Viral di media sosial, seorang siswa kelas 12 SMK Pariwisata Dalung, Kuta Utara, Badung, Bali, diturunkan belajar ke kelas 10 karena menunggak uang SPP hingga Rp 9 juta. Kepala Sekolah (Kepsek) Ni Putu Trisnawati buka suara soal polemik itu.
Trisnawati menyebut memang ada kesepakatan antara sekolah dan orang tua apabila terjadi tunggakan pembayaran SPP terus menerus. Sekolah memberi tenggat waktu hingga September 2023 untuk membayar 50 persen dan sisa tunggakan bisa dilunasi hingga November 2023.
"Memang dalam surat pernyataan itu (bunyinya) dikembalikan ke orang tua jika belum bisa melunasi. Namun atas kebijaksanaan sekolah, ada siswa yang belum bisa melunasi 50 persen namun akhirnya bisa dikembalikan ke kelas 12," kata Trisnawati, Sabtu (30/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Trisnawati membenarkan siswa bernama Putu J itu menunggak pembayaran SPP sejak kelas 10 sampai kelas 12. Ada pula biaya penerimaan peserta didik baru (PPDB), seragam praktik, hingga biaya bimbingan dan laporan training.
Tetapi, pihak sekolah sebetulnya ingin membuka pintu diskusi dengan orang tua Putu untuk mencari solusi. Namun Trisna mengaku undangan sekolah kerap tak diindahkan sehingga pertemuan dua belah pihak selalu pantang.
"Kami pasti mau membantu asal ada komunikasi ke kami. Kami menyadari jangankan untuk uang Rp 1 juta, Rp 600 itu pun saya yakin ayah Putu sudah berusaha banget. Komunikasi memang sudah beberapa kali bersama wali kelas, tapi secara langsung baik-baik sampaikan ke kami belum ada. Kami menunggu itikad baik kita cari solusi," beber Trisna.
Pihaknya menyadari, keluarga Putu tengah dirundung masalah keuangan. Meski demikian, kata Trisna, Putu J sudah mencicil SPP saat naik ke kelas 11 meski hanya bayar satu semester saja. Kala itu, siswa sudah saatnya masuk tahap training industri.
Bahkan menurut Trisna, ada beberapa orangtua siswa yang minta solusi kepada sekolah saat training akan dimulai. Mereka kebanyakan terkendala biaya dan sekolah memberikan izin untuk anak mereka tetap bisa training meski belum bisa membayar biaya.
"Para orang tua datang ke sekolah menyampaikan kendala mereka. Ada yang belum bisa bayar atau melunasi dan meminta tolong agar tetap dibantu anak mereka bisa training. Bagaimana? Kami tetap bantu, kok. Tapi ayah Putu tidak juga datang dan hanya mengirim pesan WA, 23 Januari lalu. Atas arahan yayasan, Putu juga dibantu untuk ikut training meski ia baru membayar 500 ribu dari tunggakan dia saat itu Rp 6 juta," bebernya.
Sekolah, lanjut Trisna, tidak serta merta langsung mengembalikan Putu ke orangtuanya dan justru memberi kebijaksanaan lain dengan menitip belajar di kelas 10. Menurutnya, cara itu agar sekolah tetap bisa mengawasi siswa. "Kalau dipulangkan, bisa jadi bilang sekolah tapi keluyuran. Kami sampaikan surat tapi tidak tersampaikan. Model-model itu kami hindari," katanya.
"Kami minta maklum juga karena kami kan sekolah swasta yang keuangannya bertumpu dari pembayaran siswa dan komite. Kami memang dapat dana BOS. Namun untuk operasional dan kegiatan lainnya harus ada sokongan dana pendamping dan itu ditarik dari SPP salah satunya," pungkasnya.
Sebelumnya, nasib yang dialami Putu J bikin heboh. Bagaimana bisa siswa SMK yang sudah mau lulus, malah turun kembali ke kelas 10.
Putu J mengakui orang tuanya sedang berusaha mengumpulkan uang untuk melunasi biaya sekolahnya. Dengan begitu, Putu bisa kembali belajar di kelas 12.
Dia tak memungkiri kesulitan ekonomi yang sedang dihadapi keluarganya akibat pandemi COVID-19 berimbas ke biaya sekolah. "Bapak saya tukang las. Dulu sebelum korona itu pernah gabung sama pengembang properti. Tapi setelah itu perusahaan bangkrut, bapak saya kena dampak (berhenti bekerja)," tutur Putu J, dikonfirmasi Jumat (29/9/2023).
Putu adalah siswa kelas 12 program tata boga di sekolah tersebut. Namun, Putu saat ini dititipkan belajar di kelas 10 sejak 12 September 2023.
(dpw/nor)