Setiap daerah di Indonesia punya nama sendiri untuk tradisi musyawarah. Di daerah Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), musyawarah ini dikenal dengan nama Mbolo Weki. Tradisi ini sudah ada sejak dulu dan masih dilestarikan sampai sekarang.
Mbolo Weki adalah kegiatan berkumpul dengan membentuk lingkaran untuk membahas hal-hal penting bersama. Dalam tradisi ini, semua orang bisa menyampaikan pendapat dan mencari keputusan yang terbaik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi masyarakat Suku Mbojo, Mbolo Weki adalah salah satu cara untuk menjaga kebersamaan, saling menghormati, dan hidup dalam kerukunan. Tradisi ini menjadi bukti bahwa nilai musyawarah sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Bima sejak lama.
Mengenal Mbolo Weki
Haryanto & Palili (2024) dalam jurnalnya yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Budaya Mbolo Weki Di Desa Mbawa Kecamatan Donggo, Bima, menyatakan bahwa Mbolo Weki adalah cara penting bagi masyarakat Bima untuk hidup lebih baik, rukun, dan akrab.
Merujuk pada sumber yang sama, Mbolo Weki berasal dari dua kata, yaitu mbolo yang berarti lingkaran dan weki yang berarti kita. Jadi, Mbolo Weki merupakan sebuah kegiatan berkumpul bersama dengan cara membentuk lingkaran untuk bermusyawarah. Semua orang akan duduk bersama dan membicarakan hal-hal penting, seperti menyiapkan upacara adat, pernikahan, atau sunatan.
Dalam pelaksanaanya, tradisi ini selalu mengutamakan nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan saling menghormati. Semua orang bisa ikut berpartisipasi dan saling memberikan pendapat. Dengan cara ini, hubungan antara masyarakat akan menjadi lebih dekat. Baik itu dalam konteks kebutuhan sehari-hari atau kehidupan spiritual mereka.
Tujuan Mbolo Weki
Tradisi Mbolo Weki di Bima dilakukan untuk menciptakan hubungan masyarakat yang kuat dan tidak mudah goyah. Dalam tradisi ini, masyarakat akan duduk melingkar lalu membicarakan masalah penting bersama. Hal ini bertujuan supaya semua keputusan diambil dengan bijaksana dan kehidupan masyarakat tetap rukun.
Selain itu, Mbolo Weki juga bertujuan untuk menjaga tradisi adat peninggalan leluhur untuk nantinya diwariskan kepada anak cucu mereka. Tradisi ini mengingatkan masyarakat tentang nilai kejujuran, kebersamaan, dan menghargai tokoh adat. Dengan begitu, masyarakat bisa hidup damai dan mencegah masalah lewat musyawarah yang baik.
Pelaksanaan Mbolo Weki
Melansir dari jurnal yang ditulis oleh Sabil, Syahbi, & Yuliatin (2023) yang berjudul Tradisi Mbolo Weki Suku Mbojo Dan Nilai-Nilai Pancasila Yang Terkandung Didalamnya Studi Di Desa Naru Kecamatan Woha Kabupaten Bima, dalam prosesi pelaksanaan Tradisi Mbolo Weki memiliki tiga tahap yang harus dilakukan.
Pertama adalah tahap persiapan. Pada tahap ini, keluarga yang memiliki hajat akan berkumpul terlebih dahulu untuk musyawarah dengan keluarga inti. Mereka membicarakan bagaimana acara akan dibuat. Setelah itu, keluarga mengundang masyarakat untuk membantu menyiapkan kebutuhan, seperti mendirikan tenda dan persiapan lainnya.
Tahap kedua adalah tahap pelaksanaan. Mbolo Weki dilakukan setelah salat isya di rumah keluarga yang punya hajat. Laki-laki biasanya membahas hal yang berhubungan dengan fisik, seperti tempat acara, panggung, atau seragam. Sedangkan perempuan membahas hal yang lebih teliti seperti uang, makanan, alat masak, dan apa saja yang perlu dibeli.
Tahap ketiga adalah tahap penutup. Setelah semua orang setuju dengan hasil musyawarah, akan langsung dibacakan untuk memastikan tidak ada yang terlewat. Setelah pembacaan selesai, Mbolo Weki ditutup dengan doa, salawat, dan semua orang bersalam-salaman.
(nor/nor)










































