Peristiwa mengenaskan menimpa siswa di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Bali. Tiga siswa SD Inpres Taub, Kecamatan Kualin, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dianiaya kepala sekolah.
Kepsek berinisial SEEH itu memaksa mereka menjilat tembok, pintu, kaca, memakan hingga menelan kertas pada Senin siang (18/9/2023) di halaman maktab. Mereka juga dipukul.
Sementara di Bali, siswa SMK Pariwisata Dalu di Kuta Utara, Badung, diturunkan dari kelas 12 ke kelas 10. Musababnya, siswa bernama Putu J itu menunggak uang sekolah sampai jutaan rupiah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut rangkuman dua kasus yang menyita perhatian pembaca detikBali, dalam sepekan terakhir.
Kepsek Paksa Siswa Jilat Tembok lalu Telan Kertas
Kepala Sekolah (Kepsek) SD Inpres Taub, SEEH diduga menganiaya tiga siswanya AB, SB, dan JT. Mereka disuruh menjilat tembok, pintu, kaca, memakan hingga menelan kertas. Kejadian itu terjadi Senin lalu.
Kapolsek Kualian Ipda Faizal Alang menjelaskan selain memerintahkan menjilat bagian bangunan dan memakan kertas, SEEH memukul lengan bagian belakang tiga muridnya itu dengan kayu.
"Hingga mengakibatkan memar pada tubuh korban (AB, SB, dan JT)," tuturnya saat dihubungi detikBali, Jumat (29/9/2023).
Faizal menuturkan penganiayaan itu berawal saat semua siswa hendak pulang sekolah. Namun, AB, SB, dan JT masih bermain sumpit-sumpitan di kelas.
Teman AB, SB, dan JT tiga murid itu memberitahu SEEH kalau ruang kelas digunakan untuk bermain. SEEH langsung memanggil tiga murid tersebut.
SEEH memerintahkan AB, SB, dan JT menjilat tembok, kaca, dan pintu sekolah lalu menyuruh ketiganya memakan kertas dan harus ditelan. Kepala sekolah mengancam jika kertas itu tak ditelan tiga siswa tersebut tidak boleh pulang. Penganiayaan itu menjadi tontonan murid lainnya.
SEEH juga memukul JT sebanyak tiga kali dengan kayu. Selain itu, bocah tersebut dipukul berulang kali dengan tangan di sekujur tubuhnya.
Tak kuat menahan sakit, JT teriak histeris. Adapun, AB dan SB dipukul satu kali.
Orang tua JT melaporkan dugaan penganiayaan itu pada Polsek Kualin. Ia membuat laporan polisi LP/B/25/IX/2023/Sek Kualin/Res TTS/Polda NTT pada Senin (18/9/2023).
Polsek Kualin berencana memanggil SEEH untuk mengklarifikasi kasus yang viral itu. Hanya saja, sampai kini polisi belum bisa memastikan apakah kejadian itu benar terjadi atau tidak.
Jika benar, perbuatan SEEH itu sudah jelas melanggar UU Perlindungan Anak. Sehingga ancaman hukumannya maksimal tiga tahun penjara. Saat ini polsek masih menyelidiki kasus itu dengan memeriksa sejumlah saksi.
Siswa SMK Pariwisata Turun Kelas
Siswa kelas 12 di SMK Pariwisata Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung, Bali, berinisial Putu J terpaksa ikut belajar di kelas 10 gara-gara menunggak sejumlah biaya pendidikan di sekolah tersebut. Kabarnya tunggakan siswa itu mencapai total Rp 9 juta lebih yang diakumulasi sejak awal sekolah.
Informasi yang diperoleh detikBali, perlakuan yang didapat Putu J murni kebijakan sekolah sebagai konsekuensi atas tunggakan biaya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dan biaya lainnya yang belum terbayarkan. Cerita Putu J ini pun viral di media sosial TikTok.
Putu J kepada detikBali mengakui orang tuanya sedang berusaha mengumpulkan uang untuk melunasi biaya sekolahnya. Dengan begitu, Putu bisa kembali belajar di kelas 12.
Dia tak memungkiri kesulitan ekonomi yang sedang dihadapi keluarganya akibat pandemi COVID-19 berimbas ke biaya sekolah. "Bapak saya tukang las. Dulu sebelum korona itu pernah gabung sama pengembang properti. Tapi setelah itu perusahaan bangkrut, bapak saya kena dampak (berhenti bekerja)," tutur Putu J, dikonfirmasi detikBali, Jumat (29/9/2023).
Putu adalah siswa kelas 12 program tata boga di sekolah tersebut. Namun, Putu saat ini dititipkan belajar di kelas 10 sejak 12 September 2023.
Kata Putu, pihak sekolah memberi toleransi dengan membayar uang SPP secara mencicil dan melunasinya minimal 50 persen dari total tunggakan. Setelah kewajiban itu terpenuhi, ia pun diberikan kembali belajar di kelas 12.
Putu berharap ada yang membantu meringankan beban biaya sekolah. Ia akan meminta bantuan pihak sekolah agar mempertimbangkan kebijakan ini.
Putu juga berjanji mengajak orang tuanya bertemu yayasan dan sekolah mencari pertimbangan sehingga ada sedikit keringanan bagi Putu J.
Kepala Sekolah (Kepsek) Ni Putu Trisnawati buka suara soal polemik itu. Trisnawati menyebut memang ada kesepakatan antara sekolah dan orang tua apabila terjadi tunggakan pembayaran SPP terus menerus. Sekolah memberi tenggat waktu hingga September 2023 untuk membayar 50 persen dan sisa tunggakan bisa dilunasi hingga November 2023.
"Memang dalam surat pernyataan itu (bunyinya) dikembalikan ke orang tua jika belum bisa melunasi. Namun atas kebijaksanaan sekolah, ada siswa yang belum bisa melunasi 50 persen namun akhirnya bisa dikembalikan ke kelas 12," kata Trisnawati, Sabtu (30/9/2023).
Trisnawati membenarkan siswa bernama Putu J itu menunggak pembayaran SPP sejak kelas 10 sampai kelas 12. Ada pula biaya penerimaan peserta didik baru (PPDB), seragam praktik, hingga biaya bimbingan dan laporan training.
Tetapi, pihak sekolah sebetulnya ingin membuka pintu diskusi dengan orang tua Putu untuk mencari solusi. Namun Trisna mengaku undangan sekolah kerap tak diindahkan sehingga pertemuan dua belah pihak selalu pantang.
(dpw/nor)