Setelah penertiban dan penyegelan belasan akomodasi pariwisata oleh Tim Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali di kawasan Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, muncul berbagai isu baru di media sosial. Salah satunya terkait dugaan tidak adanya transparansi pembagian hasil pengelolaan atau pahpahan kepada pihak-pihak terkait.
Sekretaris Daerah Kabupaten Tabanan, I Gede Susila, menegaskan pembagian hasil pengelolaan DTW Jatiluwih berjalan sesuai mekanisme. Ia menyebut alokasi tersebut telah disalurkan setiap tahun kepada subak, desa adat, desa dinas, hingga Pemkab Tabanan sesuai kesepakatan dalam Perjanjian Kerja Sama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketentuan pembagian hasil atau pahpahan ini bukan hal baru. Ini sudah disepakati secara sah oleh seluruh pihak yang berkaitan dengan pengelolaan DTW Jatiluwih. Setiap tahunnya, alokasi tersebut dijalankan dan diterima oleh pihak-pihak yang berhak," ujar Sekda Susila, Selasa (9/12/2025).
Susila menjelaskan pendapatan bersih DTW Jatiluwih dialokasikan 45 persen untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tabanan dan 55 persen untuk para pihak di Desa Jatiluwih.
"Adapun penerima alokasi 55 persen tersebut meliputi Desa Dinas Jatiluwih, Desa Adat Jatiluwih, Desa Adat Gunungsari, Subak Jatiluwih, Subak Abian Gunungsari, dan Subak Abian Jatiluwih," jelasnya.
Sebagian pendapatan juga digunakan untuk pengembangan dan promosi destinasi, biaya badan pengelola, serta operasional manajemen.
Berdasarkan data Badan Pengelola DTW Jatiluwih, total pembagian pahpahan yang didistribusikan selama 2021-2024 mencapai lebih dari Rp 16,4 miliar. Dari jumlah itu, PAD Kabupaten Tabanan menerima Rp 7,3 miliar, Desa Dinas Jatiluwih Rp 1,3 miliar, Desa Adat Jatiluwih Rp 2,9 miliar, Desa Adat Gunungsari Rp 1,9 miliar, Subak Jatiluwih Rp 2,3 miliar, serta Subak Abian Gunungsari dan Subak Abian Jatiluwih lebih dari Rp 180 juta.
"Untuk PAD, seluruhnya sudah masuk ke Rekening Kas Daerah. Sedangkan alokasi kepada desa dinas, desa adat, dan subak telah diterima masing-masing pihak sesuai ketentuan," tegasnya.
Selain pembagian hasil, Badan Pengelola DTW Jatiluwih juga menyalurkan Corporate Social Responsibility (CSR) kepada subak, pura, perbaikan fasilitas umum milik Desa Jatiluwih, dana kesehatan, kegiatan kepemudaan, serta kebutuhan sosial budaya lainnya. Sejak 2018 hingga 2023, total CSR mencapai lebih dari Rp 1,4 miliar.
Susila menegaskan setelah pahpahan diterima masing-masing pihak, pengelolaannya sepenuhnya menjadi kewenangan desa, desa adat, dan subak sesuai perencanaan internal.
"Aturannya sudah jelas dan pembagiannya berjalan sesuai aturan. Namun setelah dana itu diterima, penggunaannya menjadi kewenangan masing-masing pihak sesuai perencanaan, prioritas kebutuhan, dan mekanisme yang berlaku," tegas Susila.
Status Lahan dan Subsidi PBB
Berdasarkan data Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tabanan, persawahan di Warisan Budaya Dunia (WBD) Catur Angga-termasuk Subak Jatiluwih-telah ditetapkan sebagai Kawasan Jalur Hijau atau Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) melalui Perda Nomor 6 Tahun 2014.
Atas kondisi tersebut, Pemkab Tabanan memberikan subsidi tarif Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 50 persen dari tarif umum 0,1 persen menjadi 0,05 persen untuk NJOP hingga Rp 1 miliar sejak 2012. Ketentuan ini diatur dalam Perda Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan hingga Perda Nomor 13 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
"DTW Jatiluwih adalah warisan dunia yang harus kita kelola bersama dengan baik. Karena itu, informasi yang benar sangat penting agar semua pihak dapat tetap fokus menjaga dan memajukan kawasan ini," tandas Susila.
Simak Video "Video Kunjungan Wisatawan Ke DTW Jatiluwih Masih Normal"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/dpw)











































