DPR RI telah mengesahkan Revisi Undang-Undang (UU) tentang Desa menjadi UU dalam rapat paripurna di gedung Nusantara II kompleks MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2024). Berdasarkan UU tersebut, masa jabatan kepala desa (kades) yang sebelumnya hanya enam tahun, kini menjadi delapan tahun.
Perpanjangan masa jabatan itu mendapat beragam respons dari sejumlah kades di Bali dan Nusa Tenggara (Nusra). Ada yang bersuka cita, ada pula kades yang tidak setuju dengan penambahan masa jabatan itu. Berikut ulasannya.
Bukan soal Lama Masa Jabatan
Kades di Nusa Tenggara Timur (NTT) mempunyai perspektif beragam terkait masa jabatan delapan tahun. Kades Letbaun, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, Carles Horison Bising, misalnya, menolak mengenai perpanjangan masa jabatan tersebut. Ia mengaku telah menolak sejak isu jabatan kades ditambah menjadi sembilan tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Carles, persoalan di desa bukan soal lama masa jabatan. Melainkan mengenai kemampuan kades dalam mengelola potensi wilayahnya. Ia menilai para kades juga harus mampu mengelola sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA).
"Artinya, seorang kepala desa harus punya modal akademik, pengalaman dan juga punya relasi yang baik dan banyak dengan pihak di luar," kata Carles, Jumat (29/3/2024).
Carles menilai kades yang berkompeten dapat dilihat melalui tahapan seleksi dan penjaringan yang baik. "Jangankan enam tahun, lima tahun saja sudah cukup. Karena rata-rata desa sudah ada modal dasar pembangunan, sehingga setiap kepala desa hanya melanjutkan yang sudah ada," cetus Carles.
Ia lantas menyoroti faktor suka dan tidak suka dalam pemilihan kades yang dapat berimbas pada pelayanan di masyarakat. Faktor suksesi kades, dia melanjutkan, justru berpotensi menghambat pembangunan desa. Misalkan kubu kades yang kalah kerap tidak mendapatkan pelayanan selama kades terpilih menjabat.
"Bayangkan kalau masa jabatan diperpanjang sampai delapan tahun atau sembilan tahun dan bahkan terpilih lagi dua periode. Berarti ada masyarakat yang tidak terlayani sampai 16 tahun atau 18 tahun tahun," ungkapnya.
Karena itu, Carles mengusulkan masa jabatan kepala desa menjadi lima tahun dan diperbolehkan selama dua periode. Kades yang dinilai bekerja bagus dapat dipilih lagi oleh masyarakat.
"Jadi, kebijakan (jabatan kades) delapan tahun itu menjadi alat untuk menjadikan kepala desa bertindak sewenang-wenang, bahkan menjadi raja kecil di desa," pungkasnya.
Berbeda dengan Charles, Kades Bonle'u Kecamatan Tobu, Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), Megi Fobia hanya menjawab normatif mengenai perpanjangan masa jabatan kades itu. Menurut Megi, kepala desa selaku wakil pemerintah di tingkat desa harus mengikuti keputusan pemerintah pusat.
"Kami di sini sesuaikan saja dengan apa keputusan oleh pemerintah. Apapun keputusannya kami hormati dan jalani karena ini sebuah aturan yang harus diikuti," kata Megi.
Kades di NTB Minta Perpanjangan Masa Jabatan Langsung Diterapkan
![]() |
Sementara itu, kades di Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta aturan terkait penambahan masa jabatan kades menjadi delapan tahun itu langsung diterapkan. Ketua Asosiasi Kepala Daerah (AKAD) Lombok Barat Sahril mengatakan UU tersebut bisa langsung diberlakukan bagi kepala desa yang masa jabatannya belum berakhir pada Maret 2024.
"Kami meminta (UU) berlaku otomatis," kata Sahril, Jumat petang.
"Jadi, yang sekarang ditetapkan oleh DPR itu bisa diberlakukan untuk seluruh kades sekarang. Baik yang sudah tiga periode," imbuh Sahril.
Sahril mengatakan substansi revisi UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 tak hanya terkait perpanjangan masa jabatan kades semata. Menurutnya, revisi UU tersebut juga mengatur kewenangan pemerintahan desa dalam mengelola keuangan dana desa dan pembangunan desa.
Ketua Umum Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) NTB itu memberikan catatan UU Nomor 6 tahun 2014 bahwa kades memiliki hak rekognisi dan hak subsidiaritas. Kedua hak tersebut, kata dia, memungkinkan seluruh kades mendorong penerapan 'desa membangun' bukan 'membangun desa'.
"Artinya kami yang membangun dari desa karena kami yang kelola keuangan sesuai hasil musyawarah di desa. Bukan membangun desa yang ketentuannya dari pusat," kritik Kades Jeringo, Kecamatan Gunungsari, itu.
Perbekel di Bali Sebut 6 Tahun Terlalu Singkat
Ketua Forum Komunikasi (Forkom) Perbekel Kota Denpasar I Gede Wijaya Saputra setuju dengan perubahan masa jabatan kades menjadi delapan tahun. Perbekel adalah sebutan untuk kades di Bali. Wijaya menilai masa jabatan enam tahun kurang lama untuk membangun desa.
"Pada intinya kami sangat setuju hal itu karena waktu enam tahun sangat singkat sekali. Membangun desa itu untuk jangka menengah saja masih kurang waktunya," ujar Wijaya, Jumat.
Wijaya mengaku belum mempelajari poin-poin atas perubahan undang-undang tersebut. Ia berencana mengajak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kota Denpasar untuk mempelajari dan berkoordinasi untuk mempelajari perubahan kebijakan tersebut.
Menurut Wijaya, ada beberapa poin yang membingungkan. Terlebih, sebanyak 23 dari 27 perbekel di Denpasar yang masa jabatannya habis tahun depan.
"Karena beberapa opsi dari perubahan undang-undang itu kan ada beberapa bahasa yang belum kami pahami dan mengerti, kami diskusikan dulu nanti," ucap Perbekel Padangsambian Klod itu.
Menurutnya, Forkom Perbekel masih menunggu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (juklak-juknis) dari undang-undang tersebut. "Kami diskusikan dulu nanti," pungkasnya.
(iws/iws)