Walhi Soroti Terancamnya Sistem Pengairan dan Sawah Jelang WWF di Bali

Walhi Soroti Terancamnya Sistem Pengairan dan Sawah Jelang WWF di Bali

Aryo Mahendro - detikBali
Sabtu, 18 Mei 2024 21:42 WIB
Warga sekitar saat melihat pengerjaan tol Gilimanuk-Mengwi yang masih dalam tahapan perataan lahan di Banjar Sumbermis, Desa Pekutatan, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana, Kamis (08/12/2022). Foto: I Putu Adi Budiastrawan
Ilustrasi - Warga melihat pengerjaan proyek Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi di Banjar Sumbermis, Desa Pekutatan, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana, Bali, beberapa waktu lalu. (Foto: I Putu Adi Budiastrawan)
Denpasar -

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali mewanti-wanti investasi dan pembangunan yang disepakati Indonesia dengan pemerintah dari negara-negara peserta World Water Forum (WWF) ke-10. Walhi juga menyoroti terancamnya sistem pengairan dan sawah akibat pembangunan di Bali.

"Kami mendesak pemangku kebijakan untuk menghentikan segala bentuk pembangunan yang ekstraktif dan memperparah keadaan lingkungan. Yang mengancam ketersediaan air dan yang mengancam subak di Bali," kata Direktur Walhi Bali Made Krisna Dinata alias Bokis dalam keterangannya, Sabtu (18/5/2024).

Bokis mengatakan sejumlah pembangunan yang sudah dan akan terjadi di Bali merusak belasan sistem pengairan atau subak dan puluhan hektare sawah. Beberapa di antaranya, pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi, Pelabuhan Terintegrasi Sangsit, dan proyek Pusat Kebudayaan Bali di Klungkung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, Bokis berujar, subak berfungsi menampung air hingga 3.000 ton untuk setiap hektare sawah. Menurutnya, jika belasan subak hilang karena pembangunan, Bali akan rentan terkena bencana alam seperti banjir.

"Proyek-proyek tersebut justru mengancam water security and prosperity (keamanan dan kemakmuran air) yang tentunya akan berdampak pada peruntukan pertanian tanaman pangan hingga degradasi budaya dan hilangnya subak yang ada di tapak proyek tersebut," kata Bokis.

Bokis juga menyoroti masifnya alih fungsi lahan dan pembangunan akomodasi wisata yang mengancam sawah dan subak di Bali. Ia menukil data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat peningkatan jumlah kamar hotel di Bali dari sebanyak 19.529 menjadi 54.184 dalam 23 tahun terakhir.

"Banyak temuan jika akomodasi pariwisata lebih banyak menggunakan air bawah tanah (ABT). Ditambah dengan peruntukan kawasan hijau yang hingga kini tidak memenuhi kriteria sebanyak 30 persen sesuai luas wilayah dalam ketentuan peraturannya," pungkasnya.

WWF ke-10 akan berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada 18-25 Mei 2024. Forum sektor air terbesar di dunia tersebut rencananya dihadiri sebanyak 13.448 orang dari 148 negara. Adapun, delegasi VVIP terdiri dari 8 kepala negara dan wakil kepala pemerintahan, 3 utusan khusus, dan 38 menteri.

Nantinya, para delegasi bakal membahas empat isu utama terkait air. Mulai dari konservasi air (water conservation), air bersih dan sanitasi (clean water and sanitation), ketahanan pangan dan energi (food and energy security), hingga mitigasi bencana alam (mitigation of natural disasters).




(iws/iws)

Hide Ads