring-iringan lalu menuju Pura Luhur Beten Bingin di pertigaan selatan desa.
Di sana peserta mekotek akan membagi diri dalam beberapa kelompok yang terdiri atas 50 orang. "Semua warga yang ikut mekotek akan dipercikkan air suci atau tirta sebagai simbol permohonan keselamatan," sambung dia.
Alunan tabuh atau gamelan Baleganjur yang menggelegar kian menambah semarak prosesi Mekotek. Pemuda Banjar terlihat semangat saat menyatukan seluruh kayu pulet yang dihiasi sampian atau rangkaian janur itu hingga jadi mengerucut membentuk seperti piramida.
Kemudian beberapa orang naik ke puncaknya memberikan seruan semangat bak seorang komando. Sementara orang yang memegang kayu pulet terus bersorak. Satu kelompok akan beradu dengan kelompok lain.
Masyarakat kembali bergerak menuju Pura Dalem dan lanjut keliling ke utara desa yang dinamai prosesi Ngerdhi Buana.
![]() |
Suwinda menyebutkan prosesi mekotek rutin digelar setiap Hari Raya Kuningan, yakni secara perhitungan penanggal Bali jatuh pada Tumpek Kuningan atau Saniscara Kliwon Wuku Kuningan. Warga menyambut mekotek dengan penuh suka cita setiap 210 hari.
Mekotek jadi ritual penolak bala. Hal ini diyakini karena pada zaman penjajahan, orang-orang desa Munggu sempat meniadakan tradisitradisi karena dilarang. Sehingga wabah besar sempat melanda desa.
"Tradisi ini tidak bisa ditiadakan karena sudah secara turun-menurun. Kalau sampai ditiadakan, warga adat meyakini akan datang wabah atau gering desa yang dahulu pernah terjadi," ungkap Suwinda.
Asal-usul Tradisi Mekotek
Catatan detikBali, tradisi Ngerebeg Mekotek diperkirakan sudah ada sejak tahun 1700. Tradisi ini bermula dari kisah masa jaya Kerajaan Mengwi yang mampu menguasai wilayah hingga Blambangan (Banyuwangi).
Keterlibatan masyarakat Munggu pun diakui karena menjadi penyangga keberadaan istana Kerajaan Mengwi yang juga berdiri di desa tersebut. Sebab kerajaan Mengwi selain berpusat di Desa Mengwi, satu istananya juga berada di Munggu.
Masyarakat Desa Munggu pun mendapat kepercayaan oleh kerajaan sebagai penggawa pasukan. Pada saat Raja Mengwi mendengar akan ada perlawanan Blambangan dalam perebutan wilayah, masyarakat Munggu juga diturunkan sebagai prajurit yang dinamai Taruna Munggu.
Pasukan taruna kemudian diutus bertempur mengamankan wilayah di Blambangan. Sebelum berangkat, raja melakukan semedi di Pura Dalem Kahyangan Wisesa Munggu, tepat padi hari suci Tumpek Kuningan. Ini yang menjadi cikal bakal pelaksanaan Mekotek.
Singkat cerita, pasukan Taruna Munggu membawa pulang kemenangan. Praktis rakyat dan kerajaan menyambut baik hasil itu. Sebagai penghormatan, kebiasaan ini yang kemudian terus dilaksanakan hingga dikenal sebagai tradisi mekotek.
(dpw/dpw)