Nasib Petani-Pemilik Usaha di Jatiluwih Usai Dipanggil Satpol PP Bali

Round Up

Nasib Petani-Pemilik Usaha di Jatiluwih Usai Dipanggil Satpol PP Bali

Tim detikBali - detikBali
Selasa, 09 Des 2025 09:48 WIB
Nasib Petani-Pemilik Usaha di Jatiluwih Usai Dipanggil Satpol PP Bali
Foto: Gubuk-gubuk sekaligus tempat berjualan di tengah persawahan Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali, Rabu (3/12/2025). (Krisna Pradipta)
Denpasar -

Nasib belasan petani sekaligus pemilik usaha di Jatiluwih, Tabanan, kini masih menggantung. Sebelumnya, belasan warung dan restoran yang ada di tengah sawah Jatiluwih disegel lantaran dituding melanggar tata ruang.

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali memanggil tiga pemilik usaha di Jatiluwih, Senin (8/12/2025). Para pemilik usaha dimintai klarifikasi terkait dugaan pelanggaran tata ruang seperti hasil inspeksi mendadak (sidak) Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali beberapa waktu lalu.

Kepala Satpol PP Bali, I Dewa Nyoman Rai Dharmadi, menjelaskan pemanggilan ini dilakukan untuk memeriksa kelengkapan administrasi kepemilikan lahan usaha di Jatiluwih. Selain itu, para pemilik usaha juga dimintai keterangan terkait motivasi pembangunan serta luas lahan masing-masing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami juga harus tahu bagaimana bisa menyampaikan kepada pimpinan, Gubernur kalau kami tidak tahu ceritanya. Makanya kami ingin tahu bukti kepemilikannya," ujar Dharmadi saat ditemui di Kantor Satpol PP Bali, Denpasar, Senin (8/12/2025).

Pemanggilan tersebut juga menindaklanjuti hasil sidak Pansus TRAP DPRD Bali pada Selasa (2/12/2025). Pansus menemukan 13 bangunan diduga melanggar aturan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LPPB) dan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) di kawasan subak Jatiluwih.

ADVERTISEMENT

Para petani dan pengusaha lokal pun memprotes penutupan belasan tempat usaha di Jatiluwih yang dinilai melanggar tata ruang tersebut. Mereka memasang seng dan membentangkan plastik hitam sehingga mengalangi pemandangan persawahan Jatiluwih yang menjadi daya tarik wisatawan.

Satpol PP Nilai Wajar Petani Protes

Dharmadi menilai aksi protes dengan pemasangan seng tersebut sebagai reaksi wajar. Menurutnya, persoalan itu sudah ditangani oleh Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya dan menyanggupi mediasi para petani.

"Itu bagian dari reaksi yang normal para petani yang selama ini menganggap tindakan kami merugikan," ujar Dharmadi.

Mengenai rencana pembongkaran bangunan, Darmadi belum memberikan kepastian. Ia menegaskan hasil pemanggilan hari ini akan disampaikan kepada Pansus TRAP DPRD Bali untuk selanjutnya diteruskan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan.

"Soal dibongkar, kita lihat nanti. Yang pasti kalau penegakan, nanti akan dikembalikan fungsi lahannya," pungkasnya.

Butuh Win-win Solution

Pengelola Gong Jatiluwih, Agus Pamuji Wardhana, termasuk salah satu dari tiga pelaku usaha yang dimintai klarifikasi oleh Satpol PP Bali hari ini. Agus menuturkan dirinya diminta untuk menjelaskan tentang berbagai aktivitas di restoran mereka.

"Sebenarnya yang kami cari win-win solution," ujar Agus saat ditemui di Kantor Satpol PP Bali, Denpasar, Senin.

Agus mengungkapkan Gong Jatiluwih sudah beroperasi sejak 2015. Ia mengaku tidak mengetahui jika lahan restoran yang dia kelola berada di zona hijau.

Menurut Agus, beberapa pejabat daerah bahkan pernah mengunjungi restoran di Jatiluwih. Namun, tidak pernah ada larangan atau penertiban bangunan di kawasan subak yang diakui sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh UNESCO itu.

"Jadi begini, semua pengusaha di Jatiluwihitu petani juga. Mereka memiliki lahan di sawah yang notabene sebagai objek wisata dan pengusaha itu lokal semua. Nggak ada investor asing," kata Agus.

"Kami masih menunggu hasil, karena yang dipanggil sampai saat ini hanya beberapa (pengusaha)," imbuhnya.

Bantah Tudingan Penutupan Sepihak

Kasatpol PP Provinsi Bali, I Dewa Nyoman Rai Dharmadi, membantah tudingan yang menyebut penutupan belasan bangunan usaha di Jatiluwih, Tabanan, dilakukan secara sepihak. Dharmadi menegaskan negara memiliki kewenangan untuk menetapkan kawasan Jatiluwih sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Sawah Dilindungi (LSD).

"Kalau kita ngotot asumsikan sendiri bahwa itu adalah tanah kita, lantas negara apa tugasnya? Negara bisa menetapkan itu jadi kawasan LSD atau LP2B, tentu ada pertimbangan dan sosialisasi juga," ujar Dharmadi, Senin.

Satpol PP Bali telah memanggil tiga pemilik usaha dan meminta klarifikasi terkait dugaan pelanggaran tata ruang. Dharmadi menjelaskan proses penegakan hukum terhadap bangunan yang melanggar di kawasan Jatiluwih akan ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan.

"Yang pasti kalau penegakan, nanti akan dikembalikan fungsi lahannya," imbuhnya.

Dharmadi mengatakan Satpol PP Bali segera memanggil 10 pemilik usaha lainnya. Ia menjelaskan pemanggilan juga bertujuan untuk memeriksa kelengkapan administrasi kepemilikan lahan usaha di Jatiluwih.

Sebelumnya, petani dan pelaku usaha lokal Jatiluwih menggelar audiensi dengan Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya. Mereka menyampaikan delapan tuntutan terkait polemik penyegelan belasan akomodasi pariwisata oleh Pansus TRAP DPRD Bali.

Bendesa Adat Jatiluwih I Wayan Yasa menjelaskan warga adat Jatiluwih akan terus berjuang untuk menuntut keadilan. Menurutnya, desa adat tetap membuka jalan berdiskusi untuk mencari solusi terbaik bersama pemerintah.

"Kami berharap pihak provinsi segera membuka garis penyegelan sehingga akomodasi pariwisata warga bisa kembali jalan," ujar Yasa.

Salah satu tuntutan mereka adalah mendesak pemerintah memfasilitasi aspirasi pemilik akomodasi, warung, dan restoran yang merupakan petani lokal dan putra daerah Jatiluwih. Warga menilai keberadaan restoran dan akomodasi di Jatiluwih penting bagi ekonomi keluarga petani dan generasi muda agar tetap dapat bekerja tanpa harus merantau.

Halaman 2 dari 2
(hsa/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads