Tindakan bunuh diri bisa dicegah sedini mungkin bila tanda-tandanya bisa dipahami dengan baik. Konsultan kesehatan mental dari Empowering Awareness Asia, Sari Puteri Deta, mengungkapkan ada beberapa tanda seseorang yang hendak ulah pati (bunuh diri).
Salah satunya jika seseorang menyampaikan pernyataan 'dunia sudah tidak membutuhkannya lagi'. Ungkapan itu menandakan seseorang telah depresi berat hingga ingin mengakhiri hidupnya. "Itu sebetulnya sudah warning," jelas Deta ditemui detikBali di kantor Empowering Awareness Asia, Jalan Sedap Malam Nomor 111A, Denpasar, Kamis (20/6/2024).
Angka suicide rate atau tingkat bunuh diri di Bali menjadi yang tertinggi di seluruh Indonesia. Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri, tingkat bunuh diri di Bali sepanjang 2023 mencapai 3,07. Tingkat bunuh diri ini dihitung berdasarkan jumlah kasus ulah pati dibandingkan dengan jumlah penduduk.
Tanda-tanda lain dapat dilihat ketika penderita kesehatan mental mulai memberikan barang-barang berharga atau hewan peliharaan kepada orang lain tanpa alasan yang jelas. Selain itu, orang yang ingin mengakhiri hidupnya biasanya sudah menyusun skenario kematiannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Menurut Deta, perubahan dari fase ringan hingga berat orang yang kesehatan mentalnnya terganggu tergolong cepat. Apalagi, ketika penderita tidak mendapatkan penanganan yang tepat. Kurangnya regulasi pada stressor, kontrol pada diri, dan intervensi dari lingkungan sangat berdampak pada percepatan tingkat gangguan mental pada seseorang.
Psikiater RSUP Prof Ngoerah, Lely Setyawati Kurniawan, mengungkapkan tanda-tanda awal seseorang berpotensi mengakhiri hidupnya adalah seringkali memberikan peringatan-peringatan halus melalui keluh kesah atau pernyataan yang mencerminkan putus asa.
Baca juga: Pria Jember Hendak Bunuh Diri di Selat Bali |
Ini masih dianggap ringan dan penting untuk direspons dengan mendengarkan dan menawarkan dukungan. "Contoh misalnya dia berkeluh kesah 'Aduh kok aku bosen loh hidup, gini-gini saja'. Itu nggak boleh dianggap remeh, itu sudah satu cetusan rasa putus asa," tegas Lely kepada detikBali di ruangannya, Jumat (21/6/2024).
Tanda lainnya, yakni ketika seseorang secara mendadak menyatakan hendak pergi jauh atau memasang status di media sosial yang menandakan bahwa diri mereka sedang tidak baik-baik saja. Menurut Lely, itu merupakan seruan minta tolong yang patut direspons dan diwaspadai.
Di fase yang lebih berat adalah seseorang yang sudah mempersiapkan diri untuk melakukan aksi bunuh diri. Hal ini dicirikan dengan tindakan seseorang dalam mempersiapkan barang sebagai objek untuk mengakhiri hidupnya. Fase terberatnya adalah ketika seseorang mulai berani mengimplementasikan aksi bunuh diri yang telah direncanakan.
Mengapa bunuh diri banyak dilakukan oleh perempuan? Baca selengkapnya di sini.
Lely mengungkap data mengejutkan terkait bunuh diri. Berdasarkan pengalamannya menjadi psikiater di RSUP Prof Ngoerah, pasien yang datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) memiliki cara bunuh diri yang bermacam-macam. Pasien perempuan menjadi pasien yang mendominasi ruang UGD.
"Setiap minggu pasti ada kasus percobaan bunuh diri. Biasanya lebih banyak pada perempuan, tetapi dua kasus terakhir yang saya tangani adalah laki-laki," jelas Lely. Namun, ia tidak menyebutkan data perbandingan terkait hal tersebut.
Secara medis, Lely menjelaskan pengaruh hormonal yang menjadi faktor penyebab tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh perempuan.
Contohnya, ketika perempuan sedang pada siklus bulanan atau menstruasi, maka hal tersebut dapat memengaruhi mood. Demikian pula saat perempuan sedang stres pada masa menyusui atau setelah melahirkan.
Lely mencatat percobaan bunuh diri lebih banyak dilakukan oleh perempuan, tapi yang berhasil melakukan ulah pati adalah laki-laki. Sebab, menurutnya ada perbedaan dari segi mental dan tekad yang memengaruhi tindakan bunuh diri.
"Laki-laki cenderung lebih nekat, sementara perempuan masih merasa takut dan sering meminta pertolongan setelah mencoba bunuh diri," ujarnya.
Bagi seorang laki-laki, penyebab gangguan stres terjadi karena mereka cenderung memendam emosi dan tertutup pada lingkungan sekitar. Keadaan tersebut justru menjadi rawan dan tidak boleh dianggap enteng.
"Istilah medisnya adalah skizoid. Skizoid itu benar-benar hidupnya sangat pendiam dan tertutup. Jadi apa-apa dia suka keep sendiri jadi dia tidak mungkin ceritakan itu ke temannya atau ke siapapun karena mungkin dia merasa malu," jelas Lely.
Lely pun turut prihatin terhadap tingginya kasus bunuh diri di Bali. Padahal, ulah pati seringkali terkait dengan gangguan mental yang tidak disadari oleh masyarakat. Hal ini juga menyangkut stigma banyak orang yang menganggap gangguan mental adalah sakit jiwa.
"Akibatnya, banyak yang datang dalam kondisi sudah parah, bahkan kronis, sehingga pengobatannya lebih sulit," ujar Lely.
Kasus bunuh diri kerap terjadi karena dilatarbelakangi oleh adanya rasa kehilangan pada individu, rasa kehilangan seseorang yang berarti, hingga rasa kehilangan harga diri. Tak pandang bulu, gangguan mental dapat menyerang siapa saja.
"Gangguan mental tidak hanya disebabkan oleh faktor keturunan, tetapi juga oleh stres dan lingkungan," tegas Lely.
Penanganan Bunuh Diri
Setiap gangguan mental memiliki upaya penanganannya sendiri tergantung pada jenis yang diderita serta tingkat ringan atau beratnya. Hal pertama yang menjadi dasar menyikapi diri ketika memiliki gangguan mental adalah edukasi.
Langkah ini menjadi tahap mendasar bagi individu untuk mengenai apa yang membuat dirinya mengalami gangguan mental serta apa yang perlu dilakukan untuk menghindari pemicu itu.
"Misalnya do-nya dengan menghindari stres, terus misal don't-nya jangan terlalu banyak stres dengan menghindari orang-orang yang menurut dia toxic," ucap Deta.
Setelah itu, individu juga harus patuh dan taat dalam melakukan berbagai mekanisme pengobatan. Meski terdengar sederhana, sikap ini sangat berpengaruh pada cepat atau lambatnya efektivitas dari penanganan yang diberikan berhasil pada diri penyintas. Peran serta dukungan dan perhatian dari orang-orang sekitar sangat diperlukan dalam hal tersebut.
"Nggak yang memutuskan treatment secara mandiri, misalnya harusnya minum obat tapi dia malah putus obat sendiri, mengatur dosis sendiri," tegas Deta.
Khusus gangguan psikotik, penanganan dilakukan secara komprehensif dan holistik. Dalam artian, pasien akan ditangani melalui farmakoterapi dengan pemberian obat dalam jangka waktu tertentu secara rutin kemudian dilanjutkan dengan konseling guna menunjang efektivitasnya.
"Jadi harus diredakan dulu, farmakoterapi iya, dan psikoterapi juga iya" jelas Deta.
Respons cepat dan dukungan tulus dari orang terdekat juga menjadi kunci untuk mencegah tindakan bunuh diri. Lely mengatakan dengan cara mendengarkan keluh kesah dan menawarkan bantuan pada orang yang depresi dapat membantu meringankan beban mereka.
"Dengan didengarkan itu, 70-80 persen (potensi bunuh diri) teratasi," tutur Lely.
Upaya medis juga menjadi salah satu penanganan yang dapat digerakkan. Dengan membawa penderita kepada para ahli, seperti psikiater atau psikolog, mereka akan mendapatkan konseling dan terapi yang lebih intensif. Terapi ini bertujuan untuk meyakinkan pasien bahwa hidup ini berharga dan tidak boleh disia-siakan.
Durasi perawatan secara medis juga ditentukan oleh seberapa berat gangguan yang dialami penderita. Lely mematok biasanya fase krisis, yakni fase ingin mati sudah harus hilang dalam hitungan hari.
"Jadi kurang dari seminggu itu kami rawat kami haruskan opname, sampai benar-benar merasa dia tidak akan coba coba untuk bunuh diri lagi," jelasnya.
Meskipun sudah melakukan terapi, fase kritis masih berpeluang untuk kambuh lagi. Sebab seseorang dikatakan mengalami depresi ketika seseorang sudah mengalami gejala depresi selama kurang lebih dua minggu. Oleh karena itu, melakukan perawatan dan terapi secara rutin menjadi kunci kesembuhan penderita.
"Biasanya kami maintenance, terapi-terapi, seminggu dua minggu kami harapkan dia datang rutin, sampai nanti benar-benar depresinya hilang perlu waktu empat sampai enam bulan," pungkas Lely.
Mengapa bunuh diri termasuk dosa besar? Baca selengkapnya di halaman berikutnya.
Rohaniwan Hindu, Ni Nengah Rasmiasti, menjelaskan roh orang yang bunuh diri akan masuk ke neraka lapisan sapta petala. Neraka ini adalah neraka pada lapisan talatala yang diliputi kebencian, kemarahan, dan kesengsaraan berkepanjangan.
Banyak penyebab terjadinya bunuh diri, misalnya kondisi psikis, emosi, mental, dan spiritual seseorang kurang tangguh, tidak kokoh dan tidak kuat.
"Padahal kita juga tahu dan sadar, bahwa terlahir menjadi manusia merupakan kesempatan yang amat langka, dan merupakan kesempatan yang baik untuk merubah perbuatan yang buruk menjadi perbuatan yang baik dan benar," kata Rasmiasti seperti dikutip dari laman Kementerian Agama (Kemenag).
Rasmiasti meminta agar seseorang tidak melakukan bunuh diri karena permasalahan tidak akan selesai hanya dengan meniadakan atman (jiwa). Dalam kehidupan mendatang masalah yang tertunda akan muncul kembali.
Roh yang tubuhnya mati karena bunuh diri, Rasmiati melanjutkan, akan berada di alam kegelapan atau asurya loka. Sang roh akan tersiksa sangat lama.
"Ulah pati dianggap hal yang sangat berdosa," tegas Rasmiasti.
Rasmiasti menuturkan dalam kitab Manawa Dharmasastra dijelaskan bahwa dosa ini juga akan menular pada orang yang mengambil mayat korban bunuh diri. Kasarnya, dosanya dapat ditularkan.
Menurut Rasmiasti, salah satu mencegah ulah pati adalah dengan intens berkomunikasi dengan keluarga. "Pengawasan keluarga adalah hal yang paling penting dilakukan," imbuhnya.
Artikel ini ditulis oleh Zheerlin Larantika Djati Kusuma dan Ni Wayan Santi Ariani, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Koleksi Pilihan
Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikbali