Setiap desa di Bali memiliki keunikannya tersendiri. Keunikan itu bisa bersumber dari bahasa, adat istiadat, maupun tradisi. Tidak terkecuali di Desa Lemukih, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali. Desa di ketinggian ini memiliki tradisi unik, tradisi sabha dalem yang selalu dilaksanakan setiap tahun.
Tradisi sabha dalem jatuh setiap rahina tilem kapat. Di mana para krama (warga) di Desa Lemukih yang sudah berkeluarga wajib mengikuti tradisi ini.
Perbekel Desa Lemukih I Nyoman Singgih mengatakan, tahun ini ada 38 kepala keluarga (KK) yang mengikuti tradisi sabha dalem. Lanjut Singgih, tradisi ini sudah dilakukan sejak dahulu oleh krama di desa tersebut, yang merupakan warisan leluhur. Setiap tahun krama yang sudah berkeluarga akan mengikuti tradisi ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makna daripada sabha dalem ini adalah mulainya prosesi warga baru yang akan menjadi krama desa (medesa) dengan prosesi metate krama," kata Perbekel Desa Lemukih I Nyoman Singgih saat ditemui di sela-sela upacara sabha dalem di Pura Dalem Desa Pakraman Lemukih, Selasa (25/10/2022).
![]() |
Singgih menyebut, sebelum krama melakukan prosesi metate krama pada saat sabha desa, krama yang ikut serta dalam sabha desa akan memperoleh ajang yang dibagikan oleh desa adat. Ajang tersebut merupakan ajengan (hidangan makanan) yang berisi nasi dan lauk pauk yang nantinya harus dikonsumsi satu keluarga, baik suami, istri, maupun anak.
![]() |
Tujuannya agar keluarga tersebut memperoleh kesejahteraan dan kerukunan dalam berkeluarga. Ajengan itu, kata Singgih, diberikan sebulan sebelum sangkepan berlangsung.
"Ajengan ini wajib dikonsumsi, terutama bagi suami dan istri. Bila salah satu dari keduannya ada yang tidak di rumah atau bekerja di luar negeri, maka makanan itu akan dikeringkan, sampai nanti yang bersangkutan sudah berada di rumah, makanan yang dikeringkan itu akan digoreng, dan nantinya disebut dengan senggauk (nasi kering)," jelasnya.
![]() |
Singgih menyampaikan, pada saat pelaksanaan sabha dalem, krama yang ikut serta akan mempersembahkan dua macam banten, yakni banten penyacah dan banten pecingkrem. Banten penyacah berjumlah 35 tanding, sedangkan banten pecingkrem tingginya sekitar 2 meter.
Maka dari itu, banten pecingkrem juga dikenal dengan sebutan banten tegeh (banten tinggi). Selain itu, dalam banten juga ditambah pungkusan atau nama baru, bagi suami akan ditambah nama awalan pan, sedangkan bagi perempuan diberi awalan men.
![]() |
Kemudian setelah banten penyacah dan pecingkrem selesai dihaturkan. Sesuai dengan urutan para krama akan melakukan brata semadi. Kemudian membawa canang kojong sampai di pura, yakni Bale Agung. Lalu canang tersebut akan didorong ke dua arah yang berbeda.
"Jika pada saat mendorong itu lancar dapat diprediksi keluarga itu akan langgeng, kalau sebaliknya terdapat hambatan maka diprediksi keluarga tersebut tidak akan langgeng," pungkasnya.
(irb/iws)