Kuda Sakral di Pura Ulun Pecangakan, Tak Sembarang Orang Bisa Menunggangi

Jembrana

Kuda Sakral di Pura Ulun Pecangakan, Tak Sembarang Orang Bisa Menunggangi

I Putu Adi Budiastrawan - detikBali
Senin, 21 Nov 2022 07:18 WIB
Kuda putih yang ada di Pura Ulun Pecangakan saat dimandikan oleh petugas Dinas Pertanian dan Perternakan Jembrana, Minggu (20/11/2022). Foto: I Putu Adi Budiastrawan
Kuda putih yang ada di Pura Ulun Pecangakan saat dimandikan oleh petugas Dinas Pertanian dan Perternakan Jembrana, Minggu (20/11/2022). Foto: I Putu Adi Budiastrawan
Jembrana -

Kuda putih di Pura Ulun Pecangakan, Kabupaten Jembrana disakralkan oleh masyarakat setempat. Kuda putih yang diberi nama Jaran Bana Rana ini tidak sembarang orang boleh menungganginya.

Konon sosok Jaran Bana Rana merupakan nama kuda putih yang menjadi tunggangan Raja Pecangakan yang kini kembali dilestarikan dan berada di luar Pura Pecangakan, tepatnya di Utara Lapangan Pecangakan Jembrana. Kuda putih tersebut setiap harinya dirawat dan dijaga 24 jam oleh petugas dari Dinas Pertanian dan Peternakan Jembrana.

Jro Mangku Pura Ulun Pecangakan I Ketut Warken (68) saat ditemui, Minggu (20/11/2022) menjelaskan, awal mula adanya pura tersebut, dari kisah terdahulu merupakan kerajaan Pecangakan yang ada di Jembrana. Sosok Jaran Bana Rana tersebut merupakan tunggangan kesayangan Raja Pecangakan I Gusti Ngurah Gde Pecangakan.

"Sebelumnya, dari cerita orang tua terdahulu, Jaran Bana Rana ini merupakan kuda kesayangan Raja Pecangakan, dan memang menjadi tunggangan raja ketika melakukan peperangan serta bepergian ke luar kerajaan," ungkap Jro Mangku Warken.

Lebih lanjut dijelaskan, pada saat Raja Pecangakan hendak mengunjungi Raja Bakungan di Kelurahan Gilimanuk, sempat berpesan kepada permaisurinya untuk menjaga kerajaan saat dirinya pergi. Raja Pecangakan juga meminta jika Bana Rana pulang tanpa dirinya serta berlumuran darah agar mengikhlaskan kepergiannya.

"Namun saat raja sampai di Kerajaan Bakungan, Bana Rana terlepas dari ikatannya dan sempat menabrak warga Bakungan yang sedang menyembelih kerbau dan hewan lainnya, sehingga berlumuran darah. Bana Rana kemudian pulang ke Kerajaan Pecangakan tanpa raja diatasnya," jelas Jero Mangku Warken.

Sesampainya di Kerajaan Pecangakan, lanjut Jero Mangku Warken, betapa terkejutnya seluruh masyarakat lantaran kuda kesayangan raja pulang tanpa dirinya, sehingga kerajaan menjadi kacau. "Permaisuri yang mengira raja telah tiada kemudian membuang seluruh harta kerajaan di sebuah sumur, dan permaisuri beserta seluruh petinggi kerajaan mengakhiri hidupnya," jelasnya.

Setibanya Raja Pecangakan dan menyaksikan kacaunya kerajaannya sangat merasa marah, sehingga memerintahkan Raja Bakungan untuk mengakhiri hidupnya. Akibat kekuatan Raja Pecangakan yang begitu besar, seluruh senjata yang diarahkan ke tubuhnya tidak mempan.

Sehingga Raja Bakungan serta Raja Pecangakan sepakat mengakhiri hidupnya dengan bersama-sama menceburkan diri ke sungai Tibu Kleneng perbatasan antara Desa Perancak dan Desa Budeng.

"Kedua raja tersebut saling mengikat satu sama lain dan menceburkan diri ke Sungai Tibu Kleneng. Sehingga di wilayah hutan mangrove Desa Budeng, Kecamatan Jembrana dibuatkan pura yang dinamakan Pura Kembar untuk mengingat tempat kedua Raja Hebat yang mengakhiri hidupnya," imbuh Jro Mangku Warken.

Dengan kisah tersebut, lanjut Jro Mangku Warken, sehingga kini sosok kuda putih kembali dilestarikan di Pura Ulun Pecangakan. Kini kuda tersebut sudah di upacarai sehingga tidak sembarang orang boleh menungganginya.

"Sempat beberapa pejabat menunggangi Banu Ranu, namun keesokan harinya pasti sakit, dan menghaturkan banten untuk meminta maaf," ujarnya.

Kini kuda putih yang didatangkan dari Pulau Jawa tersebut sama persis jenisnya dengan Danau Ranu. Kuda putih dengan juntaian ekor berwarna keemasan, merupakan jenis langka.

"Sempat beberapa kali ada kejuaraan balap kuda di Lapangan Pecangakan ini, dan ketika ada peserta menggunakan kuda putih pasti kuda tersebut mati, mungkin diminta oleh parahyangan pura ini," tandasnya.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Jembrana I Wayan Sutama menjelaskan, kuda putih tersebut merupakan aset Pemerintah Kabupaten Jembrana yang dikelola dinas. "Tujuannya untuk melestarikan kuda yang erat kaitannya dengan Jembrana, sehingga masyarakat tidak hanya melihat dari patung saja," ungkapnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




(nor/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads