.webp)
Rahajeng rahina Kuningan! Umat Hindu kembali merayakan Hari Raya Kuningan pada Sabtu, 14 Januari 2023. Kuningan dirayakan setiap 210 hari, tepatnya pada Saniscara Kliwon Kuningan atau sepuluh hari setelah Galungan.
Simak serba-serbi hari raya Kuningan di Bali, dari makna hingga prosesinya.
Perayaan Kuningan di Bali identik dengan pemasangan tamiang dan endongan. Tamiang adalah jejahitan berbentuk bundar seperti cakra. Tamiang merupakan simbol senjata, dibuat dari janur dan daun kelapa berwarna hijau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan endongan adalah jejahitan bentuknya menyerupai tas kecil berisi jejahitan jan sesapi, tulang lindung, lilit linting, lawat buah, dan lawat nyuh. Selain itu, endongan juga dilengkapi dengan tumpeng kecil, aneka lauk pauk dengan alas kojong/tangkih, jajan, buah-buahan, dan sampyan pusung. Endongan dimaknai sebagai simbol bekal untuk para Dewa/Leluhur yang akan kembali ke Kahyangan. Secara filosofis, bekal yang paling utama adalah ilmu pengetahuan dan bhakti (jnana).
Perlengkapan lainnya yang juga khas saat Kuningan adalah Ter. Ter merupakan jejahitan berbentuk panah sebagai simbol senjata. Pemasangannya sama dengan tamiang.
Dra Ni Made Sri Arwati melalui bukunya berjudul Hari Raya Galungan (1992) menjelaskan, sehari sebelum Hari Raya Kuningan atau pada Jumat Wage Kuningan disebut dengan Penampahan Kuningan. Saat Penampahan Kuningan, umat Hindu melakukan berbagai persiapan dengan membuat banten maupunsarana upakara lainnya untuk menyongsong upacara besoknya.
Setelah berbagai persiapan itu, barulah saat Kuningan umat Hindu di Bali menghaturkan berbagai banten dengan segala kelengkapannya. Rangkaian Kuningan diakhiri dengan melakukan persembahyangan.
Rangkaian persiapan tetap menjelang Kuningan juga diawali dengan melakukan pembersihan pada palinggih maupun tempat-tempat pelaksanaan upacara baik secara sekala maupun niskala. Pembersihan secara sekala dilakukan dengan menyapu atau membersihkan pekarangan rumah dan merajan di rumah. Sedangkan secara niskala, pembersihan dilakukan dengan menghaturkan upakara pengresikan.
Lontar Sundarigama menjelaskan, Kuningan adalah hari ketika para Dewa serta Leluhur turun ke dunia untuk melaksanakan pesucian dan mukti. Para Dewa dan Leluhur kemudian kembali ke Kahyangan dengan memberi berkah kesejahteraan dan kedamaian serta kedirgayusaan.
Selain memasang tamiang dan endongan pada masing-masing palinggih, ada beberapa perlengkapan upakara yang biasanya disiapkan saat Kuningan. Termasuk di antaranya tebog, selanggi, endongan, nasi kuning, wayang-wayangan, dan kolem.
Rangkaian upacara saat Kuningan umumnya dilakukan dari pagi hingga pukul 12.00 atau saat tengah hari (bajeg surya). Jadi, saat itulah waktu yang tepat untuk datang menyerahkan diri kepada-Nya karena energi alam semesta sedang kuatnya. Setelah melewati waktu tersebut dikenal dengan masa pralina atau pengembalian ke asalnya.
Pelaksanaan prosesi saat Kuningan sebenarnya relatif sama dengan Galungan. Hanya saja, sarana dan jenis upakaranya yang lebih banyak. Namun demikian, perayaan Kuningan di masing-masing daerah mungkin saja berbeda, hal itu disesuaikan dengan desa, kala, patra.
Dilansir dari laman resmi Parisada Hindu Dharma Indonesia, kata Kuningan memiliki makna kauningan yang artinya peningkatan spiritual dengan intrispeksi diri. Kuningan juga dimaknai dengan nguningang adalah semacam janji atau pemberitahuan kepada diri sendiri maupun Ida Sang Hyang Widhi untuk teguh memegang dharma.
(iws/irb)
