Kulidan Kitchen & Space membuka pameran seni bertajuk "Komodifikasi Ornamen", Minggu (21/5/2023) malam. Pameran berlangsung selama dua minggu hingga 2 Juni 2023 dan tidak dipungut biaya.
Enam seniman menampilkan 12 karya di Kulidan Art Space. Mereka, di antaranya Dwymabim, Eka Mardiys, Eka Sutha, Pansaka, Slinat, dan Swoofone. Untuk diketahui, lukisan-lukisan yang dipamerkan berkisar dari Rp 6 juta sampai Rp 20 juta.
"Saat ini, kami ingin ornamen (dari Pura Dalem Guwang) dinikmati dalam konteks kekinian supaya bisa dinikmati oleh generasi muda. Makanya saya inisiasi itu (Komodifikasi Ornamen)," kata pemilik Kulidan Kitchen & Space I Komang Adiartha kepada detikBali, Minggu (22/5/2023) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adiartha sengaja memilih teman-teman street artist atau seniman jalanan mengingat peran penting yang dibawa dalam berkesenian.
"Juga (seniman jalanan) menjadi ujung tombak yang membawa seni kepada publik," jelasnya.
Seniman jalanan yang sering menggambar mural di jalan, diharapkan bisa mengkampanyekan ornamen-ornamen lokal Bali, seperti yang ada di Pura Dalem Guwang.
"Ya, tentunya dengan cara mereka (seniman jalanan), dengan style mereka, dan juga dengan warna-warna kekinian. Menjadi trendy, pop, itu yang kami mau," terang Adiartha.
Ditemui setelah pembukaan pameran, Adiartha mengungkapkan ingin melangkah lebih jauh dengan melakukan pengembangan terhadap bentuk, motif, warna, ataupun material dengan sesuatu yang baru.
Pameran ini dihasilkan atas dasar riset dari keenam seniman yang dilakukan di Pura Dalem Guwang.
Sutha, salah satu pameris, mengungkapkan bahwa leluhur-leluhur di Guwang sudah termasuk visioner dalam segi visual. "Ornamen-ornamen itu konotasinya sudah jadi cagar budaya sih. Berbekal riset tersebut, kami berenam mengembangkan dan mengeksplorasi kembali ornamen-ornamen yang ada di Guwang. Eksplorasinya itu terkait tiga hal, yakni medium, teknik, dan isu," terang Sutha.
Adapun, Dwymabim mengaku ditantang untuk merespons ornamen-ornamen yang ada di Pura Dalam Guwang.
"Gimana kami merespons tentang ornamen yang ada di Desa Guwang ini menjadi sebuah karya kekinian," ungkap Dwymabim yang seorang seniman jalanan.
Background kebanyakan dari kami berenam, sambung dia, adalah street art atau seni jalanan. "Jadi, gimana kami juga dapat tantangan, harus bisa mengembangkan karya yang awalnya kami (buat) di jalan, tapi kami bawa ke galeri. Tapi tanpa mengurangi jati diri sebagai street artist itu," ungkapnya.
Di sisi lain, Mardiys mengatakan bahwa ornamen-ornamen di Pura Dalem Guwang merupakan salah satu yang tertua di Bali. Riset yang dilakukan di pura tersebut menjadi sebuah referensi untuk menciptakan karya baru sesuai dengan ciri khas masing-masing seniman.
"Kami di Kulidan Art Space ini melakukan riset di Pura Dalem Guwang. Jadi, kami kemarin riset, melihat ornamen-ornamen yang ada di sana karena itu salah satunya ornamen yang tertua di Bali. Setelah riset, kami bikin karya yang bisa diterapkan. Masing-masing artist kan punya style-nya sendiri," jelas Mardiys.
Setiap perubahan dan perkembangan, sambung dia, itu pasti ada pembaharuan dari ornamen, tetapi tidak melupakan nilai-nilai tradisi yang sudah ada.
"Zaman boleh modern, kita boleh mengikuti modernisasi, tapi jangan pernah lupa nilai-nilai dasar atau tradisi yang sudah ada," tandas seniman tato ini.
(efr/gsp)