Dinas Perhubungan (Dishub) Bali menggelar pertemuan dengan aplikator dan koperasi angkutan sewa khusus (ASK) pada Senin (9/12/2024). Pertemuan ini menyoroti maraknya kendaraan sewa berpelat luar Bali yang beroperasi di wilayah tersebut.
Kepala Dishub Bali, I Gde Wayan Samsi Gunarta, menyampaikan bahwa kendaraan sewa pelat luar Bali yang beroperasi selama ini tidak terdata di sistem aplikasi. Selama ini, ASK resmi terdaftar adalah mereka yang berada di bawah naungan koperasi atau perusahaan.
Saat ini, terdapat 11.400 ASK berpelat Bali atau berpelat DK yang tercatat resmi beroperasi di Bali. Samsi menegaskan bahwa aturan harus ditegakkan untuk menyelesaikan persoalan terkait kendaraan dan sopir luar Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sepakat bersama untuk menegakkan aturan itu dengan baik, memastikan isu yang berkaitan dengan kendaraan luar, dan sopir luar bisa kami selesaikan dengan baik karena aturannya sudah jelas," kata Samsi.
Samsi menjelaskan, pihaknya tidak bisa melarang kendaraan sewa berpelat luar Bali atau pekerja dari luar Bali. Namun, kendaraan tersebut harus memenuhi ketentuan, salah satunya memiliki domisili di Bali untuk terdaftar di sistem aplikasi online. Ada aturan yang jelas, dan hal ini harus dipatuhi.
Dalam pertemuan tersebut, disepakati agar ASK di Bali meningkatkan kualitas pelayanan, termasuk pemahaman budaya lokal dan penampilan yang lebih baik. "Kami ingin angkutan ini menjadi layanan yang berkualitas," tegas Samsi.
Dishub Bali juga mendorong masyarakat untuk melaporkan kendaraan ASK berpelat luar Bali yang beroperasi di wilayahnya. "Kendaraan tersebut bisa di-suspend jika terbukti melanggar aturan," kata Samsi.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas transportasi di Bali sekaligus menjaga ketertiban sesuai regulasi yang berlaku.
Anggota DPR RI asal Bali, I Nyoman Parta, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, menyoroti kompleksitas persoalan transportasi di Bali. Menurutnya, isu kendaraan pelat luar Bali dan KTP Bali tidak sehat dan memengaruhi rasa kebangsaan.
Dia ingin tahu apa sebenarnya persoalannya. Salah satu masalahnya adalah dicabutnya Perda Nomor 8 Tahun 2000 yang membatasi kendaraan masuk ke Bali.
Parta mendorong penertiban administrasi dan pendataan jumlah kendaraan di Bali untuk mencegah kemacetan. "Bali ini sempit, jalannya juga sempit. Kita harus memastikan jumlah kendaraan tidak melebihi kapasitas," ujarnya.
Ia juga mengusulkan penghidupan kembali Perda tersebut, pembatasan usia kendaraan yang masuk ke Bali, serta konversi kendaraan pelat luar Bali menjadi pelat DK dalam waktu tiga hingga enam bulan. "Tujuannya agar administrasi lebih tertib dan kemacetan bisa dikendalikan," tegasnya.
Parta menambahkan, pembatasan usia kendaraan yang masuk penting untuk menghindari potensi kemacetan akibat kendaraan tua. "Mobil yang masuk ke Bali harus layak jalan dan tidak menambah masalah lalu lintas," pungkasnya.
(dpw/dpw)