Pemprov Bali Dinilai Pelit Urus Trans Metro Dewata

Pemprov Bali Dinilai Pelit Urus Trans Metro Dewata

Rizki Setyo Samudero - detikBali
Kamis, 26 Des 2024 20:22 WIB
Armada bus Trans Metro Dewata di Terminal Ubung, Denpasar, Bali, Kamis (26/12/2024).
Armada bus Trans Metro Dewata di Terminal Ubung, Denpasar, Bali, Kamis (26/12/2024). (Foto: Rizki Setyo Samudero/detikBali)
Denpasar -

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dinilai pelit dan tak serius mengurus bus Trans Metro Dewata (TMD). Layanan transportasi publik itu terancam setop beroperasi pada 2025 karena tak ada kejelasan subsidi dari Kementerian Perhubungan.

Pengamat transportasi sekaligus Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Sotijowarno menilai sejak awal Pemprov Bali tak serius mengurus bus itu.

"Ya memang ditutup karena Pemda Bali nggak serius. Semua daerah mau ambil alih (subsidi dari pemerintah pusat), tapi Bali yang nggak mau," ujar Djoko saat dihubungi detikBali, Kamis (26/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Djoko juga melihat Pemprov Bali terlalu pelit untuk mengalokasikan anggarannya untuk menyubsidi bus TMD. Padahal, daerah lain seperti Kalimantan Selatan, Aceh, hingga Jawa Tengah sudah menggelontorkan subsidi untuk operasional bus bantuan dari pemerintah pusat itu.

"Satu rupiah pun nggak mau keluar duit. Memang keterlaluan Bali itu pemda-nya, nggak serius untuk angkutan umum," geramnya.

ADVERTISEMENT

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI itu kecewa terhadap Pemprov Bali. Sebab, dirinya dulu turut merancang rute bus tersebut.

"Dulu itu saya buatin bersama-sama dengan mereka tapi mereka nggak serius. Ya, mau bagaimana," ucapnya.

Padahal, lanjut Djoko, biaya subsidi bus tersebut terbilang murah. Dia mencontohkan Jawa Tengah yang memiliki tujuh koridor mengeluarkan anggaran RP 110 miliar. Kemudian, Semarang yang menganggarkan hampir Rp 300 miliar untuk 12 koridor.

"Ini lima (koridor) kecil lah nggak sampai seratus malah. (Rute) pendek-pendek. Rp 100 miliar kecil kok. Memang Pemda Bali aja yang nggak niat untuk urusin angkutan umum. Pakai kereta mana bisa, bus aja yang murah nggak mau, ini kereta," ungkap alumnus Universitas Diponegoro itu.

Padahal, Pemprov Bali bisa menyubsidi minimal satu koridor saja, mereka bisa memperoleh pendapatan dari sana. Misalkan, meminta swasta untuk membangun halte untuk dapat iklan.

Ia mengeklaim, Bali sebagai daerah pariwisata di dunia yang paling buruk dari segi transportasi publik. Ia khawatir Bali lama-lama akan ditinggalkan oleh wisatawan.

"Paling sederhananya Trans Metro Dewata itu ASN-nya suruh naik. Itu paling sederhana," ungkap Djoko.

Lebih lanjut, Djoko juga melihat eksekutif dan legislatif di Bali sama-sama tidak memiliki keinginan untuk membangun transportasi publik yang bagus. Ia menepis anggapan karakter masyarakat Bali yang tidak terbiasa menggunakan transportasi publik. Menurutnya, itu tergantung pemerintah daerahnya.

"Karena pemdanya mau subsidi, DPRD-nya nggak setuju karena bisnisnya takut habis. DPRD kan (mikirnya) persewaan rental. Jadi yang merusak Bali bukan pemdanya saja, tapi anggota DPRD-nya juga ngerusak itu," ucap dia.

Selain Bali, Djoko menyebut daerah lain yang tidak menyubsidi bus dari pemerintah yakni Yogyakarta. Dua daerah pariwisata ini masih enggan menyubsidi Teman Bus dari pemerintah.

"Sama Jogja juga nggak mau kasih subsidi. Pusat itu memberikan insentif diajarkan caranya bagaimana terus dilanjutkan oleh pemda," pungkas Djoko.

Sebelumnya, operasional Trans Metro Dewata terancam berhenti mulai tahun depan. Layanan bus itu dinilai tak maksimal di Bali, lalu tak ada alokasi dana subsidi di APBN 2025.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Bali I Gde Wayan Samsi Gunarta menyebut bus Trans Metro Dewata (TMD) terancam tak lagi beroperasi pada 2025. Sebab, ia melihat bus TMD masih belum berjalan optimal.

"Itu kan dananya dari Jakarta (subsidi Kementerian Perhubungan). Kalau perusahaan berpikir bahwa harus pindahkan ke tempat lain karena tempat lain lebih membutuhkan ya ada kemungkinan kami setop operasi," ujar Samsi, Kamis (26/12).

Samsi mengatakan masyarakat Bali sudah lama kehilangan transportasi publik. Sehingga, masyarakat sudah terbiasa menggunakan kendaraan pribadi.

"Jadi kita untuk kembali lagi ke sana (transportasi publik) butuh waktu untuk penyesuaian, butuh dipaksa kadang-kadang," ungkap dia.

Ia juga khawatir dengan penganggaran bus TMD yang masih belum clear sampai saat ini. "Kami memang terima surat sih dari Jakarta minta diambil alih oleh pemprov, tapi pemprov belum ada kapasitasnya," tutur dia.




(dpw/dpw)

Hide Ads