Lapsus Angkutan Online Vs Konvensional

Cerita Rebutan Penumpang Angkutan Online dengan Konvensional di Bali

Noviana Windri - detikBali
Sabtu, 01 Jul 2023 17:29 WIB
Ilsutrasi ojek. Foto: Infografis detikcom/M Fakhry Arrizal
Denpasar -

Hubungan antara angkutan konvensional dan online di Bali masih tak berjalan harmonis. Padahal, hampir satu dekade transportasi online hadir di Bali.

Lahan mencari sesuap nasi terancam berkurang lantaran keberadaan angkutan online, membuat angkutan konvensional masih belum sepenuhnya rela berbagi aspal. Rebutan pangkalan, pengusiran, pemukulan, hingga pemalakan terhadap turis yang menumpangi taksi online terjadi di Canggu, Kuta Utara, Badung, Bali.

Kadek Eka P, sopir mobil pangkalan tersebut melakukan pemalakan terhadap penumpang taksi online lantaran ingin cepat dapat penumpang, Selasa (20/6/2023). Pria asal Desa Satra, Kecamatan Kintamani, Bangli, itu ditangkap polisi dan dijerat Pasal 368 dan 335 KUHP tentang pemerasan dan perbuatan tidak menyenangkan. Ia terancam 9 tahun penjara.

Meski demikian, seiring berjalannya waktu, intensitas konflik tak lagi tinggi. Keduanya sama-sama mencoba berdamai demi perut yang sama-sama harus terisi.

Agus Ridiyanto (55), adalah satu dari sekian banyak pengemudi taksi berbasis aplikasi di Bali. Agus bekerja sampingan sebagai sopir online sejak April 2017. Awalnya, Agus adalah pengemudi Uber.

Namun, sejak Uber menghilang dan bergabung dengan Grab sejak 2018, otomatis atribut Agus pun berganti. Selama melakoni pekerjaan di jalan raya, Agus mengaku pernah berkonflik dengan sopir konvensional atau pangkalan. Setidaknya, dua kali konflik yang Agus ingat.

Pertama, saat dirinya menerima pesanan antar jemput dari calon penumpang di Pelabuhan Padangbai, Karangasem. Dia mengaku pernah dihampiri dan ditegur oleh salah seorang sopir pangkalan. Adu argumen terjadi. Agus yang dikerubuti beberapa sopir lokal di wilayah tersebut akhirnya mengalah.

Kedua, pria yang tinggal di wilayah Sempidi, Badung, itu juga pernah berkonflik dengan sopir pangkalan saat menjemput penumpang di kawasan Ubung, Denpasar. Sopir di sana mengira Agus sengaja ngetem di kawasan tersebut yang notabene adalah 'zona merah' bagi angkutan online.

Konflik antara online dan konvensional juga diceritakan Kholilluloh, seorang driver ojol. Ada beberapa pengalaman pahit yang dirasakan. Salah satunya, Kholilulloh pernah diusir dari salah satu club di Canggu. Sebabnya, ia menunggu penumpang di wilayah ojek pangkalan (opang).

"Malem-malem banget. Itu biasanya di sana (club) banyak ojek pangkalan. Saya pas kebetulan lewat sana, karena dapat dari aplikasi, ternyata sampai di sana dimarahin, disuruh pergi, 'Pergi sana, ngapain di sini?'" kisahnya.

Ia menuturkan ada beberapa daerah yang dikuasai opang. Walhasil, ini menjadi zona merah para ojol. "Terutama di Canggu (Pantai Berawa), Terminal Ubung, Mengwi, zona merah, ada opangnya. Di Seminyak itu ada beberapa bagian titik yang memang dilempar ojol tuh nggak boleh," jelas pria berusia 29 tahun yang menjadi driver Gojek merangkap Shoppee Food tersebut.

Bagaimana cerita versi sopir angkutan pangkalan? Klik halaman selanjutnya




(iws/gsp)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork