Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan tarif agar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada 2025 hanya dikenakan ke barang mewah. Pimpinan DPR telah menemui Presiden Prabowo Subianto untuk mengusulkan itu.
Dilansir dari detikFinance, DPR menyebut barang-barang yang masuk ke dalam kategori barang mewah ialah barang yang telah dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
"Yang dimaksud dengan itu memang selektif, selektif kepada barang yang selama ini sudah kena PPnBM hanya mereka yang dikenakan PPN 12%," ujar Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, Jumat (6/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengungkapkan barang-barang mewah tersebut seperti mobil dan hunian mewah. "Mobil mewah, apartemen mewah, rumah mewah," kata Dasco.
Lantas, apa saja barang yang selama ini dikenakan PPnBM dan diusulkan dikenakan PPN 12%?
Dikutip dari laman resmi Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dijelaskan PPnBM adalah pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah kepada produsen untuk menghasilkan atau mengimpor barang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. PPnBM hanya dikenakan satu kali pada saat penyerahan barang ke produsen.
Adapun barang kena pajak yang tergolong mewah, yakni barang yang bukan barang kebutuhan pokok, barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, barang yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi, dan barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
Adapun barang yang dikenakan PPnBM, yakni sebagai berikut:
- Kendaraan bermotor, kecuali untuk kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum, kepentingan negara.
- Kelompok hunian mewah, seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, totan house, dan sejenisnya.
- Kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga
- Kelompok balon udara.
- Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.
- Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk kepentingan negara, angkutan umum atau usaha pariwisata.
Artikel ini telah tayang di detikFinance. Baca selengkapnya di sini!
(iws/iws)