Pembayaran parkir nontunai menggunakan QRIS di Kota Denpasar, Bali, kurang diminati masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama Perumda Bhukti Praja Sewakadharma I Nyoman Putrawan.
"Kendala di lapangan sebenarnya bukan soal sistemnya atau tukang parkir yang tidak memahami sistem tersebut, tapi masyarakat yang enggan bertransaksi seribu dan Rp 2 ribu lalu harus mengeluarkan HP," tutur Putrawan di kantornya, Senin (9/1/2022).
Perumda Bhukti Praja Sewakadharma kini memiliki 80 juru parkir (jukir). Mereka mengenakan rompi berwarna merah yang lengkap dengan dua kode QR. Satu kode QR untuk motor dan satu lainnya untuk mobil.
Pengendara yang ingin memarkirkan kendaraannya cukup memindai kode QR pada rompi jukir tersebut. Lalu, pemilik kendaraan memasukkan biaya parkir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putrawan mengklaim selama ini puluhan jukir tersebut telah mendapatkan edukasi penerapan parkir nontunai. Namun, masyarakat masih belum meminati pembayaran parkir nontunai tersebut.
"Kami ukur dari pembayaran tunai kepada juru parkir kurang lebih tiga detik tapi, kalau pembayaran dengan QRIS kami hitung delapan detik. Jadi, tingkat kelambatan ini yang mungkin membuat masyarakat enggan (menggunakan QRIS)," ungkap Putrawan.
Waktu pembayaran nontunai yang lama itu, Putrawan melanjutkan, mengakibatkan pemilik kendaraan lainnya berkesempatan kabur. Sebab, jukir tengah bertransaksi dengan pengendara lainnya. Hal itu mengakibatkan jukir merugi.
Perumda Bhukti Praja Sewakadharma, Putrawan melanjutkan, akan terus menjalankan program pembayaran parkir nontunai. "Mudah-mudahan masyarakat lebih memahami digitalisasi ini sebagai bagian yang dibutuhkan," tuturnya.
(gsp/nor)