Sebanyak enam pekerja migran Indonesia (PMI) asal Bali meninggal di luar negeri dalam dua bulan terakhir. Penyebab kematian keempat PMI itu beragam, mulai dari mengidap penyakit, dibunuh, hingga mengalami kecelakaan kerja.
Terbaru, I Made Arya Budiharta meninggal akibat menderita kanker lidah di Amerika Serikat (AS) pada Sabtu (11/1/2025) pukul 20.41 waktu setempat. Pria berusia 41 tahun asal Kelurahan Dauhwaru, Jembrana, itu diketahui bekerja di sebuah restoran di Bourbonnais, Illinois, AS.
"Menurut ibunya, Ni Ketut Wandi, almarhum adalah anak bungsu yang menjadi tumpuan harapan keluarga," ungkap Kepala Bidang Penempatan, Pelatihan Produktivitas, dan Transmigrasi Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian (Disnakerperin) Jembrana, I Putu Agus Arimbawa, Senin (13/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Arya diketahui berangkat ke AS pada 2018 secara mandiri setelah sebelumnya bekerja di kapal pesiar. Ia menderita kanker lidah sejak 2022.
Meski sempat menjalani beberapa kali kemoterapi yang dibiayai oleh tempat kerjanya, kondisi kesehatan Arya memburuk pada Juni 2024. Sejak itu, dia mengalami gejala sakit tulang belakang. Almarhum kemudian menjalani operasi saraf pada Desember 2024.
"Sayangnya, kondisi almarhum terus menurun hingga akhirnya meninggal dunia," lanjut Agus.
Proses pemulangan jenazah Arya tengah difasilitasi oleh Disnakerperin Jembrana bersama berbagai pihak. Termasuk rekan kerja almarhum di AS dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) setempat. "Kami akan terus memantau perkembangan proses ini," ujar Agus.
PMI Asal Buleleng Dibunuh di Malaysia
Seorang PMI asal Buleleng, Bali, bernama Nurhayati diduga menjadi korban pembunuhan di Malaysia. Menurut pemberitaan salah satu media di Malaysia, ibu delapan anak itu ditemukan tewas berlumur darah di kamar hotel dekat Taman Mawar, Puchong, Malaysia, pada 31 Desember 2024.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Buleleng Made Juartawan mengungkapkan Nurhayati merupakan perempuan kelahiran Tulungagung, Jawa Timur. Dia menikah dengan pria asal Desa Gitgit, Buleleng. Setelah menikah, Nurhayati bekerja di Malaysia.
"Untuk sementara kami belum mendapatkan informasi tambahan terkait peristiwa ini," kata Juartawan, Selasa (7/1/2025).
Perbekel Desa Gitgit, I Putu Arcana, mengatakan Nurhayati telah pindah domisili dari Desa Gitgit sejak Juli 2023. Meski begitu, status pernikahan Nurhayati dan suaminya di Gitgit masih diakui.
"Rencana keluarganya, pemakaman akan dilakukan di setra (kuburan) adat Gunung Luwih, Desa Gitgit," kata Arcana.
Jenazah Nurhayati tiba di rumah duka di Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali, Rabu (9/1/2025) sore. Suasana haru mewarnai kepulangan jenazah perempuan berusia 39 tahun itu di rumah duka.
Nurhayati ternyata baru bekerja selama 1,5 tahun di Malaysia. Ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Negeri Jiran itu.
Suami korban, Komang Suwinten, menyebut istrinya itu sempat berkomunikasi dengannya pada tiga bulan awal setelah keberangkatannya ke Malaysia. Namun, setelah itu komunikasi antar keduanya terputus.
"Saya masih sempat hubungi dia setelah bekerja di sana. Habis itu lost contact dan tahu-tahu saya dapat informasi ini," tutur Suwinten.
Suwinten menuturkan Nurhayati bekerja di luar negeri karena ingin mengubah nasib keluarga. Terlebih mereka punya delapan anak. "Cita-citanya untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Biar anak-anak kami lebih bahagia," imbuhnya.
PMI Berstatus Overstay Meninggal di Jepang
I Nyoman Sudiana meninggal dunia di Jepang. PMI asal Kabupaten Badung, Bali, itu diketahui berstatus overstay dan bekerja secara nonprosedural di Negeri Sakura.
Kepala Disperinaker Badung I Putu Eka Merthawan menjelaskan 50 persen biaya pemulangan jenazah Sudiana ditanggung oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jepang. Setengahnya lagi menggunakan uang urunan warga Bali di Jepang.
"Ketika tiba, rencana (jenazah) akan dititipkan di RSD Mangusada, Badung, sambil menunggu hari baik," jelas Eka Merthawan, Senin (6/1/2025).
Berdasarkan surat laporan hasil kunjungan Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Badung yang diterima detikBali, pemulangan jenazah Sudiana dari Jepang mencapai Rp 90 juta.
Eka Merthawan membeberkan Sudiana meninggal pada di Jepang pada 16 Desember 2024. PMI berusia 55 tahun itu diduga mengembuskan napas terakhir karena sakit. Kabar meninggalnya Sudiana, kata Eka, juga sempat ramai di media sosial.
Selama di Jepang, Sudiana diketahui bekerja sebagai petani sayur. Lantaran bekerja di negara itu secara nonprodsedural, tidak ada pihak yang secara resmi bertanggung jawab atas pemulangan jenazahnya ke Indonesia.
Selain itu, almarhum disebut sedang mengurus proses deportasi secara mandiri dan telah mendapat jadwal kepulangan pada Januari 2025. "Saat ini jenazah masih berada di kepolisian Hokota Jepang untuk dilakukan identifikasi terkait penyebab kematian. Terkait pemulangan, KBRI sudah berkoordinasi dengan Dit PWNI, Banjar Bali di Jepang, BP3MI Bali, dan keluarga," pungkasnya.
PMI Meninggal di Peternakan Babi Jepang
![]() |
PMI lainnya yang mengembuskan napas terakhir di luar negeri adalah I Komang Sudiarna. Pria berusia 50 tahun asal Lingkungan Bilukpoh, Kelurahan Tegalcangkring, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, itu tewas akibat tertimpa loader saat bekerja di sebuah peternakan babi di Jepang.
Peristiwa nahas itu terjadi pada Selasa (31/12/2024) sekitar pukul 13.51 waktu setempat. Sudiarna bersama seorang temannya awalnya merapikan pepohonan yang dianggap mengganggu di sekitar kandang babi. Nahas, Sudiarna malah tertimpa alat berat hingga meninggal.
"Dari informasi keluarga, I Komang Sudiarna ini sudah bekerja di Jepang sejak tahun 2019 lalu dengan skema mandiri," ungkap Kepala Disnakerperin Jembrana, I Putu Agus Arimbawa, Kamis (2/1/2025).
Arimbawa menjelaskan Sudiarna berangkat dan difasilitasi oleh temannya menggunakan visa turis atau visa berkunjung, bukan visa untuk bekerja di Jepang. "Memang unprosedural. Pakai visa turis," ujar dia.
Meski demikian, seluruhnya biaya, termasuk proses di kepolisian, pemulangan jenazah hingga prosesi pengabenan, ditanggung perusahaan tempat Sudiarna bekerja. Jenazah masih dititipkan di rumah sakit setempat sambil menunggu proses investigasi kepolisian Jepang selesai.
"Pihak keluarga juga belum bisa memastikan kapan jenazah akan dipulangkan, masih menunggu proses penyelidikan pihak penegak hukum di Jepang," terang Arimbawa.
PMI Idap Meningitis Meninggal di Turki
![]() |
PMI asal Jembrana lainnya, Ni Putu Kariani, meninggal dunia di Turki akibat penyakit meningitis pada 14 Desember 2024. Jenazah Kariani tiba di kampung halamannya di Desa Tuwed, Kecamatan Melaya, 29 Desember 2024.
Proses pemulangan jenazah Kariani sempat terkendala sejumlah masalah, terutama terkait biaya. Perusahaan tempat Kariani bekerja kesulitan menanggung biaya pemulangan setelah sebelumnya mengeluarkan biaya besar untuk pengobatan perempuan berusia 44 tahun itu.
"Almarhumah sempat menjalani tiga kali kemoterapi dan dua kali operasi otak. Perusahaan sudah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk pengobatan," ungkap Kepala Disnakerperin Jembrana, I Putu Agus Arimbawa, Jumat (27/12/2024).
Arimbawa membenarkan proses pemulangan jenazah Kariani menggunakan uang donasi. Menurutnya, berkat penggalangan dana oleh relawan bersama Satgas PMI di Turki, akhirnya terkumpul dana sebesar US$ 4.500 yang digunakan untuk biaya pemulangan jenazah.
Kariani diketahui jatuh sakit sejak Agustus 2024 dan diajukan untuk pulang ke Tanah Air sejak Oktober lalu. Namun, pemulangan Kariani terkendala lantaran kondisi kesehatannya yang terus memburuk.
Jenazah Kariani tiba di rumah duka pada Minggu (29/12/2024). Tangis keluarga langsung pecah ketika peti mati jenazah Kariani dibuka. Suami Kariani, I Ngurah Nata (48), langsung mengenali istrinya dari tanda di kaki.
"Saya langsung tahu itu istri saya begitu melihat kakinya. Saya tak kuasa menahan tangis karena itu saya tidak melihat wajahnya," ungkap Nata dengan suara bergetar.
Selama bekerja di luar negeri, Kariani sempat menjalani berbagai pengobatan, termasuk kemoterapi. Nata beberapa kali menghubungi istrinya itu lewat panggilan video.
"Istri saya sempat berencana pulang setelah kemoterapi, tetapi sakitnya kambuh lagi sehingga dilakukan operasi. Namun, kondisinya terus menurun dan meninggal dunia. Beberapa kali sempat melakukan panggilan video, tetapi responnya sudah tidak bagus," tutur Nata.
PMI Meninggal di Kapal Pesiar
![]() |
I Ketut Ardika Yasa meninggal dunia secara mendadak di atas kapal pesiar pada 23 November 2024. PMI asal Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Jembrana, itu meninggal pada kontrak ketiga di kapal pesiar.
Andika diduga meninggal akibat serangan jantung saat kapal pesiar sedang berlayar di Miami, Amerika Serikat. Jenazahnya kemudian diturunkan di pelabuhan terdekat untuk dilakukan investigasi.
"Proses investigasi terkait penyebab kematian sudah selesai dilakukan sebelum tanggal 15 Desember. Namun, pemulangan jenazah harus menunggu jadwal penerbangan kargo yang sesuai," kata Agus Kepala Disnakerperin Jembrana, I Putu Agus Arimbawa, Minggu (22/12/2024).
Kabar duka ini mengejutkan keluarga dan kerabat dekat Ardika. Pasalnya, anak bungsu dari empat bersaudara itu dikenal sebagai sosok pekerja keras.
"Kami sangat terkejut mendengar kabar ini. Ardika selalu terlihat sehat dan bugar. Sebelum berangkat bekerja ke kapal pesiar, Ardika juga telah menjalani pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat," ungkap ayah Ardika, I Ketut Widiastra, di rumah duka, Kamis (19/12/2024).
Menurut keterangan keluarga, sebelum meninggal dunia, Ardika sempat melakukan video call dengan keluarganya. Namun, beberapa jam kemudian, mereka menerima kabar duka bahwa Ardika telah meninggal dunia akibat serangan jantung.
"Anak saya ini sempat menghubungi kami dengan video call sebelum kejadian. Tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan," kata Widiastra.
Ardika meninggalkan seorang istri dan dua anaknya yang masih balita. Ia merupakan tulang punggung keluarga dan sosok yang sangat dicintai oleh keluarganya.
(iws/iws)