DPRD Bali Akan Panggil Investor dan BPN Bali Buntut Polemik Tanah Jimbaran

DPRD Bali Akan Panggil Investor dan BPN Bali Buntut Polemik Tanah Jimbaran

Rizky Setyo Samudero - detikBali
Senin, 03 Feb 2025 12:15 WIB
Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Budiutama di DPRD Bali, Senin (3/2/2025). (Rizky Setyo)
Foto: Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Budiutama di DPRD Bali, Senin (3/2/2025). (Rizky Setyo)
Denpasar -

Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Budiutama akan memanggil investor tanah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali buntut polemik tanah dengan masyarakat adat Jimbaran. Di mana masyarakat meminta tanah yang telah dihuni secara turun-temurun tersebut dikembalikan.

"Segera memanggil yang disebutkan tadi, ada investor, BPN Bali, intinya begitu. Apalagi ini kan sudah masuk proses peralihan," kata Budiutama seusai menerima audiensi Kesatuan Penyelamat Tanah Adat (Kepet Adat) di DPRD Bali, Denpasar, Senin (3/2/2025).

Rencananya, Budiutama memanggil seusai berkas dan dokumen yang diperlukan telah dilengkapi oleh Kepet Adat. Namun, pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu dokumen tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Siapa-siapa yang akan dipanggil nanti kan kelihatan di sana hasil kajiannya, tadi kan sudah disebutkan ada investor," jelas politikus PDI Perjuangan itu.

Pria asal Bangli itu akan mempelajari terlebih dahulu bersama Komisi I apa saja yang diperlukan selama proses pengkajian itu. "Ya kami akan pelajari dulu dokumennya, tapi intinya kami akan segera sikapi itu," tandas dia.

ADVERTISEMENT

Sebelumnya, masyarakat Jimbaran yang tergabung dalam Kepet Adat mendatangi kantor DPRD Bali meminta tanah yang telah dihuni secara turun-temurun oleh masyarakat adat agar dikembalikan. Pasalnya, tanah tersebut saat ini berstatus HGB yang diserahkan oleh investor.

"Pada tahun 1994-1995 di sana telah terjadi penggusuran secara massal dan menyerahkan tanahnya kepada investor yang diberikan HGB pada saat itu," kata perwakilan Kepet Adat, I Nyoman Tekat, di saat audiensi di DPRD Bali, Senin (3/2/2025).

Dia menceritakan sejak sebelum Indonesia merdeka, masyarakat adat Jimbaran telah menempati tanah tersebut. Sebab, tanah tersebut merupakan warisan Kerajaan Mengwi. Masyarakat di sana memproduksi palawija yang secara rutin disetorkan ke desa adat.

Setelah Indonesia merdeka, lanjut Tekat, tanah tersebut diambil alih oleh negara. Sehingga, tanah yang dulunya dikuasai oleh kerajaan diserahkan ke masyarakat.

Namun, hingga saat ini tanah tersebut bersertifikat HGB yang diserahkan kepada investor. Hal itu yang membuat masyarakat tidak sepakat.

Tekat mengatakan banyak masyarakat yang telah diusir dari sana dan saat ini hanya dihuni 2-3 keluarga saja. Oleh sebab itu, masyarakat Jimbaran menganggap proses perpanjangan sertifikat HGB atas lahan seluas 290 hektare itu diduga melawan hukum. Sebab, saat diperpanjang sebagian besar lahan tersebut dalam kondisi telantar.




(nor/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads