Para peneliti dari Helmholtz Munich dan Ludwig-Maximilians-Universitat (LMU) menemukan protein lonjakan SARS-CoV-2, virus di balik pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), tetap berada di lapisan pelindung otak (meningen) dan sumsum tulang tengkorak hingga empat tahun setelah infeksi.
Protein virus SARS-CoV-2 yang bertahan selama bertahun-tahun di meningen dan sumsun tulang tengkorak selama bertahun-tahun setelah infeksi memicu efek jangka panjang. Protein lonjakan ini memicu peradangan kronis pada individu yang terkena COVID-19 dan meningkatkan risiko penyakit neurodegeneratif.
Direktur Institut Bioteknologi Cerdas di Helmholtz Munich, Ali ErtΓΌrk, mengatakan dampak neurologis jangka panjang meliputi penuaan otak yang lebih cepat. Hal itu berpotensi mengakibatkan hilangnya fungsi otak sehat selama lima hingga 10 tahun pada individu yang terkena dampak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Studi para peneliti itu diterbitkan dalam jurnal Cell Host & Microbe. Penelitian itu juga menemukan mantan penyintas COVID-19 juga kemungkinan memiliki gejala neurologis jangka panjang, seperti sakit kepala, gangguan tidur, dan kabut otak atau brain fog, serta gangguan kognitif.
Sekitar lima hingga 10 persen orang yang terinfeksi COVID-19 kemungkinan akan mengalami gejala jangka panjang. Penelitian tersebut mengungkapkan sekitar 400 juta orang mungkin membawa sejumlah besar protein lonjakan.
"Khususnya, vaksin terhadap virus mematikan tersebut secara signifikan mengurangi akumulasi protein lonjakan di otak," kata para peneliti, dikutip dari detikHealth.
"Namun, pengurangannya hanya sekitar 50 persen pada tikus, meninggalkan sisa protein lonjakan yang terus menimbulkan risiko toksik pada otak," lanjut peneliti.
Untuk penelitian tersebut, tim mengembangkan teknik pencitraan bertenaga AI baru untuk memahami bagaimana protein lonjakan SARS-CoV-2 memengaruhi otak. Metode ini menawarkan visualisasi tiga dimensi protein virus, digunakan untuk menemukan distribusi protein lonjakan yang sebelumnya tidak terdeteksi dalam sampel jaringan dari pasien COVID dan tikus.
Temuan tersebut mengungkapkan adanya peningkatan konsentrasi protein lonjakan secara signifikan pada sumsum tulang tengkorak dan meningen, bahkan bertahun-tahun setelah infeksi.
Artikel ini telah tayang di detikHealth. Baca selengkapnya di sini!
(hsa/hsa)