Bus Trans Metro Dewata (TMD) terancam tak beroperasi lagi pada 2025. Sinyal sayonara muncul lantaran tak ada anggaran untuk operasional transportasi publik itu.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Bali I Gde Wayan Samsi Gunarta mengungkapkan operasional bus TMD selama ini disubsidi oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Namun, subsidi untuk bus TMD tak dialokasikan lagi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
"Itu kan dananya dari Jakarta (subsidi Kemenhub). Kalau perusahaan berpikir harus pindahkan (bus) ke tempat lain karena lebih membutuhkan, ada kemungkinan kami setop operasi," ujar Samsi, Kamis (26/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data, penumpang TMD sejak Januari hingga 22 Desember 2024 mencapai 1.700.548 orang dari semua koridor. Adapunn rata-rata penumpang 5.109 orang per hari.
Penumpang TMD itu terus menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2023, tercatat 2.074.339 penumpang dengan rata-rata 5.714 orang per hari. Sedangkan, pada 2022 tercatat 2.390.745 penumpang dengan rerata 6.586 orang per hari.
Masyarakat Bali, dia berujar, telah lama kehilangan layanan transportasi publik. Walhasil, mereka lebih terbiasa menggunakan kendaraan pribadi.
Menurut Samsi, Bali berbeda dengan daerah lain yang juga memiliki Teman Bus seperti TMD. Ia mencontohkan masyarakat di Pulau Jawa yang terbiasa menggunakan transportasi publik karena jarak antardesa saja cukup jauh.
"Di sini (Bali) kan dekat-dekat. Tapi, lama-lama orang juga mulai mikir kalau hujan enak di bus, tinggal bawa payung," imbuh Samsi.
Biaya TMD Tak Dianggarkan di APBN di Tahun Depan
Manajer Operasional PT Satria Trans Jaya atau Trans Metro Dewata, Ida Bagus Eka Budi, mengungkapkan biaya operasional bus tersebut tidak dialokasikan pada APBN tahun depan. Padahal, selama ini operasional bus itu disubsidi Kemenhub.
"Tidak terdapat penganggaran pada pengesahan alokasi APBN tahun anggaran 2025," ujar Eka Budi, Kamis.
Hingga kini, dia belum mendapat kepastian dari Kemenhub terkait operasional bus TMD. Eka Budi pun kini hanya menunggu arahan apakah angkutan publik itu terus beroperasi atau disetop. "Kami selaku operator Teman Bus Bali tentunya menunggu arahan lebih lanjut dari Kemenhub," tuturnya.
Budi menjelaskan bus TMD merupakan proyek stimulan dari Kemenhub untuk memaksimalkan layanan angkutan umum di Bali. Stimulan ini berlaku selama lima tahun, terhitung sejak 6 Desember 2019 hingga 6 Desember 2024.
Meski masa stimulan telah berakhir, Budi melanjutkan, kontrak TMD dengan Kemenhub baru akan berakhir pada 31 Desember 2024. "Semoga ada solusi terbaik untuk memberikan pelayanan kepada pengguna TMD dan masyarakat di Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan)," pungkasnya.
Pengamat Nilai Pemprov Bali Pelit
Pengamat transportasi Djoko Sotijowarno menilai Pemprov Bali pelit dan tak serius mengurus operasional bus Trans Metro Dewata. Walhasil, layanan transportasi publik itu terancam setop beroperasi pada 2025 karena tak ada kejelasan subsidi dari Kementerian Perhubungan.
"Ya memang ditutup karena Pemda Bali nggak serius. Semua daerah mau ambil alih (subsidi dari pemerintah pusat), tapi Bali yang nggak mau," ujar Djoko saat dihubungi detikBali, Kamis.
Menurut Djoko, Pemprov Bali seharusnya bisa mengalokasikan anggaran untuk memberi subsidi bus TMD. Dia menilai biaya subsidi bus TMD di Bali tergolong murah karena rutenya pendek.
Dia mencontohkan Jawa Tengah yang memiliki tujuh koridor mengeluarkan anggaran RP 110 miliar. Kemudian, Semarang menganggarkan hampir Rp 300 miliar untuk 12 koridor.
Pemprov Bali, dia melanjutkan, bisa menyubsidi minimal satu koridor saja dan mereka tetap bisa memperoleh pendapatan dari sana. Misalkan, meminta pihak swasta untuk membangun halte untuk dapat iklan.
"Paling sederhananya Trans Metro Dewata itu ASN-nya suruh naik. Itu paling sederhana," ungkap Djoko.
Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu kecewa terhadap komitmen Pemprov Bali dalam menyediakan transportasi publik. Ia menilai eksekutif dan legislatif di Bali sama-sama tidak memiliki keinginan untuk membangun transportasi publik yang baik.
"Satu rupiah pun nggak mau keluar duit. Memang keterlaluan Bali itu pemda-nya, nggak serius untuk angkutan umum," pungkasnya.
(iws/gsp)