Tradisi itu tetap dijaga dan dilestarikan oleh warga Desa Pegayaman dari sejak turun temurun hingga saat ini.
Tradisi unik itu yakni tradisi ngejot atau pengroah, di mana warga akan membagikan makanan kepada tetangga sekitar rumahnya.
"Ngejot itu bisa dikatakan sebagai bentuk sedekah atau beramal atau memberikan sesuatu kepada orang yang lebih tua, kepada sesepuh, kepada tokoh agama dan yang tidak kalah pentingnya adalah kepada tetangga sekitar" ujar Perbekel Desa Pegayaman Agus Asghar Ali saat ditemui di kediamannya, Minggu (1/5/2022).
detikBali berkesempatan langsung menyaksikan jalannya tradisi ngejot atau pengroah di Desa Pegayaman, menjelang malam perayaan Idul Fitri 1443 H, pada Minggu (1/5/2022).
Dari sore tepatnya mulai pukul 17.00 Wita banyak warga sedang membawa makanan menggunakan talam (nampan) dengan ditutupi saab diatasnya.
Makanan itu hendak dibawakan kepada tetangga sekitar rumah mereka. Mereka membawanya dengan cara di suun (ditaruh di atas kepala).
Kata Asghar Ali, Tradisi ngejot ini juga dilaksanakan untuk mengikat tali persaudaraan antar umat beragama.
Ia menambahkan kalau tradisi ngejot atau pengruah ini sudah dilaksanakan secara turun temurun oleh warga muslim di Desa Pegayaman.
Hal itu karena warga kampung muslim di Desa Pegayaman tidak hanya mengantarkan makanan kepada sesama umat muslim saja, akan tetapi juga kepada umat beragama lain yang ada di Desa Pegayaman, Sukasada, Buleleng.
Ini merupakan ciri khas Bali, bahwa mereka merupakan orang Bali yang beragama islam.
"Kebetulan kalau di sini kan warga barat jalan dan timur jalan 100 persen muslim itu sesama muslim. Tapi di dusun lain seperti merta sari dan lain sebagainya yang tetangganya juga ada yang beragama lain seperti hindu. Ya kita bukan melihat agamanya. Tapi tetangganya itu" imbuhnya.
Adapun makanan yang dibagikan itu bermacam-macam, yakni seperti lauk pauk, jajan dan ikan.
Masyarakat akan menata semua hidangan itu seperti aneka lauk, dan jajan itu di dalam sebuah wadah yang bernama talam (nampan), yang kemudian diantarkan ke tetangga sekitar, keluarga sesepuh desa dan tokoh agama.
"Nah di sini sekarang kalau yang dekat-dekat itu menggunakan talam atau nampan isinya itu ada nasi, ikan, jajan (tapai ketan dan jaje uli), jeruk (sayur isi kuah), bimsre dan lain sebagainya baru ditutup dengan saab. Kalau yang jauh itu pakai rantang" tukasnya.
(dpra/dpra)