Aturan Adat Rabies Efektif, tapi Baru Segelintir Desa yang Punya

Klungkung

Aturan Adat Rabies Efektif, tapi Baru Segelintir Desa yang Punya

I Putu Budikrista Artawan - detikBali
Rabu, 21 Jun 2023 20:11 WIB
Vaksinasi Hewan pembawa rabies di desa satra Klungkung, oleh tim dari dinas Pertanian Klungkung, Selasa (20/6/2023).
Foto: Vaksinasi rabies anjing di Desa Satra, Klungkung, oleh tim dari Dinas Pertanian Klungkung, Selasa (20/6/2023). (Putu Krista/detikBali
Klungkung -

Kasus rabies yang marak terjadi belakangan dan menimbulkan korban jiwa membuat keresahan di masyarakat. Di Kabupaten Klungkung, kasus terakhir terjadi pada awal Juni 2023 lalu. Seorang anak berusia enam tahun menjadi korban gigitan anjing rabies meninggal dunia.

Sayangnya, di Klungkung baru sedikit desa adat yang memiliki awig-awig atau peraturan adat yang mengatur masalah hewan penular rabies (HPR).

Desa Adat Lepang, Desa Negari, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, adalah salah satu desa yang memiliki perarem atau awig-awig terkait rabies. Awig-awig tersebut sudah ada sejak 2004. Menurut Perbekel Desa Takmung (mewilayahi Desa Adat Lepang) I Wayan Mudita, ketika dulu menjadi Bendesa Adat Lepang (2004-2010) aturan adat tersebut diterapkan secara ketat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu baru dalam bentuk kesepakatan antara adat dan masyarakat dan belum tertuliskan dalam bentuk aturan resmi tapi sudah disepakati, di mana awalnya ada gigitan anjing rabies dan sepakat melakukan eliminasi anjing liar dan mengubur di pantai," beber Mudita kepada DetikBali, Rabu (21/6/2023).

Eliminasi anjing liar di Desa Adat Lepang ini selain rawan menularkan rabies, mereka juga kerap makan telur penyu di Pantai Lepang.

Sementara, Desa Adat Sema Agung, Desa Negari, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, adalah satu-satunya desa yang sudah memiliki awig-awig mengatur tentang rabies.

"Ini (awig-awig) terkait rabies baru saja disahkan oleh Bupati Klungkung, Maret 2022 lalu yang di dalamnya ada mengatur terkait bagaimana jika ada kasus gigitan anjing di desa adat kami yang intinya adalah pemilik anjing wajib membiayai semuanya, baik pengobatan korban gigitan," kata Bendesa Adat Sema Agung Sang Made Suasta Adnyana, kepada DetikBali.

Meski begitu, aturan berlaku fleksibel. Artinya, ada kesepakatan kedua belah pihak secara damai dengan menerapkan aturan tersebut.

"Jika sudah kesepakatan damai, nanti dibantu oleh pengurus adat, dalam penerapannya tersebut, agar ke belakang tidak terjadi masalah hukum lainnya, dan kehidupan masyarakat lebih tenteram," imbuh Suasta.

Dia menerangkan ada Pasal 52 "Indih Ubuh-ubuhaan" (hewan peliharaan) yang memuat empat ayat. Pertama, mengenai warga yang memelihara hewan agar dirawat agar membuat senang. Kedua, hewan peliharaan yang menimbulkan bencana, sakit, dan rusak wajib bagi pemiliknya untuk mengembalikan kesucian yang dibuat kotor tersebut.

"Tidak hanya anjing penular rabies, pada aturan ini juga memuat tentang larangan untuk berburu dengan sanksi denda," tambah Suasta.

Dengan penerapan aturan adat secara khusus ini, warga di wilayah Sema Agung saat ini lebih taat dalam pemeliharaan hewan, utamanya anjing. Tidak ada lagi yang berani meliarkan anjing mereka sehingga kasus gigitan bisa terhindarkan.

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pertanian Klungkung Ida Bagus Gede Juanida mengatakan aturan adat ini sangat efektif diterapkan dalam mengatur sikap dan mental masyarakat dalam memelihara anjing. Hingga menjadi kunci dari upaya penanggulangan penyebaran rabies.

"Vaksin saja tidak cukup dilakukan jika tidak dibarengi dengan ketaatan masyarakat memelihara anjing, awig juga sangat diperlukan," ujarnya via pesan singkat WhatsApp.




(hsa/iws)

Hide Ads