Puluhan warga Desa Adat Banyuning menggeruduk kantor Desa Adat Banyuning, Kelurahan Banyuning, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Bali, Jumat (9/6/2023).
Mereka datang untuk menyampaikan aspirasi soal dugaan prajuru Desa Adat Banyuning yang menyewakan sejumlah lahan milik desa adat tanpa mengadakan paruman (musyawarah) terlebih dahulu. Menurut warga, ini tidak sesuai dengan awig-awig atau Peraturan Desa Adat Banyuning.
Dari pantauan detikBali, krama alias warga desa mulai berdatangan sekitar pukul 10.00 Wita. Mereka datang mengenakan pakaian adat madya. Hanya perwakilan yang diperbolehkan berdiskusi di ruangan bersama prajuru adat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertemuan itu berlangsung alot. Karena sempat terjadi beberapa perdebatan antara kedua belah pihak. Hingga akhirnya pertemuan berakhir pada pukul 12.00 Wita.
Salah seorang warga, Gede Pasek Sriada, mengatakan tujuan kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan keluhan atas ketidakterbukaan Kelian Desa Adat Banyuning terkait lahan druen (milik) desa yang telah dikontrakkan.
Mereka menilai keputusan untuk menyewakan lahan itu keputusan sepihak yang tidak berdasarkan hasil paruman desa adat. Warga merasa tak pernah diundang membahas masalah itu.
"Dalam Perda Nomor 4 Tahun 2019, setiap peralihan tangan atas lahan druen desa adat harus berdasarkan kesepakatan desa adat, sesuai dengan awig-awig setempat. Kalau di sini musyawarah tertingginya ada di Desa Adat Petang Dasa, itu belum pernah dilaksanakan," jelas Pasek.
Dia melanjutkan, kecurigaan krama pertama kali muncul ketika desa adat hendak merevisi awig-awig. Salah satu persyaratannya, awig-awig direvisi minimal 10 tahun sekali. Pada saat itu dipilihlah koordinator pada bidang palemahan, pawongan, dan parahyangan.
Singkat cerita, koordinator palemahan yang membidangi masalah aset desa adat mengumpulkan anggotanya. Saat itu, ditemukan ada aset desa adat yang telah disewakan kepada pihak ketiga. Salah satu aset desa adat tersebut berlokasi di Jalan Pulau Menjangan, Kelurahan Banyuasri.
Menurut Pasek, selama menjabat, Kelian Desa Adat Banyuning juga tidak pernah melaksanakan paruman desa gede sebagai bentuk pertanggungjawaban. Padahal berdasarkan awig-awig, paruman desa adat minimal harus dilaksanakan satu kali dalam setahun.
"Hasil paruman tadi agar segera melaksanakan paruman desa gede sebagai wujud dari pertanggungjawaban dari prajuru desa adat, kenapa dikontrakkan, hasilnya di mana? Memang desa ini kekurangan apa? Kok bisa dikontrakkan tanpa sepengetahuan krama," cecar Pasek.
(hsa/gsp)